PEMUTUSAN GARIS KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF



PEMUTUSAN GARIS KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF (Kabupaten Bone)
Oleh: Irfan Syamda[1]

PENDAHULUAN
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah Indonesia telah mempunyai perhatian besar dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea ke-empat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan, tetapi dalam kenyataannya kemiskinan tidak pernah berkurang secara signifikan, orang miskin bertambah miskin dan yang kaya semakin kaya.
Semangat untuk mengentaskan kemiskinan cenderung muncul dari hawa nafsu yang banyak dipengaruhi oleh berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan pribadi atau individu yang memegang kekuasaan hingga kepentingan asing. Alhasil, sampai sekarang dan mungkin sampai hari kiamat, kemiskinan tersebut akan terus meningkat dan muncul dengan berbagai varian penyebabnya.
Kalau kita perhatikan data kemiskinan di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), presentase penduduk miskin di Indonesia tahun 2013 masih terus bertambah, yaitu pada September 2013 mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen) atau meningkat 0,48 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 tercatat 28,07 juta orang (11,37 persen).[2] Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.[3]
Dari data-data di atas sangat mengerikan bagi umat Islam, karena sebagian besar yang termasuk kategori miskin adalah masyarakat muslim. Hal ini sangatlah aneh karena banyak orang Islam yang miskin, padahal mayoritas pemimpin kita muslim. Dan Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas atau penduduk Islam terbanyak di dunia.
Ada sesuatu yang dilupakan umat Islam, yaitu perberdayaan zakat pada sektor riil atau pendayagunaan zakat produktif. Seperti yang terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar jumlah zakat yang terkumpul tidak dapat didistribusikan lagi, karena jumlah orang miskin atau yang berhak menerima zakat tidak adalagi, sehingga zakat itu didistribusikan ke negara –negara tetangga. Hal seperti inilah yang harus diterapkan dalam pengelolaan zakat secara produktif sehingga dapat mengurangi jumlah kemiskinan atau memutuskan rantai kemiskinan.

Defenisi Miskin
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dan lain-lain.[4]
Dalam  Kamus  Besar  Bahasa Indonesia, kata "miskin" diartikan sebagai tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah).  Sedangkan  fakir diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan; atau sangat miskin.
Dari bahasa aslinya (Arab)  kata  miskin  terambil  dari  kata sakana  yang  berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung.  Faqir  adalah orang  yang  patah  tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga "mematahkan"  tulang punggungnya.[5]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa miskin adalah suatu keadaan berada dalam ketidak mampuan baik secara materi, mental, maupun fisik.

