Defenisi Asuransi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
"Life
is the Game" begitulah pepatah mengatakan. Permainan tentu ada kalanya
menang, ada kalanya kalah. Begitu pula kehidupan, ada kalanya mujur, ada
kalanya babak belur bahkan hingga hancur. Asumsi yang semacam itu membuat
setiap manusia selalu ingin terhindar dari babak belur apalagi hancur (total
lost) sehingga berusaha mencari sebuah pelindung (security) dikala
terjadi sesuatu hal diluar keinginan (force majure), minimal resiko yang
ditanggung tidak sebesar musibah yang diterima karena ada pihak sebagai
pelindung atau penanggung atas kecelakaan tersebut.
Dengan
adanya jaminan resiko, maka tercipta hidup yang aman, hal ini juga sejalan
dengan firman Allah Swt:
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ
خَوْفٍ
" Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan" (QS. Quraisy : 4)
Ayat
tersebut diatas menunjukkan bahwa Allah menginginkan makhluknya menjadi makhluk
yang hidup dalam kemakmuran dan ketenteraman sehingga menjadikan mahluk yang
berbakti kepada Allah Swt. Bukan makhluk yang selalu dihantui oleh ketakutan,
kebimbangan dan terlebih tidak bisa melaksanan kewajibannya melaksanakn
perintah tuhannya.
Allah Swt juga memerintahkan umat manusia untuk
menjadi umat yang tangguh sebab dengan begitu akan tercipta sebuah keturunan
yang kuat sehingga tercipta sebuah tatanan umat manusia yang sejahtera.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا
مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada
Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar." (QS. Annisa : 9)
Ayat diatas mengajak
umat manusia untuk supaya tidak khawatir atas kesejahteraan mereka. Namun,
adanya jaminan rasa ketidak khawatiran ini tentu bukan diartikan tanpa usaha,
melainkan adanya sebab (sebab-musabab) sehingga tercipta sebuah kesejahteraan,
karena fitrah manusia sendiri itu untuk berusaha (ikhtiyar).
B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang diatas, penulis dapat
mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Definisi
Asuransi Syariah.
2.
Sejarah Asuransi
Syariah.
3.
Perkembangan
Asuransi Syariah.
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu, agar kita dapat memahami
“definisi asuransi syariah dan sejarah kelahiran serta perkembangan asuransi
syariah itu sendiri”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEKILAS DEFINISI ASURANSI SYARIAH
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah
:
Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang
berarti pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang
berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti
jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang
berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
·
Wirjono berarti sebuah persetujuan
pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin
akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum
jelas terjadi.
·
Abbas Salim berarti suatu kemauan
untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai
(substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
·
Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti
cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.
·
Ensiklopedi Hukum Islam berarti
transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk
membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran.
·
UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti
perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian
kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
·
Faturrahman Djamil berarti suatu
persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang
ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan
diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin
akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi
bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi
minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa
pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di
derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau
belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi
milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga
unsur yang terlibat. Pertama, pihak tertanggung yang berjanji membayarkan uang
premi kepada pihak penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak
pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak
tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga.
Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.
B. SEJARAH ASURANSI SYARIAH
Terkait dengan sejarah kelahiran asuransi syariah terdapat beberapa versi,
yaitu :
1.
Versi Pertama
Munculnya asuransi syariah di dunia islam didasarkan adanya anggapan yang
menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional
banyak mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.
a.
Gharar
(ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru
sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan
asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan
pihak tertaggung merasarugi secara financial.
b.
Maisir
(judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar,
terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa
meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu.
Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi
konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena
keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh
persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi
mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
c.
Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya
dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan
kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah
Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara
pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam.
Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari
ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekade tahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi
yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari
unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami
di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan
at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat
dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian
Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994
seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi
Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
2.
Versi Kedua
Asuransi telah lahir dan ditemukan jauh sebelum
datangnya Islam yang digali melalui sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia
sejak zaman dulu, bahkan para pakar sejarah mengaitkannya dengan sejarah nabi
Yusuf as. Sebagaimana
yang disebutkan dalam kitab suci al-Qur'an. Riwayat lain menurut Clayton bahwa
ide asuransi muncul dan berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun
sebelum masehi. Pada perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di barat
kemudian berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi
konvensional.
Berbeda dengan asuransi syariah, sejarah lahirnya
asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah.
