Defenisi Asuransi Syariah



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
"Life is the Game" begitulah pepatah mengatakan. Permainan tentu ada kalanya menang, ada kalanya kalah. Begitu pula kehidupan, ada kalanya mujur, ada kalanya babak belur bahkan hingga hancur. Asumsi yang semacam itu membuat setiap manusia selalu ingin terhindar dari babak belur apalagi hancur (total lost) sehingga berusaha mencari sebuah pelindung (security) dikala terjadi sesuatu hal diluar keinginan (force majure), minimal resiko yang ditanggung tidak sebesar musibah yang diterima karena ada pihak sebagai pelindung atau penanggung atas kecelakaan tersebut.
Dengan adanya jaminan resiko, maka tercipta hidup yang aman, hal ini juga sejalan dengan firman Allah Swt:
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
" Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan" (QS. Quraisy : 4)
Ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa Allah menginginkan makhluknya menjadi makhluk yang hidup dalam kemakmuran dan ketenteraman sehingga menjadikan mahluk yang berbakti kepada Allah Swt. Bukan makhluk yang selalu dihantui oleh ketakutan, kebimbangan dan terlebih tidak bisa melaksanan kewajibannya melaksanakn perintah tuhannya.
Allah Swt juga memerintahkan umat manusia untuk menjadi umat yang tangguh sebab dengan begitu akan tercipta sebuah keturunan yang kuat sehingga tercipta sebuah tatanan umat manusia yang sejahtera.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. Annisa : 9)
Ayat diatas mengajak umat manusia untuk supaya tidak khawatir atas kesejahteraan mereka. Namun, adanya jaminan rasa ketidak khawatiran ini tentu bukan diartikan tanpa usaha, melainkan adanya sebab (sebab-musabab) sehingga tercipta sebuah kesejahteraan, karena fitrah manusia sendiri itu untuk berusaha (ikhtiyar).
B.       RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang diatas, penulis dapat mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.        Definisi Asuransi Syariah.
2.        Sejarah Asuransi Syariah.
3.        Perkembangan Asuransi Syariah.
C.      TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu, agar kita dapat memahami “definisi asuransi syariah dan sejarah kelahiran serta perkembangan asuransi syariah itu sendiri”.











BAB II
PEMBAHASAN
A.      SEKILAS DEFINISI ASURANSI SYARIAH
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah :
Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
·           Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.
·           Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
·           Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.
·           Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
·           UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
·           Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi. 
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsur yang terlibat. Pertama, pihak tertanggung yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.
B.       SEJARAH ASURANSI SYARIAH
Terkait dengan sejarah kelahiran asuransi syariah terdapat beberapa versi, yaitu :
1.        Versi Pertama
Munculnya asuransi syariah di dunia islam didasarkan adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional banyak mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.
a.        Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial.
b.        Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
c.         Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran islam. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekade tahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
2.        Versi Kedua
Asuransi telah lahir dan ditemukan jauh sebelum datangnya Islam yang digali melalui sejarah perekonomian dan kebudayaan manusia sejak zaman dulu, bahkan para pakar sejarah mengaitkannya dengan sejarah nabi Yusuf as.  Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab suci al-Qur'an. Riwayat lain menurut Clayton bahwa ide asuransi muncul dan berkembang sejak zaman Babilonia sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Pada perkembangan asuransi yang tumbuh berkembang di barat kemudian berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional.
Berbeda dengan asuransi syariah, sejarah lahirnya asuransi syariah berasal dari budaya suku Arab dengan sebutan Al-Aqilah. Konsep al-Aqilah ini diterima dan menjadi bagian dari hukum Islam. Hal ini didasarkan oleh hadits dari baginda nabi Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Dia berkata: Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan kepada baginda Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw, memutuskan ganti rugi dari pembunuhan janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki maupun perempuan dan memutuskan ganti rugi kematian tersebut dengan diyat yang dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang tua laki-laki). (HR. Bukhori)
Selain hadis tersebut, ada pasal khusus dalam konstitusi Madinah yang memuat semangat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya “Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah diantara mereka”.
