Prospek Asuransi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Asuransi pada awalnya adalah suatu
kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan
individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara umum, konsep asuransi
merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing
menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila
kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadianggota perkumpulan
itu, maka kerugian akan ditnggung bersama oleh mereka (Encyclopedia Britanica,
dalam Sukarsono, 2004: 112).Kebutuhan akan jasa perasuransian semakin dirasakan
baik oleh individu maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana
finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi resiko yang
mendasar atau dalam menghadapi resiko atas harta yang dimiliki. Demikian pula
hukumnya dalam dunia usaha yang menjalankan kegiatannya saat manghadapi
berbagai resiko yang mungkin dapat mengganggu kesinambungan usahanya.
Definisi asuransi dapat dilihat dari
lima sudut pandang; yaitu sudut pandang ekonomi, hukum, bisnis, sosial maupun
matematika (Darmawi, 2004:2). Tidak ada satu definisi yang bisa memenuhi
masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang unik yang
di dalamnya terdapat lima aspek tersebut.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 1992 menyebutka bahwa asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua orang atau lebih yang mana pihak penanggung mengikatkan
diri pada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukumkepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari sebuah peristiwa yang tidak
pasti atau untuk memberikan suatu pembayaranyang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari pengertian asuransi tersebut
diketahui adanya tiga uuunsur pokok dalam asuransi yang dipandang bertentangan
dengan nilai-nilai syari’ah yaitu bahaya yang dipertanggung jawabkan, premi
pertanggungan dan sejumlah uang ganti rugi pertanggungan.
Untuk mencari jalan keluar dari
berbagai macam unsur yang dipandang tidak sejalan dengan syari’ah, telah
diusahakan adanya perusahaah asuransi yang menekannkan sifat saling menanggung,
saling menolong dai antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut
ajaran Islam (Azhar Basyir, 1993:3).
Perkembangan asuransi di Indonesia
cukup menggembirakan. Pada tahun 1994 Asuransi Takaful sebagai pemain tunggal
dalam bisnis asuransi Islam, maka tahun 2001 mulai muncul pesaing baru yaitu
Asuransi Syari’ah Mubarakah. Setelah itu banyak perusahaan asuransi
konvensional yang terpikat membuka devisi cabang syari’ah dengan mengelola
usahanya sesuai dengan syari’ah misalnya MAA life Assurance, Asuransi Jiwa
Great Eastern, Asuransi Bumi Putera (Majalah Modal, No. 2/I Desember 2002,
halaman 32-33)dan lain sebagainya.
Sejak lahir tahun 2002 asuransi
Islam mulai membka kerja sama dengan perbankan syari’ah dengan mengeluarkan
produk bancassurance, produk ini sebagai salah satu metode pemasaran akan
memberikan keuntungan di mana nasbah dapat memperoleh layanan produk, baik
produj asuransi maupun bank dalam satu atap. Selain itu nasbah memperoleh
kenyamanan dan kemudahan karena umumnya bank bekerja sama dengan perusahaan
asuransi terpilih. Nasabah juga mendapatkan standar layanan yang sama dari
bank.
Dengan analisis SWOT kita dapat
menggambarkan sejauh mana dan seberapa besar prospek ke depan perkembangan dan
kemajuan asuransi syari’ah di Indonesia di masa mendatang.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah Asuransi Syari’ah ?
2.
Bagaimana
Prinsip-prinsip dalam Asuransi Syari’ah ?
3.
Bagaimana
Syarat-syarat utama dalam Asuransi Syari’ah ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Dapat
memahami sejarah Asuransi Syaria’ah.
2.
Dapat
memahami Prinsip-prinsip dalam Asuransi Syari’ah.
3.
Dapat
memahami Syarat-syarat utama dalm Asuransi Syari’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Asuransi Syari’ah
1. Konsep
Aqilah Pada Masa pra- Islam
Dalam sejarah pra Islam, jika ada
salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka si pembunuh
dikenakan diyat dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat ditanggung
oleh anggota suku yang lain. Aqilah adalah adalah praktek yang biasanya terjadi
pada suku Arab kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap
anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan mendapatkan bayararan
sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan sanak famili si pembunuh.
