Pengertian dan Konsep Akuntansi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam?
Partanyaan ini begitu menggelitik, karena agama sebagaimana dipahami banyak
kalangan, hanyalah kumpulan norma yang lebih menekankan pada persoalan
moralitas. Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata
kehidupan modern dalam bertransaksi yang diatur dalam akuntansi, tidak masuk
dalam cakupanagama.Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang
berdasarkan syariah Islam) wajar saja dipertanyakan orang. Sama halnya pada
masa lalu orang meragukan dan mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam Jika
kita mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam
–Al-Qur’an maka akan menemukan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan
bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi.
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia, baik dalam tataran makro maupun mikro.. Ajaran aama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah agama amal. Sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju teoritis keilmuan yang faktual. Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al- Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia, baik dalam tataran makro maupun mikro.. Ajaran aama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah agama amal. Sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju teoritis keilmuan yang faktual. Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al- Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa
Dari situ dapat
kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem
pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian,
keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah.
Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability. Wacana Akuntansi
Syariah Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin
dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Oleh karena itu, jika
akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka informasi yang
disampaikannyapun mengandung nilai-nilai kapitalis Kemudian keputusan dan
tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga mengandung
nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang kapitalistik
akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan inilah yang
akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.dan nilai-nilai yang
berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat
besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap
aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan
dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini
menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula
. Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan
humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi syariah,
realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada
ketentuan Allah swt.
B. RUMUSAN MASALAH
a) Jelaskan pengertian akuntansi syariah?
b) Jelaskan sejarah gagasan akuntansi syariah?
c) Jelaskan praktek akuntansi dalam pemerintahan islam?
d) Jelaskan perkembangan akuntansi Syariah?
e) Jelaskan konsep akuntansi syariah?
C. TUJUAN PENULISAN
a) Untuk mengetahui pengertian akuntansi syariah
b) Untuk mengetahui sejarah gagasan akuntansi syariah
c) Untuk mengetahui praktek akuntansi dalam pemerintahan islam
d) Untuk mengetahui perkembangan akuntansi Syariah
e) Untuk mengetahui konsep akuntansi syariah
D. MANFAAT PENULISAN
Dengan Adanya Makalah Ini Diharaapkan Mahasiswa Mengetahui Tentang
Akuntansi Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKUTANSI SYARIAH
Menurut surat Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan
penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama
melakukan muamalah. Dan menurut sejarah Pengertian akutansi adalah disebutkan
muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia
bernama Luca Pacioli yang menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et
Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting
System”.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba
mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran
atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account,
perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282).
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-Qur’an surat A-Baqarah :282).
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan
ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…[1]
Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi
hingga sekarang diantaranya adalah:
a. Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan
besar (maksimalisasi laba = jiwa kapitalis).
b. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan
persoalan maksimalisasi laba.
c. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk
mencapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”.[2]
Percepatan pertumbuhan akuntansi tersebut tidak selamanya memberikan jalan
lurus. Arus era informasi dan globalisasi cenderung mempengaruhi perilaku
masyarakat untuk melakukan harmonisasi sesuatu. Misalnya, dalam hal pengetahuan
dan praktik akuntansi, maka upaya harmonisasi praktik-praktik akuntansi
dijalankan, termasuk kehendak untuk memberlakukan praktik akuntansi secara
seragam.Kemudian sejak tahun 1980-an,mulai adaperhatian kuat dari para peneliti
akuntansi dalam upaya memahami akuntansi dalam penertianyang lebih luas. Misalnya
dalam kontek social dan organisasi..akuntansi secara tradisional telah di
pahami sebagai prosedur rasional dalammenyediakan informasiyang bermanfaat
untuk pengambilan keputusan dan pengendalian. Dalam pengertian tersebut
menunjukan bahwa akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit,
tangible dan bebas dari nilai massyarakat dimana dipraktekan. Tricker secara
tegas menyatakan, bahwa “(bentuk) akuntansi sebetulnya tergantungpada teknologi
dan moral masyarakat. Akuntansi adalah anak budaya dari masyarakat.Beberapa definisi
akuntansi diantaranya:
a. Menurut Littleton, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan
perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (operasi). Konsep ini
merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan sebagai
rujukan dalam mempelajari akuntansi.
b. APB (Accounting Principal Board) Statement No.4 mendefinisikan sebagai berikut: “akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
b. APB (Accounting Principal Board) Statement No.4 mendefinisikan sebagai berikut: “akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
c. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan
sebagai berikut: “akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan
pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transksi, dan
kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangaN dan termasuk penafsiran
hasil-hasilnya.[3]
B. SEJARAH GAGASAN AKUNTANSI SYARIAH
1. Ideologi Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sampai abad 14 Karya
–karya besar ulama’ salaf;
a) Shubul A’sya fi shinaatil insya’al qolqolshqndi.
b) Al Amwal (ibnu Ubaid).
c) Al Kharaj(Abu Yusuf),dll.