Sebelum abad ke-14 asuransi telah dilakukan oleh orang-orang arab sebelum datangnya Islam. Orang-orang Arab yang mahir berdagang telah melakukan perdagangan di Negara lain melalui jalur laut. Untuk melindungi barang-barang dagangannya ini mereka mengasuransikannya dengan tidak menggunakan bunga dan riba. Praktek asuransi tersebut pun juga dilakukan oleh Nabi ketika melakukan perdagangan di Mekkah. Suatu ketika Nabi turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh armadanya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir. Kemudian para pengelola usaha yang merupakan anggota Dana Kontribusi membayar seluruh barang dagangan, termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad yang pada saat itu berdagang dengan modal dari Siti Khodijah juga telah menyumbangkan dana pada Dana Kontribusi tersebut dari keuntungan yang diperolehnya.
Kemudian pada pertengahan abad ke-20 di beberapa Negara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempraktekkan asuransi dalam bentuk takaful yang kemudian berkembang pesat hingga ke negara-negara penduduk non-muslim sekalipun di Eropa dan Amerika. Dan pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi syari’ah selain mengembangkan praktek tolong menolong juga memasukkan unsur investasi, yang prakteknya berjalan hingga sekarang.
Dalam budaya suku Arab dulu, jika anggota suku membunuh anggota suku yang lain, maka ahli waris terbunuh berhak atas kompensasi (bayaran uang darah) sebagai penutupan. Kemudian Rasulullah Saw membuat ketentuan tentang penyelamatan jiwa para tawanan yang tertahan oleh musuh karena perang, maka harus membayar tebusan untuk membebaskannya. Selain itu, Rasulullah Saw juga telah menetapkan menejemen sharing of risk dengan memberikan sejumlah kompensasi untuk berbagai kecelakaan akibat perang seperti :
o    5 ekor unta untuk luka tulang dalam
o    10 ekor unta untuk kehilangan jari tangan atau kaki
o    12.000 dinar untuk kematian (untuk ahli waris)
Dari sejarah diatas dapat disimpulkan bahwa sejak awal konsep asuransi syariah berbeda dengan konvensional. Dimana sejarah asuransi syariah lebih kepada tolong menolong satu sama lain sedangkan konvensional lebih kepada mencari keuntungan semata.
Perkembangan sejarah diatas akhirnya memunculkan sebuah pengertian berbeda, dimana pengertian asuransi konvensional sebagaimana disebutkan diatas bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan pihak penanggung mengikat diri pada tertanggung. Sedangkan asuransi syariah yang oleh beberapa ulama mendefinisikannya seperti menurut Rofiq Yunus Al-Mashri, asuransi adalah perjanjian antara pihak penanggung dan tertanggung untuk sesuatu yang dipertanggungkan.
Sedangkan Wahbah Zuhaili dalam Fikih Islami mendefinisikan sesuai dengan pembagiannya. Menurutnya, asuransi itu ada dua bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’awuni (asuransi dengan pembagian tetap).
Asuransi ini adalah kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka mendapat kecelakaan/kerugian. Kecelakaan yang menimpa para peserta asuransi ini dapat berbentuk kecelakaan, kematian, kebakaran, kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai dengan kesepakatan bersama. Asuransi seperti ini dapat juga berlaku bagi orang-orang yang pensiun, tua renta, dan tertimpa sakit.
Dan at-ta’min bi qist sabit adalah aqad yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapatkan kecelakaan, ia diberi ganti rugi.