Penutupan oleh sanak famili pembunuh itu disebut aqilah, disangka benar untuk
membanyar uang darah untuk kepentingan si pembunuh (Hasan Ali, 2004: 67-68).
2. Pada
masa awal Islam
Denda kesalahan (tidak sengaja)
pernah diwajibkan pada zaman Rasulullah SAW, masa Abu Bakar dan pada masa
permulaan pemerintahan Umar atas kesalahan yang dilakukan oleh Ahli Ashirah (M.
Rawwuas, 1999: 7-8).
3. Awal
abad 20 M
Pada paruh kedua abad 20 di berbagai
negara Timur Tengah dan Afrika mulai mencoba mempraktekkan asuransi dalam
bentuk takaful. Perusahaan asuransi Islam yang lahir pertama kali adalah The
United Insurance Company (Sudan) Ltd. pada tahun 1968. Kemudian diikuti dengan
berdirinya Islamic Insurance di Sudan pada tahun 1979 dan Islamic Arabic
Insurance Co. (Dallah al Barakah Group) pada tahun 1979 (Hasan Ali, 2004:
70-74). Dalam buku dan webnya, Billah telah memberikan daftar beberapa
perusahaan asuransi yang berkembang khususny di belahan negara Timur Tengah dan
beberapa perusahaan asuransi di negara lain. Sejarah asuransi Islam di
Indonesia dimulai dengan berdirinya Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25
Agustus 1994.
Pendirian asuransi takaful Indonesia
diprakarsai oleh tim pembentuk asuransi takaful Indonesia (TEPATI) yang
dipelopori oleh ICMI melalui yayasan Abdi Bangsa, Bank Mu’amalat Indonesia,
Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Departemen Keuangan dan pengusaha
muslim Indonesia. Untuk mengakomodir UU. Nomor : 2 1992 tentang usaha
Perasuransian, maka didirikanlah PT. Syarikat Takaful Indonesia (STI) sebagai
Bolding Company pada tanggal 24 Februari 1994 dengan memiliki dua anak
perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful Umum
(Hasan Ali, 2004: 76). Setelah itu berdirilah beberapa perusahaan asuransi
Islam baik hasil konversi dari asuransi konvensional maupun cabang/ devisi
syari’ah dari perusahaan asuransi konvensional (terdapat tiga model asuransi
syariah di Indonesia, yaitu (1) murni Syari’ah, misalnya asuransi takaful (2)
konversi ke syari’ah, misalnya asuransi Syari’ah Mubarakah dan (3) Cabang/
devisi syari’ah, misalnya MAA Life Assurance, Asuransi Great Eastern dan
Asuransi Bumi Putera dan sebagainya.
B.
Definisi
Asuransi Syari’ah
Dalam
fatwa dewan syariah Nasional (DSN) no. 21/ DSN-MUI/ X/ 2001 tentang pedoman
umum asuransi syari’ah dinyatakan bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful atau
tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah
orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang
memberikan polla pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah (tidak mengandung unsur gharar /
penipuan, maisir/ perjudian, riba, zulm/ penganiayaan, risywah/ suap, barang
haram dan maksiat) (Dewan Syariah, 2001). Sedangkan Praja mengatakan bahwa
takaful adalah saling memikul resiko di antara sesama orang sehingga antara
satu dengan lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul
resiko itu dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru’) yang ditujukan untuk
menanggung resiko tersebut (Muhammad, 2001: 11).
C.
Latar
Belakang Berdirinya Asuransi Syari’ah
Paling
tidak menurut hemat penulis terdapat 4 latar belakang berdirinya asuransi
Islam, yaitu:
1. Hanya
trend semata
Hal ini bisa dibuktukan dengan
semakin banyaknya perusahaan asuransi yang mengelola usahanya sesuai dengan
syariah. Mereka lebih melihat peluang bisnis asuransi syariah yang memang masih
sangat terbuka lebar dan juga mempertimbangkan kebutuhan pasar.
