Konsep Jual Beli Menurut QS. An-Nisa:29


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Allah SWT  telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka saling tolong menolong, tukar menukar keeperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dengan jalan jual-beli, sewa-menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan dan lain-lain.
Dalam aktivitas sehari-hari, kita banyak melakukan banyak aktivitas muamalah yang terkadang jarang kita perhatikan kesyar’iannya lantaran sudah menjadi kebiasaan umum di tengah-tengah masyarakat. Ketika kebiasaan itu memang di benarkan oleh syara’ maka tidak akan menjadi masalah. Beda halnya ketika kebiasaan tersebut bertentangan dengan syara’ tapi karena di kenal umum di tengah-tengah masyarakat sehingga di anggap tidak melanggar syara’. Contohnya saja mengenai praktik riba yang sedang marak menjangkiti masyarakat di tengah-tengah kondisi ekonomi yang sulit. Dalam hal ini riba di anggap hal yang biasa dan bahkan ada yang menghalalkannya karena aktivitasnya mirip dengan jual beli. Sekalipun ada ayat yang menjelaskan tentang perbedaan keduanya.

Dalam Al-Quran sendiri Allah SWT. Telah memberikan batasan dan kaidah-kaidah, khususnya dalam jual beli. Seperti yang terdapat pada QS.An-Nisa:29 yang menjelaskan tentang jual beli secara umum yang sesuai dengan norma-norma agama.

B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah konsep jual beli menurut QS.An-Nisa:29?
2.      Bagaimanakah penjelasan QS.An-Nisa:29?
3.      Apakah hikmah QS.An-Nisa:29?


C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengethui:
1.      Konsep jual beli menurut QS.An-Nisa:29.
2.      Penjelasan QS.An-Nisa:29.
3.      Hikmah QS.An-Nisa:29.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  QS.An-Nisa:29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (29)
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, janagnlah kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian”.