Lebih lanjut dikatakannya, bentuk asuransi yang berkembang saat ini adalah at-ta’min bi qist sabit. Sifat akad ini mengikat kedua belah pihak. Perbedaan antara kedua asuransi ini, menurut Mustafa al-Buga terletak pada tujuan masing-masing. At-ta’min at-ta’awuni pada dasarnya tidak mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk kepentingan bersama ketika terjadi kemudaratan atas diri salah seorang anggotanya. Tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama tentang hukum kebolehan at-ta’mn at-ta’wuni, karena dasar dari jenis asuransi ini sejalan dengan prinsip Islam.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“ …Dan tolong-menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah : 2)
3.        Versi ketiga
Sejarah terbentuknya asuransi syariah ini dimulai pada tahun 1979 dimana perkenalan tentang asuransi syariah ini dipelopori oleh sebuah perusahaan asuransi jiwa yang berada di negara Sudan yang terletak di benua Afrika yang bernama “Sudanese Islamic Insurance”. Perusahaan asuransi jiwa tersebut memang perusahaan yang berada di wilayah mayoritas beragama Islam. Perusahaan asuransi tersebut yang pertama kali memperkenalkan produk asuransi syariah. Mulai dari menjawab pertanyaan tentang apa itu asuransi syariah ?  sampai dengan sistematika dalam mengelola dana asuransi syariah. Dengan adanya pengetahuan dasar tentang asuransi syariah tersebut, tidak lama dari tahun tersebut, muncul lagi perusahaan asuransi jiwa di benua Arab yang menawarkan produk asuransi jiwa, dan ini khusus untuk wilayah Arab dan sekitarnya. Setelah daratan Arab dan Afrika, pada tahun 1981 perusahaan asuransi jiwa yang berada di benua Eropa yaitu di Ibukota negara Swiss juga ikut memperkenalkan kepada dunia tentang asuransi syariah. Perusahaan asuransi jiwa tersebut memakai nama Islam “Dar Al – Maal Al-Islami”. Dan semua negara ikut serta untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan asuransi syariah ke seluruh dunia. Bahkan untuk umat agama lain diperkenankan untuk dapat menjadi nasabah produk asuransi syariah ini.
Untuk di wilayah Asia sendiri, pelopor untuk memperkenalkan produk asuransi syariah untuk pertama kali adalah perusahaan asuransi jiwa yang bernama “Takaful Malaysia” pada tahun 1985. Untuk memperluas jaringan dan lebih mempopulerkan asuransi syariah ini, PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) berhasil didirikan di Indonesia pada tahun 1994. Pembangunan perusahaan asuransi syariah pertama ini di Indonesia dipelopori oleh ikatan cendikiawan muslim indonesia. Pembangunan perusahaan asuransi syariah ini selain dipelopori ikatan cendikiawan islam indonesia, juga didukung oleh beberapa kalangan antara lain yayasan abdi bangsa, bank muamalat sebagai pelopor perbankan syariah, Pt asuransi tugu mandiri. Selain itu lembaga pemerintahan juga ikut berpasrtisipasi untuk memperkenalkan asuransi syariah di Indonesia, yaitu Departemen keuangan, dan juga pengusaha-pengusaha muslim yang ada di Indonesia lainnya.
Untuk mengembangkan asuransi syariah ini, PT Syarikat Takaful Indonesia mendirikan 2 perusahaan sebagai anak perusahaan tersebut. Kedua anak perusahaan tersebut adalah PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) pada tahun 1994, selanjutnya di ikuti oleh pendirian anak perusahaan yang kedua PT Asuransi Takaful Umum (ATU) di tahun 1995. Kedua anak perusahaan tersebut sama dalam segi tujuannya memperluas asuransi syariah di indonesia. Dengan dibangunya perusahaan asuransi yang khusus menawarkan produk asuransi syariah, maka banyak perusahaan asuransi besar yang sudah lebih dulu memasuki dan menawarkan berbagai produk asuransi juga mulai melirik dan memasukkan produk asuransi syariah sebagai list penawaran setiap agen-agen asuransi nya, Kenapa demikian? Karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah beragama islam. Seperti yang dilakukan oleh 2 perusahaan asuransi, yaitu Allianz Indonesia dan Prudential yang sudah lebih dulu memasuki area bisnis di Indonesia. Untuk perusahaan asuransi tersebut memasukkan produk asuransi syariah ke dalam daftar penawaran produk asuransi yang akan diberikan kepada para calon nasabah asuransi. Jadi, dengan produk asuransi syariah ini akan lebih menarik perhatian warga muslim yang ada di Indonesia untuk dapat merencanakan dan memberikan perlindungan kehidupan untuk masa sekarang sekaligus masa yang akan datang.