2. Murni
Kebutuhan
Akhir- akhir ini resiko dan
peristiwa yang tidak diharapkan cenderung mengalami peningkatan yang
signifikan. Kejahatan dan kriminalitas semakin merajalela. Sehingga kebutuhan
akan hadirnya jasa asuransi (syariah) untuk melindungi diri dan harta benda
menjadi sebuah keniscayaan.
3. Rekonseptualisasi
dari asuransi konvensional
Umat Islam menilai bahwa apa yang
telah diprektekkan oleh perusahaan asuransi konvensional selama ini kurang
bahkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sehingga mereka berusaha
untuk "mengislamkan" asuransi konvensional dengan proses Islamisasi.
Unsur-unsur dalam perusahaan asuransi konvensional yang tidak sesuai dengan
syariah (seperti maisir, gharar, riba, risywah, zulm, haram dan maksiat)
diminimalisir bahkan dihilangkan, diganti dengan konsep yang sesuai dengan
syariah.
4. Sebagai
alternatif bagi (calon) nasabah
Sebagaimana perbankan syariah, umat
islam juga ingin mendirikan asuransi syariah sebagai alternatif pilihan bagi
calon nasabah. Dengan keunggulan sistem yang diusung terutama dalam hal akad,
diharapkan umat islam lebih mamilih asuransi syariah atau mengalihkan
pembayaran preminya ke asuransi syariah.
D.
Prinsip-Prinsip
Dasar Asuransi Syari’ah
a. Tauhid
(unity);
b. Keadilan
(justice);
c. Tolong-menolong
(ta’awun);
d. Kerja
sama (cooperation);
e. Amanah
(trustworthy/ al-amanah);
f. Kerelaan
(ar-ridho);
g. Larangan
riba;
h. Larangan
maisir (judi);
i.
Larangan ketidakpastian (gharar);
j.
Larangan haram dan maksiat (Hasan
Ali, 2004: 125-136);
k. Saling
bertanggungjawab;
l.
Saling bekerja sama atau saling
bantu-membantu;
m. Saling
melindungi penderitaan satu sama lain (Kholil, dalam Sudarsono, 2004: 115-116).
E.
Syarat-syarat
Utama Dalam Asuransi Syari’ah
Asuransi
Syari’ah harus memiliki persyaratan utama agar dapat beroprasi secara Islam:
1. Syarat-
syarat produk yang sesuai dengan syari’ah
2. Syarat-ayarat
bermitra yang sesuai dengan syariah
3. Syarart
-syarat investasi yang sesuai dengan syariah
4. Syarat
-syarat manajemen yang sesuai dengan sesuai dengan syariah (Sudarsono: 2004:8).
Ke
empat persyaratan di atas telah disepakati oleh para ahli undang- undang Islam.
Hal itu dituangkan dalam beberapa kesempatan, yaitu:
1. Konferensi
pertama pakar ekonomi Islam di Makkah tahun 1389 H.
2. Fatwa
Dewan ulama studi Arabia yang dikeluarkan tahun 1397 H.
3. Fatwa
Ahli Perundangan Islam (Liga Musli) yang dikeluarkan tahun 1398 H.
4. Konferenasi
organisasi cendekiawan perundangan Islam yang dikeuarkan tahun 1405 H.
F.
Perbedaan
Asuransi Syari’ah Dengan Konvensional
Perbedaan
asuransi dalam Islam danasuransi konvensional meliputi:
a. Keberadaan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perusahaan asuransi Islam merupakan suatu
keharusan. Dewan ini berperan mengawasi manajemen, produk serta kebijakan
investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
b. Prinsip
asuransi adalah takaful (tolong menolong) sedangkan prinsip asuransi
konvensional adalah tabaduli (jual beli antara nasabah dengan perusahaan).
c. Dana
yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi Islam (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah berdasarkan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan
investasi dana yang dilakukan pada berbagai sektor dengan sistem bunga.
d. Premi
terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah (shahib al mal).
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya (madharib).