Konsep al-Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. Hal
ini didasarkan oleh hadits dari baginda nabi Muhammad Saw. sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Dia berkata: Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail,
kemudian salah satu melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan
kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari
wanita yang meninggal tersebut mengadukan kepada baginda Rasulullah Saw, maka
Rasulullah Saw, memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin tersebut dengan
pembebasan seorang budak laki-laki maupun perempuan dan memutuskan ganti rugi
kematian tersebut dengan diyat yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat
dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhori)
Selain hadis
tersebut, ada pasal khusus dalam konstitusi Madinah yang memuat semangat untuk
saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya “Orang Quraisy yang
melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan
saling bekerja sama membayar uang darah diantara mereka”.
Sebelum abad
ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang arab sebelum datangnya Islam. Orang-orang
Arab yang mahir berdagang telah melakukan perdagangan di Negara lain melalui
jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka
mengasuransikannya dengan tidak menggunakan bunga dan riba. Praktek asuransi
tersebut pun juga dilakukan oleh Nabi ketika melakukan perdagangan di Mekkah.
Suatu ketika Nabi turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armadanya
terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian para
pengelola usaha yang merupakan anggota Dana Kontribusi membayar seluruh barang
dagangan, termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang
selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad yang pada saat itu
berdagang dengan modal dari Siti Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada
Dana Kontribusi tersebut dari keuntungan yang diperolehnya.
Kemudian
pada pertengahan abad ke-20 di beberapa Negara Timur Tengah dan Afrika telah
mulai mencoba mempraktekkan asuransi dalam bentuk takaful yang kemudian
berkembang pesat hingga ke negara-negara penduduk non-muslim sekalipun di Eropa
dan Amerika. Dan pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi syari’ah selain
mengembangkan praktek tolong menolong juga memasukkan unsur investasi, yang
prakteknya berjalan hingga sekarang.
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku membunuh anggota suku
yang lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas kompensasi (bayaran uang darah)
sebagai penutupan. Kemudian
Rasulullah Saw membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa para tawanan yang
tertahan oleh musuh karena perang, maka harus membayar tebusan untuk
membebaskannya. Selain itu, Rasulullah Saw juga telah menetapkan menejemen sharing
of risk dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan
akibat perang seperti :
o 5 ekor
unta untuk luka tulang dalam
o 10
ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki
o 12.000
dinar untuk kematian (untuk ahli waris)
Dari
sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa sejak awal konsep asuransi syariah
berbeda dengan konvensional. Dimana sejarah asuransi syariah lebih kepada tolong
menolong satu sama lain sedangkan konvensional lebih kepada mencari keuntungan
semata.
Perkembangan sejarah diatas akhirnya memunculkan
sebuah pengertian berbeda, dimana pengertian asuransi konvensional sebagaimana
disebutkan diatas bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan pihak penanggung mengikat diri pada tertanggung. Sedangkan asuransi syariah yang oleh beberapa ulama
mendefinisikannya seperti menurut Rofiq Yunus Al-Mashri, asuransi adalah
perjanjian antara pihak penanggung dan tertanggung untuk sesuatu yang
dipertanggungkan.
Sedangkan
Wahbah Zuhaili dalam Fikih Islami mendefinisikan sesuai dengan pembagiannya.
Menurutnya, asuransi itu ada dua bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’awuni
(asuransi dengan pembagian tetap).
Asuransi
ini adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai
ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kecelakaan/kerugian.
Kecelakaan yang menimpa para peserta asuransi ini dapat berbentuk kecelakaan,
kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya
sesuai dengan kesepakatan bersama. Asuransi seperti ini dapat juga berlaku bagi
orang-orang yang pensiun, tua renta, dan tertimpa sakit.
Dan at-ta’min bi qist sabit adalah aqad yang
mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri
atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi
mendapatkan kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Lebih
lanjut dikatakannya, bentuk asuransi yang berkembang saat ini adalah at-ta’min
bi qist sabit. Sifat akad ini mengikat kedua belah pihak. Perbedaan antara
kedua asuransi ini, menurut Mustafa al-Buga terletak pada tujuan masing-masing.
At-ta’min at-ta’awuni pada dasarnya tidak mencari keuntungan, tetapi
semata-mata untuk kepentingan bersama ketika terjadi kemudaratan atas diri
salah seorang anggotanya. Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama tentang
hukum kebolehan at-ta’mn at-ta’wuni, karena dasar dari jenis asuransi
ini sejalan dengan prinsip Islam.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا
تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“ …Dan tolong-menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah
: 2)
3.
