Pengertian Asuransi Menurut Ahli dan Fatwa DSN-MUI dan UU
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia, dengan
lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk bank
muamalat Indonesia dan bank perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang bank
islam ini sangat dibutuhkan baik bagi para ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih
masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim sehingga minat terhadap
lembaga keuangan syari’ah (asuransi syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun
lembaga-lembaga keuangan syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air
banyak masyarakat yang belum mengenal produk-produk asuransi syari’ah.
Kajian tentang asuransi
sangat menarik sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai
asuransi syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu
sama-sama muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara
mendalam apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.
B. Rumusan masalah
Bagaimana pengertian
Asuransi Syariah dari beberapa pendapat para ahli dan Menurut Fatwa Dewan Asuransi
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Undang-Undang.
C. Manfaat
Untuk
mengetahui pengertian Asuransi syariah Syariah dari beberapa
pendapat para ahli dan Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Undang-Undang.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Asuransi
Syari’ah
A. Defenisi Asuransi
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’min yang berasal dari kata amanah
yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari
rasa takut. Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang
cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan
ganti rugi atas hartanya yang hilang.Sedangkan pihak yang menjadi penanggung
asuransi disebut mu’amin dan pihak
yang menjadi tertanggung disebut mu’amman
lahu atau musta’min.
Konsep asuransi Islam berasaskan konsep
Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara
peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata ”kafala
yakfulu” yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih
perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung/memikul resiko antar
umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial.
Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam
kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang
ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Menurut Dr. H. Hamzah Ya’cub dalam buku Kode
Etik Dagang Menurut Islam, menyebut bahawa asuransi berasal dan dari
kata dalam bahasa Inggris insurance atau
assurance yang berarti jaminan. Dalam
pasal 246 Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD) dijelaskan bahwa asuransi
adalah :
“ Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada
seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang dihaerapkan,
yang mungkin akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak tertentu”
B. Berdasarkan Undang undang dan Fatwa DSN-MUI
tentang Asuransi Syari’ah
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian,
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung
jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah adalah
usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru yang memberikan pola
pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang
sesuai dengan syariah.
Didalam al-Qur’an dan al-Hadis tidak ada satupun
ketentuan ketentuan yang mengatur secara eksplisit tentang asuransi. Oleh
karena itu masalah asuransi dalam islam termasuk “ijtihadiah” artinya untuk
menentukan hukumnya asuransi ini halal atau haram masih diperlukan peranan akal
pikiran para ulamaahli fiqh melalui ijtihad.
Dasar Hukum Asuransi
Syariah
Dikalangan Muslim
terdapat kesalahpahaman, bahwa asuransi itu tidak islami. Mereka berpendapat
bahwa asuransi sama dengan mengingkari rahmat ilahi. Hanya Allah yang
bertanggung jawab untuk memberikan mata pencarian yang layak kepada kita.
Al-Qur’an
1. Surah al-Maidah ayat 2
و تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya: “…
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Q.S, al-Maidah 5:2)
2. Surah al-Baqarah ayat
185
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya: “….Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu….” Q.S,
al-Baqarah 2:185
3. Surah al-Baqarah ayat
261
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “ perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir benih,
pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa
yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-nya) lagi maha mengetahui. (Q.S,
al-Baqarah 2:261)
4. Surah Yusuf ayat 46-49
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ
يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ
لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ قَالَ تَزْرَعُونَ
سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا
قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُون ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ
يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ ثُمَّ
يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُونَ
Artinya: “(Setelah
pelayan itu berjumpa dengan yusuf dia berseru: “Yusuf, hai orang yang amat yang
dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang
kurus-kurus dan dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainya yang
kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya”.
Yusuf berkata: “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
maka apa yang kamu tuaihendaklah kamu biarakan dibulirnya kecuali sedikit untuk
kamu makan. Kemudian setelah itu aakan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang
menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali
sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datangtahun
yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras
anggur). (Q.S, Yusuf 12:46-49)
5. Surah al-Taghaabun ayat
11
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Artinya: tidak ada
suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah….” (Q.S, al-
Taghaabun 64:11)
6. Surah luqman ayat 34
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ
مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي
نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat dan dialah
yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak
seorangpun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok;
dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana ia akan mati.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi maha mengenal.” (Q.S, Luqman 31:34)
7. Surah Hud ayat 16
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Artinya: “Dan tidak ada
suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(Q.S, Hud, 11:16)
8. Surah an-Naml ayat 64
وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
Artinya: “…dan siapa
(pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi ? apakah disamping
Allah ada tuhan yang lain ?...” (Q.S, An-Naml. 27:64)
9. Surah al-Hijr ayat 20
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
Artinya: “ dan kami
telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami
menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan memberi rezeki
kepadanya.” (Q.S, Al-Hijr, 15:20)
Untuk memahami
ayat-ayat ini dengan tepat kita harus lebih mendalami persoalannya. Maksud dari
ayat-ayat ini tidak berarti bahwa Allah menyediakan makanan dan pakain kepada
kita tanpa usaha. Sebenarnya, semua ayat itu membicarakan tentang ekonomi
dimasa depan yang penuh kedamaian, yang selalu dibayangkan islam. Dan seperti
yang dinyatakan dalam islam bahwa manusia sebagai Khalifah Allah di Bumi, hanya
dapat mempertahankan gelarnya yang agung bila ia melaksanakan perintah perintah
yang terkandung dalam Al-Qur’an dengan penafsiran yang tepat. Allah menghendaki
tiadanya orang yang kehilangan mata pencaharianya yang layak, dan ia harus
kebal terhadap setiap gangguan apapun. Oleh karena itu adalah kewajiban
tertinggi dari suatu negara untuk menjamin hal ini. Dan asuransi membantu
tercapainya tujuan ini.