Sedangakan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan
perusahaaan memiliki otoritas penuh untuk menetapakan kebijakan pengelolaan
dana tersebut.
e. Untuk
kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru’
seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk kepentingan tolong menolong jika
ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana
pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
f. Keuntungan
investasi dibagi dua di antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan
selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional,
keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak ada klaim, maka
nasabah tidak mendapatkan apa-apa (Heris Sudarsono, 2004: 118-119).
g. Prinsip
produk. Produk asuransi Islam bisa dimulai mudharabah, wadiah, tabarru’ dan
ta’awun. Jadi jika seseorang masuk asuransi perorangan berunsur saving dengan
prinsip mudharabah, maka nasabah dikenakan iuran tabarru’ dari jumlah yang
kecil dari uang premi yang disetorkan, maka sebaggian besar uangnya adalah
untuk investasi. Jadi, jika ia berhanti di tengah jalan maka sepenuhnya uang
tersebut akan dikembalikan oleh perusahaan kecuali sebagian kecil yang telah
diikhlaskan menjadi dana tabarru’.
h. Prinsip
kepemilikan. Apakah boleh jika asuransi Islam sepeneuhnya dimiliki oleh non
muslim? Perusahaan yng erat kaitannya dengan aktivitas umat Islam, saham
mayoritas seharunya dimiliki oleh orang Islam.
i.
Segi kepengurusan. Apakah
diperbolehkan jika orang non-musli menjadi pengurus asuransi Islam? Dalam
mengurus usaha-usaha yang erat kaitannya dengan masyarakat Islam, masalah
akidah tidak bisa dilepaskan. Kenapa demikian? Karena dari akidah inilah
kemudian muncul prinsip-prinsip kejujuran, amanah, tabligh, fathanah dan
keadilan terhadap para nasabah (Lutfi Hamid, 2003: 257-260).
G.
Karakteristik
Market Share Nasabah Asuransi Jiwa
Adiwarma
Karim membagi karakteristik pasar nasabah asuransi jiwa dalam tiga kelompok,
yaitu:
Kelopok
pertama disebut young ethical concious market. Mereka adalah nasbah kelas
pekerja yang baru berkeluarga atau keluarga muda berusia 25-35 tahun. Kelompok
ini adalah kelompok nasabah yang menginginkan produk berkualitas tetapi murah.
Mereka cukup antusias dalam merespon ide pengembangan asuransi Islam, tetapi
pada saat yang sama tetap menghendaki kenyamanan berasuransi. Kelompok yang
berpenghasilan minimal 3,5 juta perbulan ini bisa dilayani oleh asuransi
konvensional atau asuransi Islam.
Kelompok
kedua adalah kelompok yang disebuty sebagai variety seeking behavior market
yang mencerminkan pribadi-pribadi matang dalam mengelola bisnis. Di tengara
berusia antara 35-55 tahun. Mereka kebanyakan bercita-cita memiliki bisnis dan
tentulah cash flash sendiri. Mereka dicitrakan sebagai pribadi-pribadi yang
sangat menghargai ide-ide baru termasuk alternatif terobosan. Mereka mengakui
asuransi islam lebih utama tetapi pada saat yang sama mereka masih menggunakan
asuransi konvensional. Mereka cukup puas dengan layanan asuransi yang sekarang
sudah mereka nikmati tetapi masih terus berharap menemukan asuransi yang lebih
sesuai. Kelompok ini rata-rata berpenghasilan minimal 5 juta perbulan. Mereka
mewakili kelas menengah yang mapan dalam kehidupan ekonominya. Selain itu
mereka gemar mencari variasi baru dalam produk asuransi. Kelompok ini juga bisa
dilayani oleh asuransi Islam maupun asuransi konvensioanal.
Kelompok
ketiga dikategorikan sebagai sharia loyalist yang diwakili oleh orang-orang
yang yang dalam memilih produk asuransi lebi memilih untuk mengedepankan nilai
empati dan akhlak. juga pada produk-produk yang konsisten, teratur dan
bertanggung jawab. Dalam beberapa hal, kelompok ini cendeerung konservatif,
tradisional, mudah memberi kepercayaan, lebih berwawasan serta lebih
mengutamakan kualitas kehidupan mereka.