Perhatian untuk pembukuan ini masih berjalan sesuai dengan kaidah kaidah
Islam di Negara Negara Islam sampai masuknya gerakan ghazwul fikr ke mayoritas
Negara Islam terutama setelah runtuhnya khilafah Islamiah.
2. Ideologi Akuntansi Islam pada awal abad ke -14 Runtuhnya khilafah
Islamiah serta tidak adanya perhatian dari pemikir - pemikir Islam untuk
mensosialisasikan hukum Islam ,ditambah lagi dengan dijajahnya oleh kebanyakan
negara negara kuat seperti Inggris dan Perancis sangat mempengaruhi segala
sendi muamalah , khususnya keuangan.
3. Ideologi Akuntansi Islam Di Zaman Modern (zaman Kebangkitan baru)
a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’93). Disamping itu juga terdapat riset yang tersebar di majalah - majalah ilmiah . Proses ini terus berlanjut sampai sekarang .
b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan yang segar seperti :
• Muhaasabah zakat al maal ‘Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo; pustaka Angola 1970)
• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)
3. Ideologi Akuntansi Islam Di Zaman Modern (zaman Kebangkitan baru)
a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’93). Disamping itu juga terdapat riset yang tersebar di majalah - majalah ilmiah . Proses ini terus berlanjut sampai sekarang .
b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan yang segar seperti :
• Muhaasabah zakat al maal ‘Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo; pustaka Angola 1970)
• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)
• Muhasabah az zakah ( Dr husain S Kairo : persatuan bank bank Islam
sedunia 1979),dll.
a) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke sekolah dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar untuk program paascasarjana (1976) pada 1978 di buka beberapa jurusan dalam cabang cabang ilmu akuntansi
b) Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset
Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –riset sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan secara detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan penafsiran – penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar bahwa Islam mengandung pokok – pokok dan undang –undang Akuntansi yang belum dibahas dan tidak diketahui sama sekali oleh para pakar ilmu akuntansi konvensional.
a) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke sekolah dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar untuk program paascasarjana (1976) pada 1978 di buka beberapa jurusan dalam cabang cabang ilmu akuntansi
b) Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset
Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –riset sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan secara detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan penafsiran – penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar bahwa Islam mengandung pokok – pokok dan undang –undang Akuntansi yang belum dibahas dan tidak diketahui sama sekali oleh para pakar ilmu akuntansi konvensional.
c) Aspek Implementasi Munculnya lembaga –lembaga keuagan islam, asuransi
islam ,perusahaan Investasi Islam dan BMT islami.
Lembaga ini sangat membutuhkan kaidah – kaidah dan UU Ak. Islam Memang
telah ada usaha aekelompok pakar akuntansi .namun usaha ini memerlukan
keseriusan dan usaha lebih lanjut [4].
Secara singkat jelaslah bahwa umat islam meletekkan dasar-dasar bagi perkembangan
bagi perkembangan akuntansi modern yang ada saat ini .Peranan ini sebetulnya
tidak terlepas dari pemahaman tentang teologi mereka ,yang dipahami secara
bebas dan rasional ini mereka tidak hanya mampu memberikan kontribusi yang
besar bagi akuntansi namun juga peradaban manusia .Tetapi ketika umat Islam
meninggalkan dasar – dasar teologi yang bebas dan rasional tadi ,karya karya
besar umat Islam jaman klasik diambil alih oleh bangsa Barat yang tentu sangat
kental dengan nilai nilai barat itu sendiri.
C. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
a) Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal
akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan
penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000);
b) Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42
pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri(Hawary,
1988);
c) Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur
Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan
penerimaan dan pengeluaran negara;
d) Para sahabat merekomendasikan perlunya
pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara;
e) Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang
bernama Diwan (dawwana = tulisan);
f) Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan
dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681-720M) dengan kewajiban mengeluarkan
bukti penerimaan uang (Imam, 1951);
g) Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M)
mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti
sebelumnya (Lasheen, 1973);
h) Evolusi perkembangan pengelolaan buku
akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah;
i)
Akuntansi
diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi peternakan,
Akuntansi pertanian, Akuntansi perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi
mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913);
j)
Sistem
pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi :
a. Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger),
menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan
ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran
di kolom yang lain (Lasheen, 1973);
b. Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran);
c. Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat
penerimaan dan pengeluaran dana zakat;
d. Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan
denda / sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi.
Laporan Akuntansi yang
berupa :
e. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan
pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981);
f.