Faktor Penyebab Kemiskinan
Memperhatikan akar kata "miskin" yang disebut di atas  sebagai berarti  diam atau tidak bergerak diperoleh kesan bahwa faktor utama penyebab kemiskinan adalah sikap berdiam  diri,  enggan, atau  tidak  dapat  bergerak dan berusaha. Keengganan berusaha adalah   penganiayaan   terhadap    diri    sendiri,    sedang ketidakmampuan    berusaha   antara   lain   disebabkan   oleh penganiyaan  manusia  1ain.   Ketidakmampuan   berusaha   yang disebabkan oleh orang lain diistilahkan pula dengan kemiskinan struktural. Kesan ini lebih jelas lagi bila diperhatikan bahwa jaminan rezeki yang dijanjikan Tuhan, ditujukan kepada makhluk yang dinamainya  dabbah,  yang  arti  harfiahnya  adalah  yang bergerak.[6]
Setiap orang memiliki potensi untuk maju dan merubah keadaannya. Seseorang tidak mungkin bisa berubah kecuali kalau dia sendiri merubah dirinya. Allah akan memberi rezeki pada setiap orang yang berusaha untuk mendapatkannya rezeki-Nya.
Mungkin pernah terlintas dibenak kita sebagai umat Islam bahwa kemiskinan yang dialami seseorang disebabkan karena keturunan dan mungkin tidak bisa berubah. Pikiran tersebut adalah pikiran yang salah. Karena manusia bisa saja merubah nasibnya kalau dia memiliki keinginan untuk mengubahnya.
Kemiskinan yang melanda dunia Islam dalam perspektif Qur’ani telah diidentifikasikan oleh Ul-Haq (1996) yang dikutip pada artikel ”Perspektif Ekonomi Islam Dalam Mengentaskan Kemiskinan Rakyat Aceh”,sebagai berikut:[7]
1)      Kemiskinan yang dialami masyarakat Islam adalah disebabkan oleh ketidaktaatan terhadap ajaran Ilahi. Ini misalnya terjadi akibat ada segolongan manusia yang memakan harta anak yatim (Q.S. al-Maun: 1-7) dan membiarkan anak-anak yatim yang belum akil baligh untuk mengurus hartanya (Q.S. an-Nisa': 6).
2)      Kemiskinan terjadi bukan karena kekurangan atau kelangkaan SDA, tetapi disebabkan tangan manusia sendiri. Firman Allah SWT; dan apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri… (Q.S. as-Syura: 30).
3)      Kemiskinan itu terjadi akibat tidak bertanggungjawabnya orang kaya (bahasa Aceh: ureung kaya) terhadap ureung gasien. Allah berfirman; dan yang mengumpulkan harta kekayaan lalu menyimpannya (dengan tidak membayar zakatnya) (Q.S. al-Ma'arij: 18); dan Kamu telah dilalaikan (daripada mengerjakan amal bakti) oleh perbuatan berlumba-lumba untuk mendapat dengan sebanyak-banyaknya (harta benda, anak-pinak, pangkat dan pengaruh) (Q.S. at-Takatsur: 1).
4)      Kemiskinan itu disebabkan oleh praktek diskriminasi alokasi hasil eksplorasi SDA oleh segolongan manusia terhadap golongan yang lain (Q.S. Ali Imran: 180; at-Taubah: 34; al-Anfal: 8 & 40, dan al-Hadid: 7).
5)      Kemiskinan itu terjadi akibat daripada sikap manusia yang malas bekerja. Manusia selalu rugi (Q.S. al-'Ashr: 1-3) tanpa mau bekerja (Q.S. al-Jum'ah: 10) dan meminta-minta adalah pekerja terkutuk (Q.S. al-Haqq: 34).
6)      Kemiskinan itu terjadi akibat terkonsentrasinya kekuasaan politik dan ekonomi pada golongan tertentu. Ini dapat dilihat dari kisah Fir'aun dengan kaum Israil di Mesir dan cerita perbedaan kesejahteraan yang eksis antara warga Mekkah dan kaum Quraisy pada zamam Rasulullah SAW. Inilah sebabnya zakat diwajibkan agar harta itu tidak terkonsentrasi pada golongan tertentu saja. Demikian pula, institusi syura (musyawarah) seharusnya dapat dioptimalkan dalam menyelesaikan permasalahan umat sehingga konsentrasi kekuasaan politik oleh golongan elit tereliminir.
7)      Kemiskinan itu terjadi akibat pengeksploitasian dan penindasan baik dalam aspek sosial, politik dan ekonomi oleh golongan tertentu atas golongan lainya. Ini dapat dilihat dari sistem perbudakan (slavery) dan praktek riba dalam sistim pinjam-meminjam yang berlaku pada zaman Rasulullah SAW. Realitas ini telah mendorong Karl Marx menulis bahwa, orang-orang kaya senantiasa mengeksploitasi buruh dan modalnya untuk memperkaya diri sendiri tanpa pernah terpikirkan untuk mengentaskan kemiskinan yang mendera kaum lemah.
8)      Kemiskinan itu terjadi akibat malapetaka dan perang. Kondisi ini seperti dikisahkan al-Qur'an tentang kemiskinan yang dialami para korban perang yang telah diusir dari kampung halamannya (Q.S. al-Hasyr: 8-9).