H.
Prospek
Asuransi Islam dalam Analisis SWOT
Agus Hariyadi (2000: 179-183)
menyebutkan bahwa ada beberapa aspek yang dapat menjadi peluang, ancaman
(tantangan), kekuatan dan kelemahan dalam memperluas jaringan bisnis asuransi
Islam di Indonesia.
Ø Peluang
Beberapa
peluang yang muncul adlam kaitannya dengan asuransi Islam di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Keunggulan
konsep asuransi Islam dapat memenuhi tuntutan rasa keadilan dari masyarakat.
2. Jumlah
penduduk beragama Islam di Indonesia lebih dari 180 juta orang.
3. Meningkatnya
kesadaran untuk bermuamalah sesuai dengan syariah tumbuh subur khususnya pada
masyarakat golongan menengah.
4. Meningkatnya
kebutuhan jasa asuransi karena perkembangan ekonomi umat.
5. Tumbuhnya
lembaga keuangan syariah (LKS) lainnya seperti bank dan rekadana.
6. Kompetitor
dalam bisnis asuransi Islam masih sedikit.
7. Berlakunya
undang-undang otonomi daerah yang akan memacu perkembangan ekonomi daerah.
8. Kebutuhan
meningkatkan pendidikan anak.
9. Meningkatnya
resiko pendidikan.
10. Meningkatnya
bea kesehatan (harga obat dan lain-lain).
11. Menurunnya
rasa tolong menoling di masyarakat (sudah tidak membudaya lagi).
12. Globalisasi
(teknologi internet sebagai penunjang bisnis.
13. Adanya
UU Dana Pensiun.
14. "Employe
Benefits" sebagai bagian dari paket perusahaan dalam rekruitmen keryawan.
Ø Ancaman/
tantangan
Adapun
ancaman atau tantangan yang akan dihadapi oleh asuransi Islam di Indonesia
adalah:
1. Globalisasi,
masuknya asuransi luar negeri yang memilki nilai kapital yang lebih besar dan
teknologi yang lebig canggih sehingga membuat premi asuransi menjadi lebih
murah.
2. Asuransi
konvensional dan lembaga keuangan lainnya yang lebih efisien.
3. Langkanya
ketersediaan SDM yang qualified dan memilki semangat syari’ah.
4. Citra
lembaga keunagn syariah yang belum mapan di kalangan masyarakat padahal
ekspektasi masyarakat terhadap LKS sangat tinggi.
5. Sarana
investasi syariah yang yang ada sekarang belum mendukung secara optimal utuk
perkembangan asuransi Islam.
6. Belum
ada UU dan PP yang secara khusus mengatur asuransi Islam.
7. Budaya
suap dan kolusi dalam asuransi kumpulan (group insurance) masih kental.
8. Alokasi
pengeluaran masyarakat untuk asuransi masih sangat terbatas, hal ini tampaknya
berkaitan dengan masalah sosialisasi asuransi dan pengalaman berasuransi.
Ø Kekuatan
danya
peluang dan ancaman asuransi Indonesia sebagaimana tersebut di atas, asuransi
Islam juga memiliki kekuatan dan kelemahan sebagaimana deskripsi berikut ini:
1. Tenaga
kerja profesional/ SDM inti yang kompeten dan memliki integritas moral dan
ghirah Islam yang berada dalam sebuahteamwork yang solid.
2. Pemegang
saham yang memiliki visi dan misi syariah yang jelas.
3. Kelompok
pemegang saham mampu mengusahakan "capital marker" awal.
4. Kelompok
pemegang saham diharapkan memiliki potensi network yang bisa diintegrasikan
dengan sistem yang dimiliki "profesional teamwork".
5. Kelompok
pemegang saham diharapkan memmiliki infra struktur teknologi dan potensi tenaga
ahli, misalnyafund manager.
6. Dalam
aspek legal, sifat perjajnian yang memenuhi syarat syariah mampu memberi rasa
aman kepada peserta asuransi Islam selain unsur duniawi semata.