B.  Penjelasan Kata Mufradat
1.    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا  (Wahai orang-orang yang beriman)
Yang diseru adalah orang-orang beriman karena yang sadar, tunduk, berubah, ikut aturan itu adalah orang beriman. Kalau kita mengaku beriman, tatapi kita masih ragu tentang kebenaran sistem perekonomian Islam, seperti kita masih ragu keharamannya transaksi dengan riba dan bank konvensional, maka keimanan kita perlu dipertanyakan. Karena itulah Allah memanggil orang yang beriman secara tegas, agar mereka sadar untuk tunduk.
2.      لَا تَأْكُلُوا  (Jangan memakan)
Kita dilarang oleh Allah, padahal larangan itu menunjukkan haram kecuali ada dalil, sedang untuk ayat ini tidak ada dalil lain. Jadi haram hukumnya mendapatkan harta dengan cara yang tidak dibolehkan syara`.
Meskipun yang disebutkan di sini hanya “makan”, tetapi yang dimaksud adalah segala bentuk transaksi, baik penggunaan maupun pemanfaatan. Al-Quran sering menggunakan redaksi mana yang lebih menjadi prioritas. Artinya harta itu pada umumnya untuk dimakan, tapi bukan berarti memanfaatkannya boleh.
3.      أَمْوَالَكُمْ :(harta kalian).
Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya harta adalah adalah milik umum, kemudian Allah memberikan hak legal kepada pribadi untuk memiliki dan menguasainya, tetapi dalam satu waktu Islam menekannya kewajiban membantu orang lain yang membutuhkan. Perlu diketahui, bahwa kalaupun harta itu sudah menjadi milik pribadi tapi bukan berarti kita diperbolehkan untuk menggunakannya kalau digunakan dalam hal yang tidak dibenarkan syariat, maka harta itu juga tidak boleh digunakan. Apalagi kalau kita mendapatkan harta tersebut dari orang lain dengan cara batil: tidak sesuai aturan syara`.
4.       إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً(Kecuali dengan jalan perdagangan)
Ini adalah dzikrul juz lilkul. Artinya menyebut sebagian untuk seluruhnya, karena umumnya harta itu didapatkan dengan transaksi jual beli (perdagangan) yang didalamnya terjadi transaksi timbal balik. Selama transaksi tersebut dilakukan sesuai aturan syar`I, maka hukumnya halal. Tentu transaksi jual beli ini, tidaklah satu-satu cara yang halal untuk mendapatkan harta, disana ada hibah, warisan dan lain-lain.
5.      عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ  (kalian saling ridha)
Jual beli itu harus dilandasi dengan keikhlasan dan keridloan. Artinya tidak boleh ada kedhaliman, penipuan, pemaksaan dan hal-hal lain yang merugikan kedua pihak. Oleh karena itu, pembeli berhak mengembalikan barang yang dibeli ketika mendapati barangnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Tentang kejujuran, sejarah Islam telah mencatat banyak kisah tentang hal itu. Di antaranya, sebagaimana dikisahkah oleh Imam Ghazali, yang dinukil oleh Syaikh Yusuf Qordhawi dalam bukunya “al- Iman wal-Hayah”, bahwa Yunus bin Ubaid berjualan pakaian dengan harga yang beragam. Ada yang berharga 200 dirham dan ada juga 400 dirham. Ketika ia pergi untuk sholat, anak saudaranya menggantikan untuk menjaga kios. Pada saat itu datang seorang Arab Badui (kampung) membeli pakaian yang berharga 400 dirham. Oleh sang penjuan diberikan pakaian yang berharga 200 dirham. Pembeli merasa cocok dengan pakaian yang ditawarkan, maka dibayarlah dengan 400 dirham. Badui tersebut segera pergi dan menenteng pakaian yang baru ia beli. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Ia sangat paham bahwa pakaian yang di beli Badui tersebut adalah berasal dari kiosnya. Maka ditanyakanlah, “Berapa harga pakaina ini?”  “Empat ratus dirham”. Yunus menjawab, “ Harganya tidak lebih dari dua ratus dirham, mari kita kembali untuk kukembalikan kelebihan uangmu”. Badui tersebut menjawab “Ditempat lain pakaian semacam ini harganya 500 dirham, dan saya sudah merasa senang”. “Mari kembali bersamaku, karena dalam pandangan agama kejujuran lebih berharga dari dunia seisinya” Sesampainya di kios, dikembalikannya sisa uang pembelian tersebut sebanyak 200 dirham.
Penyebutan transaksi perdagangan (bisnis) secara tegas dalam ayat ini menegaskan keutamaan berbisnis atau berdagang. Dalam bayak hadist diterangkan tentang keutamaan berbisnis di antaranya adalah “Mata pencaharian yang baik adalah mata pencaharian pedagang yang jujur. Kalau menawarkan tidak bohong, kalau janji tidak nyalahi, kalau jadi konsumen, jadi konsumen yang baik, jangan mencari-cari cacatnya, kalau jadi pedagang tidak memuji-muji barangnya sendiri. (promosi boleh, tapi yang wajar, dan riel). Kalau punya hutang tidak menunda, kalau memberikan hutang pada orang lain melonggarkan (HR. al-Baihaqi).
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur, yang amanah, dia nanti di akherat kedudukannya bersama para Nabi, para shidiqin dan para syuhada” (HR. ad-Daruqudni).
Dalam hadits-hadits tersebut Rosulullah saw. telah mengajarkan prinsip-prinsip berbisnis yang benar. Sehingga apabila seorang pedagang melaksanakannya, maka ia akan sukses dan barokah.
6.      وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ  (jangan saling membunuh)
Dan janganlah kamu saling membunuh. Dalam perniagaan atau perdagangan sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti sering terjadi permusuhan. Kata ulama makna ayat ini adalah “jangan saling membunuh”. Adapun makna dhahirnya “jangan bunuh diri”. Keduanya bisa diterima, karena bisa saja orang berbisnis, bangkrut, stress, lalu bunuh diri. Jadi artinya harta yang kita kejar itu jangan sampai melalaikan dari tujuan kita, misi kita sebagai hamba  Allah, bahwa pada harta itu ada hak-hak Allah, harta itu tidak kekal, dan tujuan hidup kita bukan untuk itu. Sehingga jangan sampai menghalalkan segala cara untuk mendapat harta yang sebanyak-banyaknya.
7.      إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (sesungguhnya Allah itu Maha Kasih sayang kepada kalian),
Diantaranya dengan memberikan penjelasan kepada manusia tentang sistem transaksi harta, agar manusia bisa hidup berdampingan, jauh dari permusuhan apalagi sampai bunuh-bunuhan hanya karena persaingan dagang. Karena itu sebgai orang mukmin harus tunduk dan percaya kepada seluruh aturan Allah dan Rasul-Nya. Karena semua aturan syariah itu adalah demi kemaslahatan umat.