C.      PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah di Indonesia secara de facto diawali dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. TEPATI ini mengadakan studi banding ke Malaysia pada tanggal 7-10 Agustus 1993 sebagai langkah awal pendirian,untuk melihat perkembangan dan sistem asuransi syariah di Malaysia yang dikelola oleh perusahaan atau syarikat Takaful Malaysia SDN, Bhd. Setelah melakukan studi banding TEPATI mendirikan PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-6712.HT.01.01. Th. 1994 dan SIUP Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 533/09-01/PB/VII/2000. Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, PT. Syarikat Takaful Indonesia telah melayani masyarakat dengan jasa perlindungan asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan menerapkan prinsip-prinsip murni syariah pertama di Indonesia, selama lebih dari satu dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah), sebagai anak perusahaan dari PT. Takaful Indonesia sebagai perusahaan induk (Holding Company).
Keberadaan PT. Syarikat Takaful Indonesia secara de jure baru diakui dengan didirikan PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi jiwa syariah (Islamic Life Insurance Company) pada 4 Agustus 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-9583.HT.01.01. Th. 1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 385/KMK.017/1994 dan mulai beroperasi pada 25 Agustus 1994 ditandai dengan peresmian oleh Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dan diikuti dengan pendirian anak perusahaan yang bergerak di bidang asuransi umum syariah (Islamic General Insurance Company) yaitu PT Asuransi Takaful Umum, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan pada SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-18.286.HT.01.01. Th. 1994 dan SK. Menteri Keuangan RI No. 247/KMK.017/1995 pada tanggal 31 Mei 1995, yang diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof. Dr. B.J. Habibie pada 1 Juni 1995.
Tabel 1. Susunan Pemegang Saham PT Takaful Indonesia
PEMEGANG SAHAM PARTISIPASI SAHAM Syarikat Takaful Malaysia
Islamic Development Bank (IDB)
Permodalan Nasional Mandiri PT. Bank Muamalat Indonesia PT. Karya Abadi Bangsa Koperasi Karyawan Takaful Pemegang Saham Lainnya
Berdasarkan tabel tersebut, kepemilikan mayoritas saham Syarikat Takaful Indonesia saat ini dikuasai oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56%) dan Islamic Development Bank (IDB 26,39%), sedangkan selebihnya oleh Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Bank Muamalat Indonesia serta Karya Abdi Bangsa, Koperasi Karyawan Takaful dan pemegang saham lainnya.
Adapun latar belakang lahirnya sistem asuransi syariah dan penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha asuransi di Indonesia adalah :
a.         Dengan sistem konvensional, sistem perekonomian akan rapuh dan tidak akan menyelesaikan problem.
b.        Prinsip syariah sesuai dengan prinsip yang tertera dalam Al Qur’an (pedoman bagi umat Islam dalam bermuamalah) dan prinsip syariah banyak mengandung unsur-unsur keadilan dibandingkan dengan sistem konvensional.
c.         Adanya permintaan pasar.
d.        Adanya kebijakan pemerintah yang memberi kesempatan pada perusahaan untuk membuka divisi syariah dan Fatwa MUI No. 21/DSN-MUI/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah.
e.         Asuransi syariah di Indonesia sebelum kurun waktu tahun 2001 hanya dijalankan oleh PT. Takaful sebagai pemain tunggal bidang usaha asuransi syariah.
Asuransi Takaful sampai dengan tahun 2001 awal merupakan pemain tunggal dalam asuransi syariah di Indonesia, namun peluang terbuka untuk usaha asuransi syariah dengan adanya kebijakan pemerintah melalui SK. Menkeu No. 268/KMK.06/2002 tanggal 7 November 2002, yang memberi peluang bagi perusahaan asuransi konvensional untuk menjalankan usahanya berbasis syariah melalui 3 (tiga) alternatif pendirian yaitu:
1.        Konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke asuransi syariah dengan mengubah akad dan menghilangkan unsur maysir, gharar dan riba; atau