Peran Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bone, klasifikasi penduduk miskin di kabupaten Bone pada tahun 2011, yaitu 20,058% kategori sangat miskin, 23,783% kategori miskin, dan 23,865% kategori miskin.[8] Dari data ini tentulah sangat memperhatikan, karena sekitar 67,707% termasuk dalam garis kemiskinan. Hal ini tentu sangatlah memperhatinkan, mengingat kabupaten Bone merupakan mayoritas Muslim, sekitar 98% adalah umat Islam.
Dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten Bone ini tentulah dibutuhkan kerja keras oleh pemeritah, jika hanya mengandalkan bantuan pemerintah dengan bantuan yang bersifat konsumtif seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), dan bantuan lainnya seperti Program Nasional Pemberdayaan Nasional (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program-program ini belum bisa menjawab masalah kemiskinan di kabupaten Bone.
Salah satu yang dapat menjadi solusi dalam pengentasan kemiskinan di kabupaten Bone yaitu dengan pemberdayaan zakat, yaitu mulai dari pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan harus dimenejeril dengan baik, transparan, sehingga masyarakat tidak ragu dalam mengeluarkan zakat.
Potensi zakat yang ada di kabupaten Bone, yaitu penduduk yang beragama Islam 98% (684.780 jiwa), jika diasumsikan 30% (205.434 jiwa) yang mampu membayar zakat dengan kemampuan bayar zakat Rp. 750.000/tahun atau 62.500/bulan, jadi dana zakat yang dapat terkumpul dalam waktu 1 tahun yaitu sebesar Rp. 154.075.500.000/tahun atau Rp. 12.839.625.000/bulan. Angka ini sangatlah fantastik jika zakat dikelolah dengan baik (pengumpulan dan pendayagunaan secara produktif).
Berikut skema pemutusan garis kemiskinan melalui pemberdayagunan zakat secara terorganisir dan produktif.[9]

Penutup
Miskin adalah suatu keadaan berada dalam ketidak mampuan baik secara materi, mental, maupun fisik. Kemiskinan merupakan problem yang sangat ironis bagi umat Islam, sebagai mayoritas umat Islam dan tergolong dalam kategori miskin. Dalam mengentaskan kemiskinan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat. Selain itu, sebagai umat Islam harus kembali kepada sistem perekonomian yang telah diaturkan dan disunnahkan Allah swt. Namun yang terpenting adalah dengan memberdayagunkan zakat secara produktif.
Rujukan
Abd. Majid, Shabri. Perspektif Ekonomi Islam Dalam Mengentaskan Kemiskinan Rakyat Aceh. Jakarta: RadjaGrafindo, 2008

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone. Kabupaten Bone Dalam Angka 2013. Watampone: CV 21 COM, 2013

http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan  diakses pada tanggal 7 Januari 2015
Khalil, Jafrill, Ph.D, Jihad Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata Publising, 2010
Shihab, Dr. M. QuraishM.A. Wawasan Al-Qur’an tentang Miskin. Dikutip dari www.media.isnet.org  pada tanggal 7 Januari 2015

Syaparuddin, Dr. S.Ag., M.Si., Orientasi Mata Kuliah Manajemen Zakat Semester 7 Jurusan Syariah Program Studi Ekonomi Islam. STAIN Watampone



[1]  Mahasiswa Ekonomi Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Watampone
[3] Jafril Khalil, Ph.D, Jihad Ekonomi Islam. (Jakarta: Gramata Publising, 2010), hlm.2-3
[4] Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan diakses pada tanggal 7 Januari 2015
[5] Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan Al-Qur’an tentang Miskin. Dikutip dari www.media.isnet.org pada tanggal 7 Januari 2015
[6] Ibid,
[7]Shabri Abd. Majid, Perspektif Ekonomi Islam Dalam Mengentaskan Kemiskinan Rakyat Aceh, (Jakarta: RadjaGrafindo, 2008), hlm.5-8
[8] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bone. Kabupaten Bone Dalam Angka 2013. (Watampone: CV 21 COM, 2013), h. 305
[9] Dr.Syaparuddin, S.Ag., M.Si., Orientasi Mata Kuliah Manajemen Zakat Semester 7. STAIN Watampone

Comments

Popular posts from this blog

Khutbah Jumat Bahasa Bugis

Khutbah Bahasa Bugis

Khutbah Idul Adha Versi Bahasa Bugis