7. Adanya
unsur dakwah.
8. Produk
asuransi bersifat tranparan.
Ø Kelamahan
1. SDM
pendukung (lapisan kedua dan sebagainya) belum banyak memahami bisnis syariah.
2. Dalam
hal pemasran, alternatif distribusi rellatif masih terbatas dibanding pola
konvensional.
3. Kimpleksitas
dalam administrasi syariah (misalnya dalam perhitungan bagi hasil dan tingkat
hasil investasi memerlukan dukungan sistem yang handal.
4. Permodalan
yang terbatas akan mempengaruhi:
a. Sistem/teknologi
pendudkung manajemen
b. Strategi
bisnis
c. Ketersediaan
infrastruktur (internal/eksternal, customer support, etc)
5. Apabila
pemegang saham kurang menghargaipentingnya investasidi bidang IT sebagai
"modelling tools" dan "administrasi tools".
6. Pengalaman
langsung/ penerapan model terhadap bisnis riil belum cukup (baru pada tahap
teoritis).
7. Lemahnya
"public relations"untuk mengkomunikasikan keunggulan LKS (idealnya
beralih dari "slowterm/ hit and run marketing" menjadi longterm
marketing/ customer relationship).
Setelah terpetakan kekuatan dan kelemahan asuransi Islam di Indonesia, perlu pula dimunculkankendala dan strategi pengembangan asuransi Islam di Indonesia.
Setelah terpetakan kekuatan dan kelemahan asuransi Islam di Indonesia, perlu pula dimunculkankendala dan strategi pengembangan asuransi Islam di Indonesia.
I.
Kendala
dan Strategi Pengembangan Asuransi Syari’ah di Indonesia
1. Kendala
Asuransi Syari’ah
Dalam
pengembangannya asuransi Islam menghadapi beberapa kendala, di antaranya:
a. Rendahnya
tingkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan asuransi Islam yang relatif
baru dibanding dengan asuransi konvensional yang telah dikenal masyarakat baik
nama maupun operasinya.
b. Asuransi
bukanlah bank yang mempunyai peluang lebih banyak untuk bisa berhubungan dengan
masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan. Artinya, masyarakat lebih
mempunyai kepentingan dengan produk-produk bank. Sebaliknya, masyarakat kurang
berkepentingan dengan produk-produk asuransi.
c. Asuransi
Islam masih dalam proses pencarian bentuk. Oleh karenanya diperlukan
langkah-langkah sosialisasi, baik untuk mendapatkan perhatian masyarakat maupun
sebagai upaaya mencari masukan demi perbaikan sitem yang ada.
d. Rendanya
profesionalisme sumber daya manusia (SDM)menghambat laju pertumbuhan asuransi
Islam. Penyediaan sumber daya manusia dapat dilakukan kerjasama dengan berbagai
pihak terutama lembaga-lembaga pendidikan untuk membuka atau memperkenalkan
pendidikan asuransi Islam (Heris Sudarsono, 2004: 120-121).
2. Sedangkan
strategi pengembangan asuransi Syari’ah adalah:
a. Perlu
strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya untuk memenuhi pemahaman
masyarakat tentang asuransi Islam. Maka asuransi Islam perlu meningkatkan
kualitas pelayanan (service quality) kepada pemenuhan pemahaman masyarakat ini.
b. Sebagai
lembaga keuangan yang menggunakan sistem syari’ah tentunya aspek syiar Islam
merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut. Syiar Islam tidak hanya dalam
bentuk normatif, tetapi juga hubungan antara perusahaan asuransi dengan
masyarakat.
c. Dukungan
dari berbagai pihak terutana pemerintah, ulama,akademisi dan masyarakat
diperlukan untuk memberikan masukan dal penyelenggaraan operasi asuransi Islam.
Hal ini diperlukan sebagai kontrol terhadap asuransi Islam agar berjalan pada
sistem yang berlaku sekaligus meningkatkan kemampuan asuransi Islam dalam
menangkap kebutuhan dan keinginan masyarakat (Heri Sudarsono, 2004: 121).