2.        Membentuk langsung lembaga asuransi syariah; atau
3.        Membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah.
Tabel 2. Perusahaan Asuransi dengan Sistem dan Prinsip Islami Tahun 1994-2002 :
Perusahaan Asuransi                                       Tahun              Keterangan
Asuransi Takaful Keluarga                             1994                Asuransi Syariah
Asuransi Takaful Umum                                 1995                Asuransi Syariah
Asuransi Syariah Mubarakah                          2001                Konversi Penuh
MAA Asuransi Jiwa                                       2001                Divisi Syariah
Asih Great Eastern                                          2001                Divisi Syariah
Tri Pakarta                                                       2002                Divisi syariah
AJB Bumiputera 1912                                                2002                Divisi Syariah
BRIngin Jiwa Sejahtera                                  2002                Divisi Syariah
Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO)             2002                Divisi Syariah
Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa selama rentang tahun 1994 sampai dengan tahun 2002, terdapat 9 (sembilan) perusahaan asuransi di Indonesia yang menerapkan sistem dan prinsip Islami. Pertumbuhan perusahaan asuransi syariah tersebut didukung dengan kebijakan pemerintah dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 268/KMK.06/2002. Regulasi tersebut menyebabkan beberapa perusahaan asuransi membuka divisi syariah dan ada yang melakukan konversi penuh kepada sistem syariah, sehingga semakin banyak pemain dalam usaha asuransi syariah.
Pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia ini tidak terlepas dari faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung perkembangan asuransi syariah tersebut antara lain jumlah penduduk Indonesia yang ±mencapai lebih dari 220.000.000 jiwa dan mayoritas beragama Islam ( 85%), sedangkan jumlah penduduk untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar 35.000.000 jiwa dan 94% beragama Islam. Namun demikian pangsa pasar yang demikian besar belumlah tergarap secara maksimal. Ini terbukti asuransi syariah baru dapat menggarap 1,2% sampai 1,5% dari pangsa pasar asuransi nasional yang mencapai 10%-20% dari jumlah penduduk Indonesia. Selain potensi pasar tersebut, faktor pendukung pertumbuhan asuransi syariah juga berkaitan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) PP No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, yaitu modal minimum bagi pendirian perusahaan asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), modal pendirian ini lebih kecil daripada modal pendirian perusahaan asuransi secara konvensional sebesar Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Modal pendirian yang lebih sedikit ini pertumbuhan asuransi syariah mempunyai peluang lebih besar, karena dimungkinkan bagi munculnya perusahaan-perusahaan baru di bidang asuransi syariah.
Perkembangan dan pelaksanaan asuransi syariah di Indonesia khususnya Yogyakarta masih mengalami kesulitan ataupun kendala sebagai suatu hambatan dalam asuransi syariah. Adapun kendala ataupun kesulitan yang dihadapi perusahaan asuransi dalam mengembangkan asuransi syariah adalah :
a.         Belum adanya payung hukum mengenai asuransi syariah. Belum ada payung hukum yang secara khusus mengatur mengenai asuransi syariah di Indonesia. Selama ini, asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Secara operasional asuransi syariah masih mengacu pada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa peraturan pemerintah melalui PP No. 73 Tahun 1992 jo PP No. 63 Tahun 1999 jo PP No. 39 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan usaha perasuransian, maupun regulasi menteri keuangan yang berkaitan dengan asuransi syariah dan juga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI melalui Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan asuransi syariah. Regulasi yang ada tersebut sudah lebih baik dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan asuransi syariah karena regulasi tersebut dikeluarkan pemerintah melalui menteri keuangan berkaitan dengan asuransi syariah, namun regulasi yang ada dan Fatwa DSN-MUI belum bisa mengakomodasi asuransi syariah karena Fatwa DSN-MUI tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang secara khusu mengatur asuransi syariah. Namun, sampai saat ini belum ada payung hukum bagi asuransi syariah, meskipun RUU Asuransi Syariah sudah lama diajukan ke DPR dan diharapkan RUU ini akan segera disetujui DPR sebagaimana RUU Perbankan Syariah yang telah lebih dulu disetujui belum lama ini.
b.        Faktor sumber daya manusia. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang benar-benar mempunyai kualifikasi, mengerti mengenai syariah  dan asuransi syariah, serta mempunyai semangat perjuangan dan pengembangan ekonomi syariah khususnya asuransi syariah. Minimnya sumber daya manusia ini disebabkan karena sebagian besar dari sumber daya manusia yang ada merupakan lulusan dari program studi konvensional dan kurang paham mengenai syariah sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara pengetahuan yang dipelajari saat di perguruan tinggi dengan bidang kerja yang dijalaninya dan kondisi ini dapat menghambat perkembangan ekonomi syariah. Selain jumlah sumber daya manusia yang minim, kendala dari segi sumber daya manusia yaitu masih rendahnya motivasi diri dan belum ada pemahaman yang matang mengenai segmentasi pasar dari team marketing perusahaan sehingga masih ada kekacauan pasar.