Al Khitmah Al
Jame’ah, laporan keuangan komprehensif gabungan antara income statement dan balance
sheet (pendapatan, pengeluaran, surplus / defisit, belanja untuk aset
lancar maupun aset tetap), dilaporkan pada akhir tahun;
Dalam
perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada laporan
keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable
debts, doubtful debts, dan
uncollectable debts (Al-Khawarizmi, 1984).[5]
D. PENGEMBANGAN AKUTANSI SYARIAH
Industri keuangan syariah
mengalami tiga dasawarsa terakhir, tidak hanya di dunia namun juga di
Indonesia. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia telah
menunjukan peranannya dalam pengembangan industri keuangan syariah. Pemerintah
mendukung industri ini dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang memperlakukan
industri ini secara netral dibandingkan dengan industri keuangan konvensional,
meskipun bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di regional asia,
khusunya Malaysia, Singapura, dan negara-negara Timur Tengah, regulasi industri
keuangan syariah di Indonesia belum selengkap di negara-negara tersebut.Untuk
mengatur akuntansi atas transaksi-transaksi keuangan syariah, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
nomor 101-108. PSAK ini diharapkan dapat diterapkan oleh sumber daya insani
(SDI) industri keuangan syariah tanah air. Lebih lanjut Penyiapan SDI merupakan
agenda besar tersendiri yang perlu disiapkan oleh pemerintah bersama industri
keuangansyariah di Indonesia. Peran lembaga pendidikan, khususnya perguruan
tinggi sebagai institusi pencetak SDI unggul menjadi suatu yang penting untuk
terus ditingkatkan.
Nilai pertanggung
jawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem akuntansi syari’ah.
Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar yang operasional
dalam prinsip akuntansi syariah. Apa makna yang terkandung dalam tiga prinsip
tersebut? Berikut uraian yang ketiga prinsip yang tedapat dalam surat
Al-Baqarah:282.
Prinsip pertanggung jawaban, Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai dari alam kandungan.. manusia dibebani olehAllah untuk menjalankan fungsi kehalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
Akuntansi dikenal
sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam
dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia
pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca
Pacioli. Beliau menulis buku
“Summa de Arithmatica
Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry
Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau
“Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa
hal itu sangat mengada-ada.
Namun apabila kita
pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung
Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di
Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat
undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan
(syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan
harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya
juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi
akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran
sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah
serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282
yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan
manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang
harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut
menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat
kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system
akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun
lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Dari sisi ilmu
pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti
dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai
transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran
disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan
dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi
kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran
menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat
181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”[6]
Kebenaran dan keadilan
dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut
pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan,
sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang
Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti
yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang
diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam
menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara
logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan
Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta
bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan
dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi
Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah
Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan
perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas
dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam
Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari paparan di atas,
dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam
dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen,
yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai
aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam
Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan
para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat
kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah
Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah
Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan
norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi
sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan
jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan
(hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan
langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian
dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan
(muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas
(istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan
(idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya,
menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran
Akuntansi Islam, antara
lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi
modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi
modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok
(kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian
berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari
segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan
yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional
menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok,
transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam
dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital
(modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan
pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta
menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih.
Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan
pada pokok moda
6. Konsep konvensional
menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan
konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan
dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum.
Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba
tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat
diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan
Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan
segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.
Menurut, Toshikabu
Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat
(Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan
berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta
rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum
Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam
sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar
perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada
pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab kan
tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid)
yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi
juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.
Jadi, dapat kita
simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu
dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian
kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional.
Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang
ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami
turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri.”
(QS.An-Nahl/ 16:89)adapun Prinsip umum akuntansi Syariah
Menurut Muhammad (2002:11), dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 282 ada
tiga nilai yang menjadi prinsip dasar dalam operasional akuntansi syari’ah
yaitu nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran:
a.
Prinsip
pertanggungjawaban
Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung
jawab" diartikan sebagai
keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain
yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh
perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain
yaitu suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh
perilaku seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Pertanggungjawaban berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Pertanggungjawabannya diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan.
b.
Prinsip keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan prelakuan yang seimbang
antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak
dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila
setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama.Prinsip keadilan ini tidak saja
merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis,
tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia.
Dalam konteks akuntansi keadilan mengandung pengertian yang bersifat
fundamental dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral, secara
sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar setiap transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan.Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur
secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk
menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain
kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat,
antara lain dalam surah Asy-Syura ayat 181-184 yang
berbunyi:"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan
membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan
umat-umat yang dahulu."
c. Prinsip
kebenaranDalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), ditemukan arti
kebenaran, yaitu : 1.Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan
sesungguhnya); 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian
halnya); 3. Kejujuran, ketulusan hati; 4. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan
kebetulan
Sedangkan menurut Aristoteles mendefinisikan kebenaran
adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan
kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang
dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak pada
kesesuaian antara subyek dan obyek yaitu apa yang diketahui subyek dan realitas
sebagaimana adanya.Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, jika dikaitkan dengan
akuntansi syari’ah maka kebenaran yang dimaksud adalah kesesuaian antara apa
yang dicatat dan dilaporkan dengan apa yang terjadi sebenarnya dilapangan.Jika
kita kaitkan dengan profesi Akuntan, maka prinsip kebenaran menyangkut
pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan,
sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang
Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti
yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang
diangkat atau ditunjuk sebelumnya.