J.
Peluang
Sinergi Antara Asuransi Dan Perbankan
Kerjasama
antara asuransi dan perbankan yang paling banyak dilakukan adalah asuransi
kredit dan personal accident (Abbas, 2003: 13). Asuransi menyimpan uang di bank
serta menjadkan bank sebagai tempat lalu lintas transaksi keuangannya. Betapa
banyak kesamaan aktifitas operasional antara asuransi Islam dan perbankan.
Banyak sekali peluang kerjasama antara asuransi dan perbankan dengan prinsip
win win solution, tanpa harus mengganggu konsep dasar bisnis masing-masing
lembaga. Keunggulan perbankan di bidang IT (Informasi Teknologi) misalnya dapat
digunakan asuransi dalam mengadministrasikan keuangan masing-masing pemegang
polis secara lebih baik. Karena asuransi dalam pemesarannya terutama bersifat
dor to dor service, dapat pula dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan tangan
perbankan dalam menyebarluaskan produk-produknya. Bank juga dapat berfungsi
sekaligus sebagai outborized agency untuk memasarkan produk asuransi (Abbas,
2002: 13). Karena asuransi dapat berinfestasi tanpa menggunakan pihak ketiga,
maka penyaluran dana melalui koridor infestasi menjadi semakin besar.
Sering
terjadi bahwa bank offer liquid sehingga menanggung beban bunga terhadap idle
money yang mereka kuasai dan secara keseluruhan kemungkinan besar akan menjadi
negatif spread yang pada gilirannya beban bunga menjadi beban bank central yang
notabenenya adalah beban seluruh rakyat. Tidak perlu mencari penyebabnya, namun
apabila idle money tersebut instrumennya diubah menjadi polis asuransi Islam
maka beban bunga dapat dikurangi sementara uang tersebut dapat pula
diinfestasikan. Asuransi dapat pula menggunakan bank sebagai chanelling dalam
melakukan pembiayaan retail. Ini dimungkinkan karena bank tidak menanggung
resiko terhadap kerugian atas pembiayaan yang dilakukan. Resiko tersebut
sepenuhnya menjadi tanggung jawab asuransi (Abbas, 2000:14).
·
Bancassurance
Bancassurance merupakan bentuk
kerjasama bank dan perusahaan asuransi dalam memasarkan produk asuransi atau
gabungan produk asuransi dan bank kepada nasabah (Oktavia, 2006). Dalam
sejarahnya, perkembangan bancassurance dipelopori oleh Eropa. Di sana,
bancassurance tumbuh dengan pesat dalam hal jumlah premi yang dijual melalui
bank. Sementara di Asia perkembangannya juga tidak kalah menarik. Di Indonesia
bancassurance mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an oleh Bank Lippo dengan
Lippo Live yang terkenal dengan produk warisan. Dan ikuti oleh produk-produk
lain seperti tabungan pendidikan Bank Niaga- Cigna, juga berbagai produk
asuransi kesehatan yang dilakukan oleh Bank Danamon dan bank-bank besar
lainnya. Meskipun agen asuransi tetap menjadi chanel distribusi yang dominan
dalam memasarkan produk asuransi jiwa di Indonesia, perkembangan chanel
distribusi bancassurance sangat menggembirkan karen telah menyumbangkan
sedikitnya 10% pendapatan premi bisnis baru atau sekitar 1 triliun rupiah.
Kerjasama antar bank dan perusahaan
asuransi dalam bancassurance bervariasi. Secara umum dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok (Oktavia, 2006). Pertama, perjanjian pemasaran
(distribution agreement) yaitu kerjasama yang paling umum dilakukan termasuk di
Indonesia. Kedua, kerjasama aliansi strategis (strategic alliance agreement)dan
ketiga adalah kelompok jasa keuangan (financial service group). Dua bentuk
kerjasama terakhir ini biasanya mengintegrasikan operasi antar bank di depan
dan asuransi di belakang (front and back end operations) dalam rangka
menawarkanproduk asuransi kepada nasabah bank. Selama ini kerjasama bank dan
asuransi lebih banyak meliputi asuransi jiwa termasuk kecelakaan, asuransi
kesehatan, asuransi kerugian seperti kendaraan dan unit link.
