Prinsip Bagi Hasil Akad Mudharabah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Prinsip syariah
yang berdasarkan bagi-hasil adalah mudharabah, yaitu suatu perjanjian
atau akad kerjasama usaha/bisnis antara pemilik modal atau yang disebut sebagai
Rabb al-Mal dengan pengelolanya yang disebut sebagai mudharib. Pada
perjanjianMudharabah ini, rabb al- mal menyetorkan modal usaha yang akan
dikelola oleh mudharib dan hasil keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakan
bersama kedua belah pihak dalam persentase: 50%:50%, 60%:40%, 70%:30%, 80%:20%,
dari laba yang akan diperoleh.
Pada prinsip bagi-hasil
ini, 100% modal berasal dari rabb al_ mal dan 100% pengelolaan bisnisnya
dilakukan oleh mudharib. Kalau nantinya dari usaha tersebut menghasilkan
keuntungan, maka untungnya di bagi antara rabb al- mal dengan mudharib, kalau
hasil usahanya merugi, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh rabb al- mal,
sementara mudharib akan mengalami rugi waktu dan tenaga, tetapi apabila
kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian dari mudharib maka sudah sepatutnya
mudharib bertanggung jawab juga atas terjadinya kerugian pada usaha tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Jelaskan
pengertian dalam bagi hasil ?
2. Bagaimana
jenis-jenis dalam mudharabah ?
3. Bagaimana
rukun dalam akad mudharabah ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Dapat
memahami pengertian bagi hasil.
2. Dapat
memahami bagian jenis-jenis dalam mudharabah.
3. Dapat memahmi
rukun akad dalam mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Bagi hasil
Pengertian Bagi hasil (Profit sharing) adalah berbagi keuntungan
antara pihak bank syariah dengan nasabah; prinsip utama yang dilakukan oleh
bank syariah. Hunbungan yang terjalin dalam kerjasama bagi hasil adalah
hubungan antara pemilik modal (shohibul mal) dan pekerja (mudharib).
Prinsip bagi hasil adalah pembeda antara bank konvensional dan bank syariah
yang paling banyak dikenal dalam masyarakat. Pembiayaan bagi hasil merupakan
suatu jenis pembiayaan (produk penyaluran dana) yang diberikan bank syariah
kepada nasabahanya, dimana pendapatan bank atas penyaluran dana diperoleh dan
dihitung dari hasil usaha nasabah.
Berbeda dengan
bunga pada bank konvensional, sistem bagi hasil lebih mengutamakan kebersamaan
dalam sebuah usaha. Jika bunga ditetapkan di awal transaksi, maka dalam konsep
bagi hasil akan ditetapkan di akhir setelah nasabah melakukan sebuah usaha
untuk memperoleh keuntungan dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Secara umum,
prinsip bagi hasil yang disepakati oleh para ulama dalam perbankan syariah ada
dua akad utama, yaitu Musyarakah dan Mudharabah. Karena kedua
akad ini paling sering dipakai. Sebenarnya ada dua akad yang lain dengan
prinsip bagi hasil yaitu Muzara’ah dan Musaqah. Namun dua akad
ini digunakan secara khusus untuk Plantation Financing atau pembiayaan
pertanian oleh beberapa Bank syariah.
B. MUDHARABAH (Trust
Financing, Trust Investment)
1.
Pengertian
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul
atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara istilah mudharabah
adalah akad kerjasama antara pihak pemilik dana (shohibul mal)
dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai
nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Atau
akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama(shohibul mal)
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola (mudharib).
2.
Dasar hukum
Dasar hukum mudharabah ini
terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Muzammil ayat 20 :“....dan dari
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT....”
Yang menjadi wajhud-dilalah
atau argumen dari surah diatas adalah adanya kata yadhribun yang
sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan
usaha, selain itu, juga terdapat dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10:
“....apabila telah
ditunaikan sholat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia
Allah SWT...”
Surat Al-baqarah ayat 198:
“Tidak ada dosa(halangan) bagi kamu untuk
mencari karunia Tuhanmu...”
Dasar hukum mudharabah juga
terdapat dalam dua hadits berikut, yang artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib “Jika
memberikan dan kepada mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah pun membolehkannya”(HR.Thabrani)
Dari Shalih bin Shuhaib
r.a bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah(mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”(HR. Ibnu
Majah)
3.
Jenis-jenis mudharabah
a.
Mudharabah Mutlaqah (akad mudharabah tanpa pembatasan)
Jenis
usaha mudharabah dimana shohibul mal dan mudharib yang cakupannya
sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis. Dalam fiqh sering dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta
(lakukan sesukamu) dari shohibul mal ke mudharinb yang memberi
kewenangan penuh.
b.
Mudharabah Muqayyadah (akad mudharabah dengan pembatasan)
Jenis
usaha mudharabah dimana shohibul mal dan mudharib yang cakupannya
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
c.
Mudharabah Musyarakah
Bentuk
mudharabah dimana pengelola dana atau mudharib menyertakan
dananya dalam kerjasama investasi. Akad ini merupakan perpaduan dari akad mudharabah
dan musyarakah. Dalam mudharabah musytarakah ini,
pengelola dana (akad mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam
investasi bersama (akad musyarakah). Pemilik modal musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian
hasil usaha antar pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah
adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik
dana sebagai pemilik modal musyarakah.
4.
Rukun akad mudharabah
a.
Pelaku akad, yaitu pemodal (shohibul mal) dan pengelola (mudharib).
b.
Objek akad, yaitu modal (mâl), kerja kerja (dharabah), dan keuntungan
(ribh).
c.
Sighah, yaitu Ijab dan Qabul
5.
Aplikasi dalam perbankan
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan
dan pendanaan. Dalam penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada:
a.
Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,
seperti tabungan haji, tabungan qurban, deposito biasa, dan sebagainya.
b.
Deposito spesial (special investment), diman dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah
saja.
Pada pembiayaan, diterapkan pada:
a.
Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b.
Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang
telah ditetapkan oleh shohibul mal.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah,
penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal)
dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang
telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk
melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati.
Dalam hal bank menggunakannya untuk
melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh
atas kerugian yang terjadi2. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib
- ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada
ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan
berjangka dan deposito berjangka.
DAFTAR
PUSTAKA
Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah.2006.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
2001
Bank Indonesia, Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah.2006.
Comments
Post a Comment