Menurut M. Syafii Antonio yang dikutip oleh Istutik
(2011), prinsip-prinsip akuntansi syariah dalam perspektif Islam meliputi,
a.
Legitimasi Muamalat
Legitimasi muamalat disini harus dipandang secara
luas, karena wajib bagi orang-orang yang melakukan kegiatan akuntansi untuk
menolak penyajian setiap informasi keuangan, apabila diketahui atau timbul
keraguan bahwa tujuan dari penggunaanya adalah untuk menyempurnakan transaksi
atau perdagangan yang tidak syah menurut syari’at. Apabila sesorang yang
bekerja dibidang akuntansi karena suatu sebab harus menyajikan analisa atau
informasi mengenai keuangan yang mengandung penyimpangan dari syari’at islam,
baik secara samar maupun terang-terangan, maka minimal dia harus memberikan
isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya terhadap informasi tersebut.
Legitimasi muamalat itu tidaklah terbatas ruang
lingkupnya sebagaimana diatas, bahkan juga mnecakup pihak-pihak yang
bermuamalah, disamping segi-segi kegiatan akuntansi. Yang kami maksudkan dengan
pihak-pihak bermuamalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuamalat. Pihak
pertama yaitu yang membentuk perusahaan atau para pemegang saham dan pihak
kedua adalah orang-orang yang berkepentigan dengan mereka.
b.
syakhshiyyah
i’tibariyyah, syakhshiyyah qanuniyyah dan wahdah muhasabiyyah.
1.
Syakhshiyyah I’tibariyyah ( Entitas Spiritual )
Syakhshiyyah
I’tibariyyah adalah adanya
pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap
kegiatan investasi tersebut. ada dua permasalahan yang mempengaruhi dan akan
terpengaruh dengan konsep syakhshiyyah i’tibariyyah ini. Pertama, berkaitan
dengan harta-harta yang di investasikan itu sendiri dan kaitannya dengan
harta-harta pribadi tersebut. Kedua, berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban para pemilik kepemilikan yang bersifat lahiriah, sebagai
akibat atau hasil dari kegiatan investasinya.
2.
Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity )
Syakhshiyyah Qanuniyyah adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya
untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi,
sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung
pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.
3.
Wahdah Muhasabiyyah ( Kesatuan Akuntansi )
Wahdah Muhasabiyyah adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi
ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh buku-buku akuntansi dan apa yang
harus diangkat oleh laporan keuangan baik berbentuk data keuangan yang
sudah dikenal ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji
untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap
informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah yang akan terealisir
pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan
c.
Istimrariyyah ( Kontinuitas )
Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi pandangan bahwa perusahaan
itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan
likuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi
mengarah kepada kebalikannya. berdasarkan pendefinisian terhadap prinsip ini
maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
umur perusahaan tersebut tidak tergantung pada umur
para pemiliknya
prinsip ini merupakan bagian dari fitrah dari manusia
yang Allah SWT ciptakan manusia atas dasar fitrah tersebut
prinsip ini dalam kaitannya dengan usaha investasi,
merupakan suatu kaidah yang umum
sebagai akibat dari prinsip ini, maka seluruh
transaksi-transaksi,dan tindakan-tindakan manajemen, baik intern maupun
ekstern, haruslah menjadikan prinsip ini sebagai pelajaran, mulai dari
penentuan asas pendanaan kegiatan investasi sampai pengukuran hasil-hasil akhir
dan pengilustrasian hasil-hasil kegiatan dan neraca yang menentukan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban
sesungguhnya penerapan prinsip ini haruslah
memperhatikan faktor-faktor pasar, baik segi penambahan, pengurangan,
perluasan, dan penyempitan dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan secara
langsung dengan kelangsungan kegiatan
d. Muqabalah ( Matching )
Muqabalah adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi,
dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari
segi yang lainnya. Sebab, setiap sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya
suatu tindakan yang mendahuluinya, yang didasari oleh tujuan tertentu. Dan
untuk selanjutnya, kedua kejadian tersebut harus saling dikaitkan guna
mengetahui pengaruh-pengaruh yang di akibatkannya
E. Konsep Akuntansi Syariah
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli (dikenal dengan “Bapak Akuntansi”) memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran. Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep praktik akuntansi Islam pada saat ini mulai berkembang dengan pesat. Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut
Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna
Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
Transaksi yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahnKarakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran (2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan zakat. Selain itu dalam ayat lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan (borg).[7]
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir surat (QS 2:283) tersebut.
“….dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu….”