Pada tahun awal, bancassurance hanya
sebatas antara bank yang berada di bawah satu grup. Namun sejak tiga tahun
belakangan ini banyak bank yang melakukan kerjasama denga banyak perusahaan
asuransi. Tidak dapat dipungkiri bank hanya mau bekerjasama dengan perusahaan
asuransi yang mempunyai reputasi yang baik.
Menjelang tahun 2003, sektor
perbankan dan asuransi kembali menjalin hubungn mesra dalam mengeluarkan produk
kombinasi berupa bancassurance. Produk kombinasi ini dipakai sebagai stretegi
yang dipergunakan bank atau asuransi yang bertujuan untuk mengoperasikan pasar
jasa keuangan dengan cara yang lebih mudah terintegrasi. Dengan produk
bancassurance, masyarakat akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Selain
tercatat sebagai nasabahdi bank, juga terdaftar sebagai peserta asuransi
rekanan bank. Premi yang bayarkan langsung dipotong dari tabungan.
Pada Nopember 2002, Bank Danamon
menjalin kerjasama dengan Zurich Life Insurance, perusahaan asuransi bereputasi
bancassurance tingkat internasional. Pada Januari 2003, Bank Mandiri, bank
terbesar di Indonesia menjalin kerjasama dengan AXA Asia Pasific Holdings
dengan membentuk perusahaan patungan dalam bidang bancassurance. Perusaan
asuransi Eka Life menjalin kerjasama asuransi dengan BII (Majalah Modal, 2003).
Gejala yang sama diikuti oleh perusahaan asuransi Islam PT. Asuransi Syariah
Mubarakah (ASM) yang resmi menggandeng Bank BNI Syariah dan Bank Bukopin dengan
merilis program asuransi tabungan Wadiah Multi Guna (WMG). Bahkan Asuransi
Syariah Mubarakahtelah mengawalinya pada Nopember 2002 yang baru dapat berjalan
secara efektif pada Januari 2003. Sedangkan PT. Asuransi Takaful Keluarga
mengadakan jalinan kerjasama dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI) (Majalah
Modal, 2003). Peluang di atas hanyalah sebagian kecil dari sejumlah besar
peluang kerjasama antara asuransi dan perbankan yang kiranyadapat menjadi
renungan kita bersama.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Prospek asuransi Islam di Indonesia
akan cerah dan semakin prospektif jika umat Islam dapat membaca dan
memberdayakan peluang dan kekuatan yang dimiliki. Di samping itu, asuransi
Islam juga harus bisa meminimalisir ancaman atau tantangan yang sudah dan akan
muncul sekaligus memperbaiki kelemahan atau kekurangan yang ada. Sebagai sebuah
lembaga keuangansyariah, asuransi Islam tidak boleh berkutat pada dataran
simbol-simbol keagamaan.
Konsekuensi sebagai bagian dari
lembaga keuangan syariah sangat tinggi. Oleh karena itu, konsistensi
menjalankan usaha sesuai dengan syariah baik dalam manajemen, produk,
investasi, promosi dan lain-lainjuga harus diperhatikan dan diaplikaskan.
Sebagai lembaga keuangan yang tentunya juga berorientasi keutungan (profit
oriented), asuransi Islam tidak boleh melupakan tujuan awal berdirinya asuransi
Islam yang menggusung semboyan sosial oriented sebagai wujud ta’awun ‘ala al
birr wa at taqwa.
DAFTAR PUSTAKA
Hamidi, M. Lutfi, Jejak-jejak
Ekonomi Syariah (Jakarta:Senayan Abadi Publishing, 2003), cet. Ke-1
Kasmir, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Khalil, Jafril, "Asuransi
Syari’ah (Konsep dan Aplikasi)", makalah dalam pendidikan dan
Penelitian Sistem Operasional Produk Asuransi Syariah PT. Asuransi Syariah
Mubarakah, 10-11 nopember 2001.
Comments
Post a Comment