Versi ketiga
Sejarah terbentuknya asuransi
syariah ini dimulai pada tahun 1979 dimana perkenalan tentang asuransi syariah
ini dipelopori oleh sebuah perusahaan asuransi jiwa yang berada di negara Sudan
yang terletak di benua Afrika yang bernama “Sudanese Islamic Insurance”.
Perusahaan asuransi jiwa tersebut memang perusahaan yang berada di wilayah
mayoritas beragama Islam. Perusahaan asuransi tersebut yang pertama kali
memperkenalkan produk asuransi syariah. Mulai dari menjawab pertanyaan tentang apa itu
asuransi syariah ? sampai dengan sistematika dalam mengelola dana
asuransi syariah. Dengan adanya pengetahuan dasar tentang asuransi syariah
tersebut, tidak lama dari tahun tersebut, muncul lagi perusahaan asuransi jiwa di benua Arab yang menawarkan produk
asuransi jiwa, dan ini khusus untuk wilayah Arab dan sekitarnya. Setelah
daratan Arab dan Afrika, pada tahun 1981 perusahaan asuransi jiwa yang berada
di benua Eropa yaitu di Ibukota negara Swiss juga ikut memperkenalkan kepada
dunia tentang asuransi syariah. Perusahaan asuransi jiwa tersebut memakai nama
Islam “Dar Al – Maal Al-Islami”. Dan semua negara ikut serta untuk
memperkenalkan dan menyebarluaskan asuransi syariah ke seluruh dunia. Bahkan
untuk umat agama lain diperkenankan untuk dapat menjadi nasabah produk asuransi
syariah ini.
Untuk di wilayah Asia sendiri,
pelopor untuk memperkenalkan produk
asuransi syariah untuk pertama kali adalah perusahaan asuransi jiwa yang
bernama “Takaful Malaysia” pada tahun 1985. Untuk memperluas jaringan dan lebih
mempopulerkan asuransi syariah ini, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI)
berhasil didirikan di Indonesia pada tahun 1994. Pembangunan perusahaan
asuransi syariah pertama ini di Indonesia dipelopori oleh ikatan cendikiawan
muslim indonesia. Pembangunan perusahaan asuransi syariah ini selain dipelopori
ikatan cendikiawan islam indonesia, juga didukung oleh beberapa kalangan antara
lain yayasan abdi bangsa, bank muamalat sebagai pelopor perbankan syariah, Pt
asuransi tugu mandiri. Selain itu lembaga pemerintahan juga ikut
berpasrtisipasi untuk memperkenalkan asuransi syariah di Indonesia, yaitu
Departemen keuangan, dan juga pengusaha-pengusaha muslim yang ada di Indonesia
lainnya.
Untuk mengembangkan asuransi syariah ini, PT Syarikat Takaful Indonesia
mendirikan 2 perusahaan sebagai anak perusahaan tersebut. Kedua anak perusahaan
tersebut adalah PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada tahun 1994, selanjutnya
di ikuti oleh pendirian anak perusahaan yang kedua PT Asuransi Takaful Umum
(ATU) di tahun 1995. Kedua anak perusahaan tersebut sama dalam segi tujuannya
memperluas asuransi syariah di indonesia. Dengan dibangunya perusahaan asuransi
yang khusus menawarkan produk asuransi syariah, maka banyak perusahaan asuransi
besar yang sudah lebih dulu memasuki dan menawarkan berbagai produk asuransi juga mulai melirik dan
memasukkan produk asuransi syariah sebagai list penawaran setiap agen-agen
asuransi nya, Kenapa demikian? Karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas
penduduknya adalah beragama islam. Seperti yang dilakukan oleh 2 perusahaan
asuransi, yaitu Allianz Indonesia dan Prudential yang sudah lebih dulu memasuki
area bisnis di Indonesia. Untuk perusahaan asuransi tersebut memasukkan produk
asuransi syariah ke dalam daftar penawaran produk asuransi yang akan diberikan
kepada para calon nasabah asuransi.
Jadi, dengan produk asuransi syariah ini akan lebih menarik perhatian warga
muslim yang ada di Indonesia untuk dapat merencanakan dan memberikan
perlindungan kehidupan untuk masa sekarang sekaligus masa yang akan datang.
C. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah di Indonesia secara de facto diawali dengan berdirinya PT.
Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim
Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat
Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta
beberapa pengusaha muslim Indonesia. TEPATI ini mengadakan studi banding ke
Malaysia pada tanggal 7-10 Agustus 1993 sebagai langkah awal pendirian,untuk
melihat perkembangan dan sistem asuransi syariah di Malaysia yang dikelola oleh
perusahaan atau syarikat Takaful Malaysia SDN, Bhd. Setelah melakukan studi
banding TEPATI mendirikan PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24
Februari 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan SK. Menteri
Kehakiman RI No. C2-6712.HT.01.01. Th. 1994 dan SIUP Departemen Perindustrian
dan Perdagangan RI No. 533/09-01/PB/VII/2000. Sebagai pelopor asuransi syariah
di Nusantara, PT. Syarikat Takaful Indonesia telah melayani masyarakat dengan
jasa perlindungan asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan menerapkan
prinsip-prinsip murni syariah pertama di Indonesia, selama lebih dari satu
dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful Keluarga
(Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah),
sebagai anak perusahaan dari PT. Takaful Indonesia sebagai perusahaan induk
(Holding Company).
Keberadaan PT. Syarikat Takaful Indonesia secara de jure baru diakui dengan
didirikan PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi jiwa
syariah (Islamic Life Insurance Company) pada 4 Agustus 1994, dengan nomor ijin
usaha dan operasional berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No.
C2-9583.HT.01.01. Th. 1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 385/KMK.017/1994 dan
mulai beroperasi pada 25 Agustus 1994 ditandai dengan peresmian oleh Menteri
Keuangan Mar’ie Muhammad dan diikuti dengan pendirian anak perusahaan yang
bergerak di bidang asuransi umum syariah (Islamic General Insurance Company)
yaitu PT Asuransi Takaful Umum, dengan nomor ijin usaha dan operasional
berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-18.286.HT.01.01. Th. 1994 dan
SK. Menteri Keuangan RI No. 247/KMK.017/1995 pada tanggal 31 Mei 1995, yang
diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie pada 1 Juni 1995.
Tabel 1. Susunan Pemegang Saham PT Takaful Indonesia
PEMEGANG SAHAM PARTISIPASI SAHAM Syarikat Takaful Malaysia
Islamic Development Bank (IDB)
PEMEGANG SAHAM PARTISIPASI SAHAM Syarikat Takaful Malaysia
Islamic Development Bank (IDB)
Permodalan Nasional Mandiri PT. Bank Muamalat Indonesia PT. Karya Abadi
Bangsa Koperasi Karyawan Takaful Pemegang Saham Lainnya
Berdasarkan tabel tersebut, kepemilikan mayoritas saham Syarikat Takaful
Indonesia saat ini dikuasai oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56%) dan
Islamic Development Bank (IDB 26,39%), sedangkan selebihnya oleh Permodalan Nasional
Madani (PNM) dan Bank Muamalat Indonesia serta Karya Abdi Bangsa, Koperasi
Karyawan Takaful dan pemegang saham lainnya.
Adapun latar belakang lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan
prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah :
a.
Dengan sistem konvensional, sistem
perekonomian akan rapuh dan tidak akan menyelesaikan problem.
b.
Prinsip syariah sesuai dengan
prinsip yang tertera dalam Al Qur’an (pedoman bagi umat Islam dalam
bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsur-unsur keadilan
dibandingkan dengan sistem konvensional.
c.
Adanya permintaan pasar.
d.
Adanya kebijakan pemerintah yang
memberi kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan Fatwa MUI
No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah.
e.
Asuransi syariah di Indonesia
sebelum kurun waktu tahun 2001 hanya dijalankan oleh PT. Takaful sebagai pemain
tunggal bidang usaha asuransi syariah.
Asuransi Takaful sampai dengan tahun
2001 awal merupakan pemain tunggal dalam asuransi syariah di Indonesia, namun
peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah dengan adanya kebijakan pemerintah
melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang memberi
peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya
berbasis syariah melalui 3 (tiga) alternatif pendirian yaitu:
1.
Konversi langsung secara penuh dari
asuransi konvensional ke asuransi syariah dengan mengubah akad dan
menghilangkan unsur maysir, gharar dan riba; atau
2.
Membentuk langsung lembaga asuransi
syariah; atau
3.
Membuka kantor cabang asuransi
syariah/divisi asuransi syariah.