c.         Manajemen kantor cabang. Berdasarkan hasil observasi lapangan ditemukan fakta bahwa manajemen kantor cabang masih tumpang tindih. Kantor cabang belum mempunyai pemisahan fungsi manajemen layaknya di kantor pusat sehingga dimungkinkan terjadi tumpang tindih diantara fungsi manajemen tersebut.
d.        Kendala operasional. Kendala operasional ini berkaitan dengan prosedur akseptasi lebih ketat, misalnya untuk dapat mengcover asuransi personal accident diperlukan list peserta dan jika tidak ada maka berakibat jatuh ke gharar, sedangkan di asuransi konvensional tanpa list peserta (no name) sudah bisa di cover. Selain dalam hal prosedur akseptasi, kendala operasional ini juga dapat terjadi dalam hal pembayaran yang tidak lancar (macet) karena suatu hal peserta tidak dapat menyetorkan premi pada waktunya bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kemacetan dalam pembayaran. Jika terjadi demikian perusahaan memberikan toleransi kepada peserta sehingga hubungan antara peserta dengan perusahaan tidak terputus dan tetap dapat proteksi dengan dana tabarru’ dicover dengan jumlah nilai tunai yang ada dan apabila pembayaran sudah kembali lancar, nilai tunai yang dipinjam akan dikembalikan. Namun apabila peserta memutuskan untuk berhenti sebelum masa asuransi berakhir maka akan diberikan seluruh nilai tunai yang sudah terkumpul. Selain itu kendala operasional ini proses penyelesaian polis yang cenderung lama bisa lebih dari 14 (empat belas) hari sejak surat permintaan diajukan oleh calon peserta bahkan bisa mencapai 30 (tiga puluh) hari atau lebih, terutama bagi Kantor Cabang yang belum menggunakan sistem online, belum diberi kewenangan underwriting oleh Kantor Pusat serta harus melewati prosedur seleksi field underwriting dan underwriting dimulai dari kantor cabang ke kantor wilayah baru kemudian diteruskan ke kantor pusat untuk diproses underwriting.
e.         Kurangnya kesadaran berasuransi. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk berasuransi masih sangat kurang (rendah), untuk jumlah pastinya secara normatif tidak bisa disebutkan, namun partisipasi ekonomi syariah saat ini baru 2%. Kurangnya kesadaran ini terbukti dengan ratio asuransi nasional yang hanya mencapai 12% dari jumlah penduduk Indonesia dan untuk asuransi syariah sekitar 1,2%.
f.         Ketidaktahuan masyarakat. Pada dasarnya masyarakat belum banyak yang mengetahui mengenai asuransi syariah, operasional maupun produk asuransi syariah serta keberadaan divisi/kantor cabang syariah pada perusahaan asuransi konvensional disebabkan karena sosialisasi yang dilakukan masih kurang intens dan belum ke semua customer. Akibat ketidaktahuan akan asuransi syariah ini, bagi masyarakat yang mempunyai pengalaman traumatik dengan asuransi konvensional berpendapat bahwa asuransi ini tidak jauh berbeda dengan asuransi yang pernah mereka ikuti dimana uang mereka akan hilang dan sulit dalam prosedural sehingga mereka merasa enggan, cenderung tidak simpatik dan non kooperatif ketika disinggung mengenai asuransi syariah. Sedangkan bagi masyarakat yang masih netral, beranggapan bahwa asuransi itu mahal sehingga diperlukan anggaran khusus dan ada dana lebih untuk berasuransi, prosedur yang rumit dan masih binggung dengan produk dalam asuransi syariah yang sekiranya sesuai dengan kondisi dirinya. Dua kelompok masyarakat ini, setelah diberi penjelasan singkat mengenai asuransi syariah mulai terbuka cakrawala pemikirannya.
g.        Adanya perasaan traumatik pada asuransi konvensional. Perasaan traumatik ini lahir karena mempunyai pengalaman dengan asuransi konvensional yaitu ketika mereka sebagai nasabah asuransi konvensional dan karena suatu hal tidak dapat menunaikan kewajibannya membayar premi maka ketika mereka akan mengurus asuransi tersebut mengalami kesulitan prosedural dan bahkan dalam polis secara jelas dan terang terdapat klausa bahwa apabila tidak sanggup melakukan pembayaran maka uang yang sudah dibayar tidak bisa dikembalikan.