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.[8]
Kerangka Konseptual Akuntansi
Kerangka konseptual adalah struktur teori akuntansi yang didasarkan pada penalaran logis yang menjelaskan kenyataan yang terjadi dan menjelaskan apa yang harus dilakukan apabila ada fakta atau fenomena baru. Kerangka konseptual digambarkan dalam bentuk hirarki yang memiliki beberapa tingkatan. Pada tingkatan teori yang tinggi, kerangka konseptual mengindentifikasi ruang lingkup dan tujuan pelaporan keuangan. Pada tingkatan selanjutnya, karakteristik kualitatif dari informasi keuangan dan elemen keuangan didefinisikan. Pada tingkatan operasional, kerangka operasional berkaitan dengan prinsip- prinsip dan aturan- aturan tentang pengakuan dan pengukuran elemen laporan keuangan. Artinya perumusan kerangka konseptual dimulai dengan penentuan tujuan yang menjadi landasan untuk menyusun elemen lain seperti karakteristik kualitatif dari informasi dan pengakuan serta pengukuran elemen laporan keuangan.
a. Kerangka Konseptual Akuntansi Konvensional
Banyak upaya yang dilakukan sebelum dihasilkan kerangka konseptual yang diterima secara luas. Hal ini dapat dilihat dari berbagai publikasi: A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) pada tahun 1966, Basic Concept and Accounting Principles Underlying Financial Statement (APB Opinion no 4) pada tahun 1970, Objectives of Financial Statement (Trueblood Report) pada tahun 1973, Statement of Accounting Thery and Theory Acceptance (SATTA) pada tahun 1977.
Financial Accounting Standard Board (FASB) selama periode 1978- 1985 menerbitkan Conceptual Framework for Financial Accounting and Reporting .yang terdiri dari enam komponen kerangka konseptual yang diberi nama Statement Of Financial Accounting Concept No 1- 6. Keenam komponen tersebut tercantum pada tabel 1 berikut.
Tabel 1
Komponen Kerangka Konseptual
SFAC No
|
Judul
|
Isi
|
Tahun
|
1
|
Objectives of Financial Reporting by Business Enterprise
|
Tujuan yang akan
dicapai dalam pelaporan keuangan
|
1978
|
2
|
Qualitative Characteristics of Accounting Information
|
Kualitas informasi
yang harus dipenuhi dalam pelaporan keuangan agar bermanfaat
|
1980
|
3
|
Elements of Financial Statements of Business Enterprise
|
Definisi dan
karakteristik elemen laporan keuangan
|
1980
|
4
|
Objectives of Financial Reporting by Nonbusiness Organizations
|
Tujuan yang akan
dicapai dalam pelaporan keuangan organisasi nirlaba
|
1980
|
5
|
Recognition and Measurement in Financial Statement of Business Enterprise
|
Kriteria Pengakuan
dan atribut pengukuran elemen laporan keuangan
|
1984
|
6
|
Elements of Financial Statements. A Replacement of FASB Concept Statement
No 3
|
Mengganti SFAC No 3
dan berlaku bagi organisasi nirlaba
|
1985
|
Sumber: Chariri, Anis
dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Halaman 121.
Pada level pertama,
tujuan kerangka konseptual mengindentifikasi tujuan pelaporan keuangan / why of accounting dan ini tertuang dalam
SFAC no 1 dan SFAC No 4. Pada level kedua mencakup SFAC No 2 dan No 3 (yang
kemudian diganti oleh SFAC no 6) yang mengindentifikasikan karakteristik
kualitatif dari informasi yang dihasilkan dan definisi elemen laporan keuangan.
Level kedua ini menjembatani level pertama dengan level ketiga yaitu how of accounting. Level ketiga
mendeskripsikan pedoman operasional yang digunakan untuk menentukan standar.
Upaya penyusunan struktur teori akuntansi dilakukan oleh
Belkaoui pada tahun 1980an dengan merumuskn hirarki elemen struktur teori
akuntansi seperti tampak pada gambar 1 berikut.
Gambar 1
Hirarki Elemen Struktur
Teori Akuntansi
1. Tujuan Laporan
Keuangan
|
2a. Dalil Akuntansi
|
2b. Konsep Teoritis
Akuntansi
|
3. Prinsip Akuntansi
|
4. Teknik Akuntansi
|
Sumber: Belkaoui,
Ahmed. 1998. Teori Akuntansi. Halaman 133.
Struktur teori
akuntansi Belkaoui seperti yang tergambar pada gambar 1 maupun seperti yang
tercantum pada tiga level kerangka konseptual FASB menunjukkan bahwa tujuan
pelaporan dan laporan keuangan merupakan dasar dari penyusunan prinsip
akuntansi yang pada akhirnya diturunkan pada aturan atau teknik akuntansi.