Tabel 2. Perusahaan Asuransi dengan Sistem dan Prinsip Islami Tahun
1994-2002 :
Perusahaan Asuransi Tahun Keterangan
Asuransi
Takaful Keluarga 1994 Asuransi Syariah
Asuransi Takaful Umum 1995 Asuransi Syariah
Asuransi Syariah Mubarakah 2001 Konversi Penuh
MAA Asuransi Jiwa 2001 Divisi Syariah
Asih Great Eastern 2001 Divisi Syariah
Tri Pakarta 2002 Divisi syariah
AJB Bumiputera 1912 2002 Divisi Syariah
BRIngin Jiwa Sejahtera 2002 Divisi Syariah
Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO) 2002 Divisi Syariah
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa
selama rentang tahun 1994 sampai dengan tahun 2002, terdapat 9 (sembilan)
perusahaan asuransi di Indonesia yang menerapkan sistem dan prinsip Islami.
Pertumbuhan perusahaan asuransi syariah tersebut didukung dengan kebijakan
pemerintah dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 268/KMK.06/2002. Regulasi
tersebut menyebabkan beberapa perusahaan asuransi membuka divisi syariah dan
ada yang melakukan konversi penuh kepada sistem syariah, sehingga semakin
banyak pemain dalam usaha asuransi syariah.
Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia ini tidak terlepas dari faktor
pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung perkembangan asuransi syariah
tersebut antara lain jumlah penduduk Indonesia yang ±mencapai
lebih dari 220.000.000 jiwa dan mayoritas beragama Islam ( 85%), sedangkan
jumlah penduduk untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
berkisar 35.000.000 jiwa dan 94% beragama Islam. Namun demikian pangsa pasar
yang demikian besar belumlah tergarap secara maksimal. Ini terbukti asuransi
syariah baru dapat menggarap 1,2% sampai 1,5% dari pangsa pasar asuransi
nasional yang mencapai 10%-20% dari jumlah penduduk Indonesia. Selain potensi
pasar tersebut, faktor pendukung pertumbuhan asuransi syariah juga berkaitan
dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) PP No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu
modal minimum bagi pendirian perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah
adalah Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), modal pendirian ini
lebih kecil daripada modal pendirian perusahaan asuransi secara konvensional
sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Modal pendirian yang
lebih sedikit ini pertumbuhan asuransi syariah mempunyai peluang lebih besar,
karena dimungkinkan bagi munculnya perusahaan-perusahaan baru di bidang
asuransi syariah.
Perkembangan dan pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia khususnya
Yogyakarta masih mengalami kesulitan ataupun kendala sebagai suatu hambatan
dalam asuransi syariah. Adapun kendala ataupun kesulitan yang dihadapi
perusahaan asuransi dalam mengembangkan asuransi syariah adalah :
a.
Belum adanya payung hukum mengenai
asuransi syariah. Belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur mengenai
asuransi syariah di Indonesia. Selama ini, asuransi syariah masih mendasarkan
legalitasnya pada UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara
operasional asuransi syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73 Tahun 1992 jo PP
No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan usaha
perasuransian, maupun regulasi menteri keuangan yang berkaitan dengan asuransi
syariah dan juga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui Fatwa DSN-MUI yang
berkaitan dengan asuransi syariah. Regulasi yang ada tersebut sudah lebih baik
dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan asuransi syariah karena regulasi
tersebut dikeluarkan pemerintah melalui menteri keuangan berkaitan dengan
asuransi syariah, namun regulasi yang ada dan Fatwa DSN-MUI belum bisa
mengakomodasi asuransi syariah karena Fatwa DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan
hukum, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang secara khusu
mengatur asuransi syariah. Namun, sampai saat ini belum ada payung hukum bagi
asuransi syariah, meskipun RUU Asuransi Syariah sudah lama diajukan ke DPR dan
diharapkan RUU ini akan segera disetujui DPR sebagaimana RUU Perbankan Syariah
yang telah lebih dulu disetujui belum lama ini.
b.
Faktor sumber daya manusia. Masih
terbatasnya sumber daya manusia yang benar-benar mempunyai kualifikasi,
mengerti mengenai syariah dan asuransi syariah, serta mempunyai semangat
perjuangan dan pengembangan ekonomi syariah khususnya asuransi syariah.
Minimnya sumber daya manusia ini disebabkan karena sebagian besar dari sumber
daya manusia yang ada merupakan lulusan dari program studi konvensional dan
kurang paham mengenai syariah sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara
pengetahuan yang dipelajari saat di perguruan tinggi dengan bidang kerja yang
dijalaninya dan kondisi ini dapat menghambat perkembangan ekonomi syariah.