Perkembangan usaha asuransi syariah tersebut juga dipengaruhi oleh produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi dengan prinsip syariah. Mengenai produk asuransi syariah ini berkaitan dengan produk dasar asuransi. Produk dasar asuransi dibedakan dalam tiga kelompok yaitu :
a.         Term Insurance (Asuransi Berjangka), jenis asuransi untuk memberikan perlindungan dalam jangka waktu tertentu khususnya jangka pendek, biasanya dalam waktu satu tahun atau dua tahun dan asuransi jenis ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving). Manfaat asuransi diberikan ketika tertanggung meninggal dunia dalam periode waktu tertentu. Apabila tertangung meninggal dunia dalam masa asuransi, perusahaan asuransi sebagai penanggung akan membayar uang pertanggungan dan ahli waris yang ditunjuk akan menerima uang pertanggungan tersebut sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih hidup sampai jangka waktu asuransi berakhir polis tersebut tidak berlaku dan tidak akan mendapat uang pertanggungan.
b.        Endowment Insurance (Asuransi Dwiguna), jenis asuransi ini memberikan perlindungan dan menyediakan sejumlah dana dalam jangka waktu tertentu minimal 5 (lima) tahun dan mengandung unsur tabungan (saving). Asuransi dwiguna ini terdiri dari pure insurance dan total insurance. Produk asuransi dwiguna ini misalnya asuransi pendidikan dan asuransi hari tua. Manfaat asuransi diberikan apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi dan tertanggung masih tetap hidup sampai dengan masa asuransi berakhir. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada ahli waris yang ditunjuk sesuai dengan perjanjian asuransi tetapi apabila tertanggung masih tetap hidup sampai akhir perjanjian, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan dari perusahaan asuransi.
c.         Whole life Insurance (Asuransi Seumur Hidup), jenis asuransi ini memberikan perlindungan tetap seumur hidup peserta. Manfaat asuransi diberikan pada waktu kapanpun tanpa dibatasi waktu berakhirnya perjanjian. Apabila tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi (seumur hidup) maka peserta/ahli waris akan mendapat uang pertanggungan.
d.        Unit link merupakan produk asuransi yang lahir karena mengikuti perkembangan dan permintaan pasar dengan tujuan untuk investasi dan berlaku dalam jangka waktu tertentu. Manfaat berupa kesempatan memilih jenis investasi untuk pengembangan dananya dan memberikan pertanggungan apabila tertanggung mengalami musibah sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Berdasarkan produk dasar tersebut, produk asuransi syariah dibedakan menjadi :
a.         Term insurance, asuransi berjangka pendek biasanya dalam waktu 1 (satu) tahun/2 (dua) tahun dan tidak mengandung tabungan (non saving). Manfaat asuransi diberikan kepada peserta sejak mulainya perjanjian dan apabila peserta meninggal dunia dalam masa kontrak maka perusahaan sebagai operator/penerima amanah membayarkan manfaat kepada ahli waris, namun apabila peserta masih hidup sampai akhir masa kontrak ada porsi iuran yang dibagikan.
b.        Endowment insurance, asuransi dwiguna dengan manfaat perlindungan dan investasi berupa tabungan yaitu manfaat asuransi apabila peserta meninggal dunia dan tabungan berkala berupa tabungan yang diberikan kapan saja. Apabila peserta meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan asuransi sebagai operator/penerima amanah akan membayarkan manfaat berupa santunan kebajikan (dana tabarru’) + tabungan + hasil investasi kepada ahli waris, namun apabila peserta masih tetap hidup sampai akhir kontrak, maka peserta akan menerima tabungan + hasil investasi.
c.         Unit link, jenis asuransi yang memberikan manfaat perlindungan dan investasi dengan memberi kesempatan kepada peserta memilih jenis investasi untuk pengembangan dananya. Jenis investasi ini biasanya berupa saham, surat berharga, reksadana, obligasi melalui instrumen syariah. Apabila peserta meninggal dunia maka kepada ahli warisnya akan diberikan dana investasi milik peserta dan sejak saat itu perjanjian berakhir, namun apabila peserta masih tetap hidup hingga perjanjian berkahir maka kepadanya akan diberikan dana investasi yang merupakan akumulasi dana peserta beserta hasil investasinya dari penempatan dananya dan sejak itu perjanjian berakhir.