Tujuan pelaporan keuangan pada SFAC tercantum pada
beberapa paragraf. Salah satunya pada paragraf 50 (Chariri, Anis dan Imam
Ghozali. 2001:124) yang menyatakan bahwa pelaporan keuangan menyediakan
informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan
pengelolaan kepada pemilik (pemegang saham) atas pemakaian sumber ekonomi yang
dipercayakan kepadanya. Sedangkan perumusan tujuan laporan keuangan menurut
Belakoui (1998: 80) tergantung pada penyelesaian pertentangan kepentingan yang
ada dalam pasar informasi. Secara khusus laporan keuangan diakibatkan oleh
interaksi antara tiga kelompok yaitu: perusahaan, pemakai dan profesi
akuntansi. Belkaoui (1998: 83) merujuk APB Stat no 4 mengenai tujuan khusus
laporan keuangan yaitu menyajikan secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi
yang diterima umum, posisi keuangan, hasil usaha dan perubahan lain dalam
posisi keuangan.
Perlu dibedakan antara laporan keuangan (financial report) dan pelaporan
keuangan (financial reporting).
Pelaporan keuangan meliputi tidak hanya laporan keuangan namun juga media
pelaporan lain, yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan informasi
yang disediakan oleh sistem akuntansi. Sehingga dalam hal ini, Belkaoui
membahas lingkup tujuan yang lebih sempit dibandingkan FASB.
b.
Kerangka Konseptual Akuntansi Syariah
Kerangka konseptual
akuntansi syariah juga dibangun dari tujuan yang pada akhirnya digunakan untuk
merumuskan teknik akuntansi. Adnan (2005: 70) merumuskan kerangka konseptual
akuntansi syariah pada gambar 2 berikut.
Gambar 2
Kerangka Konseptual
Akuntansi Syariah
Syariah
Moral Sosial Ekonomi Politik
|
Akuntansi Syariah
|
Teknik:
|
Manusia:
Pemegang Kuasa+
Pelaksana
Dasar: Moralitas/
etika berdasarkan hukum Tuhan
|
Sumber,: Adnan, M.
Akhyar. 2005. Akuntansi Syariah: Arah, Prospek dan Tantangfannya. Halaman70
Tujuan dari akuntansi
syariah menurut Adnan ada dua hal. (1) membantu mencapai keadilan sosio-
ekonomi (Al Falah) dan (2) mengenal
sepenuhnya kewajiban kepada Tuhan, masyarakat, individu sehubungan dengan
pihak- pihak yang terkait pada aktivitas ekonomi yaitu akuntan, auditor,
manajer, pemilik, pemerintah dsb sebagai bentuk ibadah.
Selanjutnya manusia yang diberi amanah sebagai pemegang
kuasa melaksanakan aktivitas dengan moralitas dan etika yaitu: taqwa, kebenaran
dan pertanggungjawaban. Teknik juga dirumuskan dari tujuan akuntansi syariah
dengan dua komponennya yaitu pengukuran dan penyingkapan. Pada komponen
pengukuran dibahas kepentingan- kepentingan untuk tujuan zakat, penentuan dan
distribusi laba serta pembayaran pajak. Sedangkan di komponen penyingkapan
dijelaskan tentang pentingnya pemenuhan tugas dan kewajiban sesuai syariah:
harus halal, bebas riba dan penilaian zakat sesuai aturan yang ditetapkan Alloh
SWT berdasarkan Al Qur’an dan Hadits.
Badan yang menerbitkan standar akuntansi islam pada saat
ini adalah the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAO-IFI) yang didirikan sejak 1991 di Bahrain. Sampai dengan
saat ini telah diterbitkan 56 standar akuntansi Islam dalam bidang akuntansi,
auditing, governance dan etika, seperti
tertera pada tabel 2. Anggota Technical
Board AAOIFI berjumlah 20 orang, dengan 115 anggota yang mewakili 27
negara. Saat ini juga sedang disusun program Certified Islamic Public Accountant (CIPA) yang akan segera
disebarluaskan ke beberapa negara (Alchaar, 2006).[9]
Tabel 2
Standar Akuntansi yang
Telah Diterbitkan AAOIFI
Accounting
Financial Accounting Statements
- Objective of Financial Accounting of Islamic Banks and Financial Institutions
- Concepts of Financial Accounting for Islamic Banks and Financial Institutions
Financial Accounting Standards
- General Presentation and Disclosure in the Financial Statements of Islamic Banks and Financial Institutions
- Murabaha and Murabaha to the Purchase Orderer
- Mudaraba Financing
- Musharaka Financing
- Disclosure of Bases for Profit Allocation between Owners' Equity and Investment Account Holders and Their Equivalent
- Salam and Parallel Salam
- Ijarah and Ijarah Muntahia Bittamleek
- Istisna'a and Parallel Istisna'a
- Zakah
- Provisions and Reserves
- General Presentation and Disclosure in Financial Statements of Islamic Insurance Companies
- Disclosure of Bases for Determining and Allocating Surplus or Deficit in Islamic Insurance Companies
- Investment Funds
- Provisions and Reserves in Islamic Insurance Companies
- Foreign Currency Transactions and Foreign Operations
- Investments
- Islamic Financial Services offered by Conventional Financial Institutions
- Contributions in Islamic Insurance Companies (New)
- Deferred Payment Sale
- Disclosure on Transfer of Assets (New)
- Segment Reporting (New)
Auditing
- Objective and Principles of Auditing
- The Auditor's Report
- Terms of Audit Engagement
- Testing by an External Auditor for Compliance with Shari'a Rules and Principles by an External Auditor
- The Auditor's Responsibility to Consider Fraud and Error in an Audit to Financial Statements (New)
Governance
- Shari'a Supervisory Board: Appointment, Composition and Report
- Shari'a Review
- Internal Shari'a Review
- Audit and Governance Committee for Islamic Financial Institutions
Ethics
- Code of Ethics for Accounting and Auditors of Islamic Financial Institutions
- Code of Ethics for the Employees of Islamic Financial Institutions
Sumber: AAOIFI. 2006.