Selain jumlah sumber daya manusia yang minim, kendala dari segi sumber daya
manusia yaitu masih rendahnya motivasi diri dan belum ada pemahaman yang matang
mengenai segmentasi pasar dari team marketing perusahaan sehingga masih ada
kekacauan pasar.
c.
Manajemen kantor cabang. Berdasarkan
hasil observasi lapangan ditemukan fakta bahwa manajemen kantor cabang masih
tumpang tindih. Kantor cabang belum mempunyai pemisahan fungsi manajemen
layaknya di kantor pusat sehingga dimungkinkan terjadi tumpang tindih diantara
fungsi manajemen tersebut.
d.
Kendala operasional. Kendala
operasional ini berkaitan dengan prosedur akseptasi lebih ketat, misalnya untuk
dapat mengcover asuransi personal accident diperlukan list peserta dan jika
tidak ada maka berakibat jatuh ke gharar, sedangkan di asuransi konvensional
tanpa list peserta (no name) sudah bisa di cover. Selain dalam hal prosedur
akseptasi, kendala operasional ini juga dapat terjadi dalam hal pembayaran yang
tidak lancar (macet) karena suatu hal peserta tidak dapat menyetorkan premi
pada waktunya bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam pembayaran.
Jika terjadi demikian perusahaan memberikan toleransi kepada peserta sehingga
hubungan antara peserta dengan perusahaan tidak terputus dan tetap dapat
proteksi dengan dana tabarru’ dicover dengan jumlah nilai tunai yang ada dan
apabila pembayaran sudah kembali lancar, nilai tunai yang dipinjam akan
dikembalikan. Namun apabila peserta memutuskan untuk berhenti sebelum masa
asuransi berakhir maka akan diberikan seluruh nilai tunai yang sudah terkumpul.
Selain itu kendala operasional ini proses penyelesaian polis yang cenderung
lama bisa lebih dari 14 (empat belas) hari sejak surat permintaan diajukan oleh
calon peserta bahkan bisa mencapai 30 (tiga puluh) hari atau lebih, terutama
bagi Kantor Cabang yang belum menggunakan sistem online, belum diberi
kewenangan underwriting oleh Kantor Pusat serta harus melewati prosedur seleksi
field underwriting dan underwriting dimulai dari kantor cabang ke kantor
wilayah baru kemudian diteruskan ke kantor pusat untuk diproses underwriting.
e.
Kurangnya kesadaran berasuransi.
Kesadaran masyarakat Indonesia untuk berasuransi masih sangat kurang (rendah),
untuk jumlah pastinya secara normatif tidak bisa disebutkan, namun partisipasi
ekonomi syariah saat ini baru 2%. Kurangnya kesadaran ini terbukti dengan ratio
asuransi nasional yang hanya mencapai 12% dari jumlah penduduk Indonesia dan
untuk asuransi syariah sekitar 1,2%.
f.
Ketidaktahuan masyarakat. Pada
dasarnya masyarakat belum banyak yang mengetahui mengenai asuransi syariah,
operasional maupun produk asuransi syariah serta keberadaan divisi/kantor
cabang syariah pada perusahaan asuransi konvensional disebabkan karena
sosialisasi yang dilakukan masih kurang intens dan belum ke semua customer.
Akibat ketidaktahuan akan asuransi syariah ini, bagi masyarakat yang mempunyai
pengalaman traumatik dengan asuransi konvensional berpendapat bahwa asuransi
ini tidak jauh berbeda dengan asuransi yang pernah mereka ikuti dimana uang
mereka akan hilang dan sulit dalam prosedural sehingga mereka merasa enggan, cenderung
tidak simpatik dan non kooperatif ketika disinggung mengenai asuransi syariah.
Sedangkan bagi masyarakat yang masih netral, beranggapan bahwa asuransi itu
mahal sehingga diperlukan anggaran khusus dan ada dana lebih untuk berasuransi,
prosedur yang rumit dan masih binggung dengan produk dalam asuransi syariah
yang sekiranya sesuai dengan kondisi dirinya. Dua kelompok masyarakat ini,
setelah diberi penjelasan singkat mengenai asuransi syariah mulai terbuka
cakrawala pemikirannya.
g.