Produk asuransi selain dibedakan berdasarkan produk dasar tersebut juga dibedakan menurut obyeknya yaitu :
a.         Asuransi Jiwa (life insurance), suatu bentuk asuransi yang menyediakan manfaat berkaitan dengan perlindungan jiwa/keluarga seseorang atas hidup atau matinya seseorang tersebut. Produk asuransi jiwa ini dibedakan asuransi perseorangan (retail) dan asuransi kumpulan (corporate). Asuransi perseorangan (retail) melibatkan perusahaan asuransi dan individu (perseorangan), sedangkan asuransi kumpulan (corporate) melibatkan perusahaan asuransi dengan lembaga/instansi/perusahaan lain maupun sekelompok individu.
b.        Asuransi Umum (general insurance), suatu bentuk asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga sebagai akibat terjadinya musibah (evenement).
Produk asuransi syariah merupakan gabungan dari formula dasar asuransi Term insurance, Endowment insurance, Unit link; dibedakan atas Asuransi Jiwa (life insurance) dan Asuransi Umum (general insurance); dan juga dibedakan antara produk yang mengandung unsur tabungan (saving product) dan produk yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving product). Produk asuransi tersebut menggunakan akad tabarru’, mudharabah maupun wakalah bil ujrah, dalam operasionalnya. Produk-produk asuransi syariah tersebut mempunyai manfaat asuransi/takaful mulai dari awal perjanjian hingga perjanjian berakhir dan peserta dapat mengajukan klaim mulai kapan pun juga selama masih dalam rentang waktu perjanjian yang disepakati.
Produk asuransi syariah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi dengan prinsip syariah, yaitu :
a.         Asuransi Jiwa /Takaful Keluarga/Life Insurance
Produk ini dibedakan atas asuransi perseorangan (retail), asuransi kumpulan (corporate), asuransi dengan unsur tabungan (saving), dan asuransi tidak dengan unsur tabungan (non saving) dan bertujuan untuk memberikan perlindungan keapda peserta yang bermaksud menyediakan sejumlah dana bagi ahli warisnya dan atau penerima wasiatnya, apabila ia meninggal dunia, sebagai tabungan bagi peserta yang masih hidup, serta sebagai persiapan apabila peserta mendapat kesulitan dana akibat sakit, kecelakaan maupun mendapat ketidakmampuan. Produk asuransi syariah ini terdiri dari asuransi perseorangan (asper)/layanan individu (retail) dan asuransi kumpulan (askum)/layanan group/kelompok (corporate).
b.        Asuransi Kerugian/Asuransi Umum/Takaful Umum/General Insurance
              Produk dari general insurance ini tidak mengandung unsur tabungan (non saving). Produk asuransi syariah yang dikeluarkan dan dipasarkan asuransi kendaraan bermotor, asuransi kebakaran.




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau tolong-menolong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994, walaupun sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi tidak kalah dengan asuransi konvensional yang telah berdiri lebih dahulu. Bisa dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya perusahaan asuransi konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya dana premi yang dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat telah banyak yang beralih ke asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini sedang naik daun, tetapi karena mereka sudah mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah yang lebih baik. Mengapa syariah dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian yang ada selama ini mengandung unshur gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga unsure itu diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah telihat dari segi konsep, sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan, bila dibandingkan dengan asuransi konvensional.









DAFTAR PUSTAKA
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim, 2008.
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2008.
Zainuddin Ali, Prof. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafik, 2008.
Al-Mashry, Rofiq Yunus, Fikih Muamalah Maliyah, Damascus: Darul Qolam, 2005.
Amrin, Abdullah, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011.

Comments

Popular posts from this blog

Khutbah Jumat Bahasa Bugis

Khutbah Idul Adha Versi Bahasa Bugis

Khutbah Bahasa Bugis