Mengenai hal ini, boleh
dikemukakan bahwa terdapat sekelompok orang yang tidak dapat membedakan antar
asuransi dengan perjudian, mereka menyamakan asuransi dengan spekulasi. Padahal
dengan asuransi orang yang menjadi tanggungan dari seorang yang meninggal dunia
terlebih dahulu dapat menerima keuntungan lumayan nuntuk sejumlah untuk
sejumlah kecil uang yang telah dibayar almarhum sebagai premi. Tampaknya hal
ini seperti sejenis perjudian. Tetapi perbedaanya antara asuransi dengan
perjudian adalah fundamental, karena dasar asuransi adalah kerja sama yang
diakui dalam islam
Pada kenyataanya ciri
khas asuransi adalah pembayaran dari semua peserta untuk membantu tiap peserta
lainnya bila dibutuhkan. Prinsip saling menguntungkan ini tidak terbatas dalam
kadar paling ringan bagi perusahaan bersama tapi berlaku juga untuk semua
organisasi asuransi mana pun walau bgai mana pun struktur hukumnya.
Hadits
عن أ بي هر ير ة (ر ض) عن النبي (ص) قا ل: من
نفس عن مؤ من كر ب الد نيا نفس الله عنه كرب يو م ا لقيا مة ومن يسر على معسر يسر
الله عليه فى الدنيا وا لأخرة (رواه مسلم)
Artinya: “diriwayatkan
oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad bersabda: Barangsiapa yang menghilangkan
kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT. Akan menghilangkan
kesulitangnya pada hari kiamat, barang siapa yang mempermudah kesulitan
seseorang, maka Allah SWT. Akan mempermudah urusan dunia dan akhirat. (HR.Muslim)
C. Pendapat para Ulama tentang Asuransi
Ada beberapa macam
pendapat para ulama tentang asuransi diantaranya:
1. Bahwa asuransi termasuk segala macam bentuk dan cara operasinya hukunya
haram. Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain, Yusuf
al_Qardhawi, Sayid sabiq, Abdullah al-Qalqili dan Muhammad Bakhit al-Muth’i
a. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang didalam Islam.
b. Asurnasi mengandung unsur ketidakpastian.
c. Asuransi mengandung unsur “ Riba” yang dilarang dalam Islam.
d. Asuransi mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.
e. Asuransi termasuk jual beli atau tukar – menukar mata uang yang tidak
secara tunai ( Akad Sharf).
f. Asuransi obyek bisnisnya digantungkan pada hidup dan matinya seseorang,
yang berarti mendahului tak takdir Tuhan.
2. Bahwa asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam islam. Pandangan ini
didukung oleh beberapa ulama antara lain, Abdul Wahab Khallaf, Muh. Yusuf Musa,
Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Nejatullah Siddiqi.
a. Tidak ada ketetapan nas, al – Qur’an maupun al – Hadis yang melarang
asuransi.
b. Terdapat kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua belah pihak baik
penanggung maupun tertanggung.
c. Kemaslahatan dari usaha asuransi lebih besar daripada mudharatnya.
d. Asuransi termasuk akad mudharatnya roboh atas dasar profit and loss
sharing.
e. Asuransi termasuk kategori koparasi (Syirkah Ta’awuniyah) yang
diperbolehkan dalam islam.
3. Bahwa asuransi yang diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat komersial
dilarang dalam islam. Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain,
Muhammad Abu Zahro dengan alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial
diperbolehkan karena jenis asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang
dilarang didalam islam. Sedangkan asuransi yang bersifat komersial tidak
diperbolehkan karena mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
4. Bahwa hukum asuransi termasuk subhat, karena tidak ada dalil syar’I yang
secara jelas mengharamkan atau yang menghalalkan asuransi oleh karena itu kita
harus berhati-hati didalam berhubungan dengan asuransi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Asuransi syariah adalah
suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan
individu dan menghindari kesulitan pembiayaan, yang dilakukan dengan tata cara
syariah tanpa adanya unsur riba, gharar dan maysir, menggunakan prinsip-prinsip
asuransi syariah yang bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat muslim
khususnya dan masyarakat pada umumnya yang semata-mata dilakukan untuk saling
meringankan beban dengan niat ikhlas dan hanya mengharap kesejahteraan umat dan
ridha Allah Swt.
Asuaransi Syariah kini
dapat kita temui diberbagai daerah dengan istilah Takaful. Asuransi syariah ini
telah mengeluarkan berbagai macam produk asuransi yang dapat digunakan oleh
masyarakat.
B. Saran-Saran
a. Asuransi syariah perlu diperhatikan eksistensinya agar lebih berkembang
oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
b. Pemerintah lebih memfokuskan perkembagan asuransi syariah, dengan lebih
mendukung dan membantu segala program yang di buat oleh lembaga asuransi
syariah
c. Produk asuransi syariah perlu
disosialisasikan lagi sehingga masyarakat mengenal dan mengetahui segala
hal yang berkaitan dengan asuransi syariah.
d. Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang hukum dan tata cara
bermuamalah yang sesuai syariah, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah
muslim dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang hal ini.
e. Sumber daya manusia perlu
ditingkatkan lagi khususnya dalam bidang ekonomi Islam mengingat kurangnya para
ahli dalam bidang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron, Sofiniyah
(penyunting). 2005. Sistem Operasional
Asuransi Syariah.Renaisan: Jakarta.
Comments
Post a Comment