Adanya perasaan traumatik pada
asuransi konvensional. Perasaan traumatik ini lahir karena mempunyai pengalaman
dengan asuransi konvensional yaitu ketika mereka sebagai nasabah asuransi
konvensional dan karena suatu hal tidak dapat menunaikan kewajibannya membayar
premi maka ketika mereka akan mengurus asuransi tersebut mengalami kesulitan
prosedural dan bahkan dalam polis secara jelas dan terang terdapat klausa bahwa
apabila tidak sanggup melakukan pembayaran maka uang yang sudah dibayar tidak
bisa dikembalikan.
Perkembangan usaha asuransi syariah
tersebut juga dipengaruhi oleh produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh
perusahaan asuransi dengan prinsip syariah. Mengenai produk asuransi syariah
ini berkaitan dengan produk dasar asuransi. Produk dasar asuransi dibedakan dalam
tiga kelompok yaitu :
a.
Term Insurance (Asuransi Berjangka),
jenis asuransi untuk memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu
khususnya jangka pendek, biasanya dalam waktu satu tahun atau dua tahun dan
asuransi jenis ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving). Manfaat
asuransi diberikan ketika tertanggung meninggal dunia dalam periode waktu
tertentu. Apabila tertangung meninggal dunia dalam masa asuransi, perusahaan
asuransi sebagai penanggung akan membayar uang pertanggungan dan ahli waris yang
ditunjuk akan menerima uang pertanggungan tersebut sesuai dengan perjanjian
asuransi tetapi apabila tertanggung masih hidup sampai jangka waktu asuransi
berakhir polis tersebut tidak berlaku dan tidak akan mendapat uang
pertanggungan.
b.
Endowment Insurance (Asuransi
Dwiguna), jenis asuransi ini memberikan perlindungan dan menyediakan sejumlah
dana dalam jangka waktu tertentu minimal 5 (lima) tahun dan mengandung unsur
tabungan (saving). Asuransi dwiguna ini terdiri dari pure insurance dan total insurance.
Produk asuransi dwiguna ini misalnya asuransi pendidikan dan asuransi hari tua.
Manfaat asuransi diberikan apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa
asuransi dan tertanggung masih tetap hidup sampai dengan masa asuransi
berakhir. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka
perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada ahli waris yang
ditunjuk sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih
tetap hidup sampai akhir perjanjian, maka tertanggung akan menerima uang
pertanggungan dari perusahaan asuransi.
c.
Whole life Insurance (Asuransi
Seumur Hidup), jenis asuransi ini memberikan perlindungan tetap seumur hidup
peserta. Manfaat asuransi diberikan pada waktu kapanpun tanpa dibatasi waktu
berakhirnya perjanjian. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi
(seumur hidup) maka peserta/ahli waris akan mendapat uang pertanggungan.
d.
Unit link merupakan produk asuransi
yang lahir karena mengikuti perkembangan dan permintaan pasar dengan tujuan
untuk investasi dan berlaku dalam jangka waktu tertentu. Manfaat berupa
kesempatan memilih jenis investasi untuk pengembangan dananya dan memberikan
pertanggungan apabila tertanggung mengalami musibah sebagaimana yang telah
diperjanjikan.
Berdasarkan
produk dasar tersebut, produk asuransi syariah dibedakan menjadi :
a.
Term insurance, asuransi berjangka
pendek biasanya dalam waktu 1 (satu) tahun/2 (dua) tahun dan tidak mengandung
tabungan (non saving). Manfaat asuransi diberikan kepada peserta sejak mulainya
perjanjian dan apabila peserta meninggal dunia dalam masa kontrak maka
perusahaan sebagai operator/penerima amanah membayarkan manfaat kepada ahli
waris, namun apabila peserta masih hidup sampai akhir masa kontrak ada porsi
iuran yang dibagikan.
b.
Endowment insurance, asuransi
dwiguna dengan manfaat perlindungan dan investasi berupa tabungan yaitu manfaat
asuransi apabila peserta meninggal dunia dan tabungan berkala berupa tabungan
yang diberikan kapan saja. Apabila peserta meninggal dunia dalam masa kontrak,
maka perusahaan asuransi sebagai operator/penerima amanah akan membayarkan
manfaat berupa santunan kebajikan (dana tabarru’) + tabungan + hasil investasi
kepada ahli waris, namun apabila peserta masih tetap hidup sampai akhir
kontrak, maka peserta akan menerima tabungan + hasil investasi.
c.