Dengan demikian Konsep dasar (basic
consepts/basic feature) disebut juga asumsi atau postulat, adalah aksioma atau
pernyataan yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya karena secara umum
telah diterima kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan
lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan hukum dimana akuntansi beroperasi.
Jelas bahwa penentuan konsep dasar dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di
mana akuntansi beroperasi. Ia diturunkan dari tujuan laporan keuangan berfungsi
sebagai fondasi bagi prinsip-prinsip akuntansi. Sebagaimana dibahas sebelumnya,
tujuan laporan keuangan akuntansi syariah adalah untuk memberikan
pertanggungjawaban dan informasi. Menurut Belkoui, seperti dikutip oleh Rosjidi,
konsep dasar akuntansi adalah entitas akuntansi, kesinambungan, unit
pengukuran, dan periode akuntansi, yang masing-masing konsep dasar dibahas di
bawah ini:
1. Entitas Bisnis (Business Entity/al-Wihdah
al-Iqtishadiyah) Entitas atau kesatuan bisnis adalah perusahaan dianggap
sebagai entitas ekonomi dan hukum terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan
atau para pemiliknya secara pribadi. Syahatah menyebutnya sebagai kaidah
independensi jaminan keuangan. Oleh karena itu seluruh transaksi keuangan dan
informasi akuntansi hanya berhubungan dengan entitas dimaksud-perusahaan-yang
membatasi kepentingan para pemiliknya.
2. Kesinambungan (going concern). Konsep ini
merupakan suatu konsep yang menganggap entitas akan berjalan terus, apabila
tidak terdapat bukti sebaliknya. Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan
ini juga berkesinambungan. Manusia memang akan fana, tapi Allah akan mewariskan
semua yang ada di alam ini. Maka, seorang Muslim yakin bahwa anak-anaknya dan
saudara-saudaranya akan meneruskan aktifitas itu setelah ia meninggal. Mereka
juga yakin bahwa harta yang diperoleh dari aktifitas kerjanya itu adalah milik
Allah, seperti firman Allah, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
nafkahkanlah sebagian harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya... . Hal ini dapat dikaitkan dengan sabda Rasulullah SAW, sebagai
berikut, Allah menyayangi orang yang mencari nafkah yang baik dan
menafkahkannya secara sederhana (tidak berlebih-lebihan) serta menabung sisanya
untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari fakirnya. Ali bin Abi
Thalib juga pernah berkata, “berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan
hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati
esok hari” . Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk penentuan dan penghitungan
laba serta menghitung harga-harga sisa suplai untuk tujuan penghitungan zakat
harta. Dari sini dapat dipahami bahwa perhitungan zakat itu berdasarkan
kesinambungan (kontinuitas) sebuah perusahaan dan bukan berdasar penutupan atau
likuidasi suatu perusahaan. Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama
mengenai masalah ini.
3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The
Stability of the Purchasing Power of the Monetary Unit).
Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh Adnan dan Gaffikin terhadap suatu term yang biasanya disebut “unit pengukuran (unit of measure) atau “unit moneter (moneter unit) seperti digunakan oleh beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan pentingnya menilai aktifitas-aktifitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya dalam surat-surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan memposisikannya sebagai nilai-nilai terhadap barang-barang, serta ukuran untuk penentuan harga dan sekaligus sebagai pusat harga. Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa dipahami dalam akuntansi konvensional -uang kertas dan logam-, rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan maneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Mata uang emas dan perak tidak mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai intrinsik, nilai uang emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal inilah yang menyebabkan uang emas dan perak resisten terhadap efek inflasi. Pada zaman Rasulullah Saw., satu dirham (uang perak) senilai seekor ayam, satu dinar adalah nilai tukar seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai sekarang. Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa sekarang, pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Dalam suatu negara yang tidak menggunakan mata uang emas dan perak, postulat ini jelas tidak dapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi menjadikan ini sebagai rukhsah (keringanan) sebagai suatu kondisi darurat, untuk dapat menggunakan standar nilai uang sebagai unit pengukuran, selama belum ada solusi yang mampu mengatasinya. Penulis berharap akan ada usaha menuju perbaikan ke arah penerapan standar emas dan perak ini, secara bertahap.
Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh Adnan dan Gaffikin terhadap suatu term yang biasanya disebut “unit pengukuran (unit of measure) atau “unit moneter (moneter unit) seperti digunakan oleh beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan pentingnya menilai aktifitas-aktifitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya dalam surat-surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan memposisikannya sebagai nilai-nilai terhadap barang-barang, serta ukuran untuk penentuan harga dan sekaligus sebagai pusat harga. Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa dipahami dalam akuntansi konvensional -uang kertas dan logam-, rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan maneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Mata uang emas dan perak tidak mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai intrinsik, nilai uang emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal inilah yang menyebabkan uang emas dan perak resisten terhadap efek inflasi. Pada zaman Rasulullah Saw., satu dirham (uang perak) senilai seekor ayam, satu dinar adalah nilai tukar seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai sekarang. Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa sekarang, pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Dalam suatu negara yang tidak menggunakan mata uang emas dan perak, postulat ini jelas tidak dapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi menjadikan ini sebagai rukhsah (keringanan) sebagai suatu kondisi darurat, untuk dapat menggunakan standar nilai uang sebagai unit pengukuran, selama belum ada solusi yang mampu mengatasinya. Penulis berharap akan ada usaha menuju perbaikan ke arah penerapan standar emas dan perak ini, secara bertahap.
4. Periode Akuntansi.Dalam Islam, ada hubungan
erat antara kewajiban membayar zakat dengan dasar periode akuntansi (haul). Hal
ini sehubungan dengan sabda Rasulullah Saw., “Tidak wajib zakat pada suatu
harta kecuali telah sampai haulnya. Berdasarkan hadis ini, setiap Muslim secara
otomatis diperintahkan untuk menghitung kekayaannya setiap tahun untuk
menentukan besarnya zakat yang harus ia bayar . Mengenai waktu pembayarannya,
bila menggunakan kalender Hijriyah, maka awal tahun penghitungan zakat adalah
bulan Muharram. Adapun bila menggunakan kalender Masehi, awal tahun adalah
bulan Januari.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Akuntansi Syari’ah adalah Secara
etimologi , kata akuntansi berasal dari bahasa inggris, accounting, dalam
bahasa Arabnya disebut “ Muhasabah” yang berasal dari kata hasaba, hasiba,
muhasabah atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya
menimbang, memperhitungkan mengkalkulasikan, mendata, atau menghisab, yakni
menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan
tertentu.
Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka.adapun konsep dasar akuntansi syariah
Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka.adapun konsep dasar akuntansi syariah
1. Entitas Bisnis (Business Entity/al-Wihdah
al-Iqtishadiyah)
2.
Kesinambungan (going concern).
3. Stabilitas
Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the Purchasing Power of the Monetary
Unit).
4. Periode
Akuntansi
B.
SARAN
Kepada seluruh mahasiswa agar mendalami akuntansi syariah dimana
sesuai dengan background ekis dan klebih memajukan ekonomi syariah kedepannya
khususnya akuntansi syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Mulawarman, Aji
Dedi. 2006. Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi
Syari’ah Dari Wacana Ke Aksi. Penerbit Kreasi Wacana. Jogjakarta.
Mulawarman, Aji
Dedi. 2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syariah. Simposium Nasional
Akuntansi X. Unhas Makassar. 26-28 Juli
Mulawarman, Aji
Dedi. 2007b. Menggagas Neraca Syariah Berbasis Maal: Kontekstualisasi “Kekayaan
Altruistik Islami”. The 1st Accounting Conference. FE-UI Depok. 7-9
Nopember.
Mulawarman, Aji
Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah Berbasis Trilogi
Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3. Unpad. Bandung.
14-15 Nopember.
Mulawarman. 2006. Proses
rekonstruksi sinergis VAS dan EVAS untuk membentuk SVAS.
http://akuntansi-syariah.blogspot.com/2008/02/pengantar-akuntansi-syariah-bagian-1.html
[3]http://akuntansi-syariah.blogspot.com/2008/02/pengantar-akuntansi-syariah-bagian-1.html
[5] Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah
Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3.
Unpad. Bandung. 14-15 Nopember.
[6] Mulawarman, Aji Dedi. 2006. Menyibak Akuntansi Syariah:
Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syari’ah Dari Wacana Ke Aksi. Penerbit
Kreasi Wacana. Jogjakarta.
[7]Mulawarman, Aji Dedi. 2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syariah. Simposium
Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar. 26-28 Juli
[9]Op.chit,http://akuntansisyariah.multiply.com/journal/item/1/Kerangka-KonseptualAkuntansi-Konvensional-versus-Akuntansi-Syariah?
[10]Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah
Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3.
Unpad. Bandung. 14-15 Nopember.
Comments
Post a Comment