Unit link, jenis asuransi yang
memberikan manfaat perlindungan dan investasi dengan memberi kesempatan kepada
peserta memilih jenis investasi untuk pengembangan dananya. Jenis investasi ini
biasanya berupa saham, surat berharga, reksadana, obligasi melalui instrumen
syariah. Apabila peserta meninggal dunia maka kepada ahli warisnya akan
diberikan dana investasi milik peserta dan sejak saat itu perjanjian berakhir,
namun apabila peserta masih tetap hidup hingga perjanjian berkahir maka
kepadanya akan diberikan dana investasi yang merupakan akumulasi dana peserta
beserta hasil investasinya dari penempatan dananya dan sejak itu perjanjian
berakhir.
Produk asuransi selain dibedakan
berdasarkan produk dasar tersebut juga dibedakan menurut obyeknya yaitu :
a.
Asuransi Jiwa (life insurance),
suatu bentuk asuransi yang menyediakan manfaat berkaitan dengan perlindungan
jiwa/keluarga seseorang atas hidup atau matinya seseorang tersebut. Produk
asuransi jiwa ini dibedakan asuransi perseorangan (retail) dan asuransi
kumpulan (corporate). Asuransi perseorangan (retail) melibatkan perusahaan
asuransi dan individu (perseorangan), sedangkan asuransi kumpulan (corporate)
melibatkan perusahaan asuransi dengan lembaga/instansi/perusahaan lain maupun
sekelompok individu.
b.
Asuransi Umum (general insurance),
suatu bentuk asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga
sebagai akibat terjadinya musibah (evenement).
Produk asuransi syariah merupakan
gabungan dari formula dasar asuransi Term insurance, Endowment insurance, Unit
link; dibedakan atas Asuransi Jiwa (life insurance) dan Asuransi Umum (general
insurance); dan juga dibedakan antara produk yang mengandung unsur tabungan
(saving product) dan produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving
product). Produk asuransi tersebut menggunakan akad tabarru’, mudharabah maupun
wakalah bil ujrah, dalam operasionalnya. Produk-produk asuransi syariah
tersebut mempunyai manfaat asuransi/takaful mulai dari awal perjanjian hingga
perjanjian berakhir dan peserta dapat mengajukan klaim mulai kapan pun juga
selama masih dalam rentang waktu perjanjian yang disepakati.
Produk asuransi syariah yang
dipasarkan oleh perusahaan asuransi dengan prinsip syariah, yaitu :
a.
Asuransi Jiwa /Takaful Keluarga/Life
Insurance
Produk ini
dibedakan atas asuransi perseorangan (retail), asuransi kumpulan (corporate),
asuransi dengan unsur tabungan (saving), dan asuransi tidak dengan unsur
tabungan (non saving) dan bertujuan untuk memberikan perlindungan keapda
peserta yang bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau
penerima wasiatnya, apabila ia meninggal dunia, sebagai tabungan bagi peserta
yang masih hidup, serta sebagai persiapan apabila peserta mendapat kesulitan
dana akibat sakit, kecelakaan maupun mendapat ketidakmampuan. Produk asuransi
syariah ini terdiri dari asuransi perseorangan (asper)/layanan individu
(retail) dan asuransi kumpulan (askum)/layanan group/kelompok (corporate).
b.
Asuransi Kerugian/Asuransi Umum/Takaful
Umum/General Insurance
Produk dari general insurance ini
tidak mengandung unsur tabungan (non saving). Produk asuransi syariah yang
dikeluarkan dan dipasarkan asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau
tolong-menolong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang di alami oleh peserta.
Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994, walaupun sekitar 16 tahun yang
lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi tidak kalah dengan asuransi
konvensional yang telah berdiri lebih dahulu. Bisa dilihat perkembangan
asuransi syariah dari banyaknya perusahaan asuransi konvensional yang membuka
unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi yang dihimpun akhir tahun 2007
mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah banyak yang beralih ke asuransi
syariah, bukan karena syariah saat ini sedang naik daun, tetapi karena mereka
sudah mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah yang lebih baik.
Mengapa syariah dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian yang ada selama ini
mengandung unshur gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga unsure itu
diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah telihat dari segi konsep,
sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila
dibandingkan dengan asuransi konvensional.
DAFTAR
PUSTAKA
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2008.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Yogyakarta: Ekonisia, 2008.
Zainuddin Ali, Prof. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar
Grafik, 2008.
Al-Mashry, Rofiq Yunus, Fikih Muamalah Maliyah, Damascus: Darul
Qolam, 2005.
Amrin, Abdullah, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2011.
Comments
Post a Comment