C.  Tafsir QS.An-Nisa’:29
Kata perniagaan yang berasal dari kata niaga, yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan amat luas maksudnya, segala jual beli, sewa menyewa, import dan eksport, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda termasuklah itu dalam bidang niaga.
Allah melarang hamba-hamba-Nya kaum mukminin untuk memakan harta sebagian mereka terhadap sebagian lainnya dgn cara yang batil. Yaitu dengan segala jenis penghasilan yang tak syar’i, seperti berbagai jenis transaksi riba, judi, mencuri, dan lainnya, yang berupa berbagai jenis tindakan penipuan dan kezaliman. Bahkan termasuk pula orang yang memakan hartanya sendiri dengan penuh kesombongan dan kecongkakan.
Ibnu Jarir mengatakan: “Ayat ini mencakup seluruh umat Muhammad. Maknanya adalah: ‘Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain tanpa hak.’ Termasuk dalam hal ini adalah perjudian, penipuan, menguasai (milik orang lain), mengingkari hak-hak (orang lain), apa-apa yang pemiliknya tak ridha, atau yang diharamkan oleh syariat meskipun pemiliknya ridha.”
Dari penjelasan para ulama tentang hal ini, kita bisa memberi kesimpulan bahwa memakan harta dengan cara yang batil terbagi menjadi dua bagian:
1)      mengambilnya dgn cara zalim seperti mencuri, khianat, suap, dan yang lainnya.
2)      apa yang diharamkan oleh syariat meskipun pemilik harta itu ridha.
Selain dalam surah An-Nisa ayat 29, ayat-ayat yang menyebutkan haramnya memakan harta manusia dengan cara batil juga terdapat pada:
a)      QS. Al-Baqarah:188
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
b)      QS.An-Nisa’:161
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ  
“Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
c)      QS.At-Taubah:34
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ šcrÝÁtƒur `tã È@Î6y «!$# 3 šúïÏ%©!$#ur šcrãÉ\õ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZムÎû È@Î6y «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OŠÏ9r& ÇÌÍÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,”
Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak). Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.
Bersandar pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika ada disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, sedangkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah,dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan karena perbuatan yang demikian itu sudah dapat menunjukkan atau menandakan persetujuan dan suka sama suka.
Ulama berbeda pendapat mengenai sampai dimana batas “berkeridhaan” itu. Satu golongan berkata, sempurnanya berlaku berkeridhaan pada kedua belah pihak adalah sesudah mereka berpisah setelah dilakukan akad. Menurut Syaukani,yang dihitung jual beli itu adalah adanya ridha hati, dengan senang, tapi tidak harus dengan ucapan, bahkan jika perbuatan dan gerak-gerik sudah menunjukkan yang demikian, maka itu sudah cukup dan memadai. Sedangkan Imam Sayafi’i dan Imam Hanafi mensyaratkan akad itu sebagai bukti keridhaanya. Ridha itu adalah suatu tindakan tersembunyi yang tidak dapat dilihat, sebab itu wajiblah menggantungkannya dengan satu syarat yang dapat menunjukkan ridha itu ialah dengan akad.


D.  Konsep Jual Beli Menurut QS.An-Nisa’:29
1.      Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa bermakna memiliki dan membeli. Jual beli juga diartikan “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Sedangkan menurut syara” jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepekati.
2.      Rukun Jual Beli
Menurut jumhur ulama, rukun jual beli ada 4:
1)   Akad (Ijab qabul)
Ijab qabul ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan ataupun tulisan. Ijab qabul dalam bentuk perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yang saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang). Menurut fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang kecilpun harus ada ijab qabul tetapi menurut Imam na-Nawawi dan ulama muta’akhirin syafi’yah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil tidak dengan ijab qabul. Jual beli menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab qabul. Ini adalah pendapat jumhur ulama.
2)   Orang-orang yang berakad (subjek)
Ada 2 pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).
3)   Ma’kud ‘alaih (objek)
Barang-barang yang bermanfaat menurut pandangan syara’.
4)   Ada nilai tukar pengganti barang
Nilai tukar pengganti barang yaitu dengan sesuatu yang memenuhi 3 syarat bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai suatu barang (unit of account) dan bisa dijadikan alat tukar (medium of echange)
3.      Syarat Jual Beli
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah  kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
1)   Penjual dan pembeli
a.       Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam jual beli. Allah swt.berfirman dalam surah an-Nisaa’ ayat 5:
وَﻻَ تُؤْ تُوْاالسُّفَهَاءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَمًا
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu.
b.      Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam Surah an-Nisaa’ ayat 29 Allah berfirman:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ﺍٰمَنُوْاﻻَ تَأْكُلُوْا أَمْوَآلَكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَاطِلِ اِﻻﱠ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu”.
c.       Barang yang diperjual belikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
d.      Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa, akan tetapi anak-anak yang belum baligh  dibolehkan melakukan jual beli untuk barang-barang yang bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran.
2)   Syarat uang dan barang yang dijual
a.       Keadaan barang suci atau dapat disucikan.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung”. (HR. Bukhari dan Muslim)
b.      Barang yang dijual  memiliki manfaat.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih)
Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan barang-barang haram sebagai berikut: Minuman keras dengan berbagai macam jenisnya, bangkai, babi, anjing dan patung.
Dalam hadist yang lain riwayat Ibnu Mas’ud beliau berkata:
Sesungguhnya Nabi Saw melarang (makan) harga anjing, bayaran pelacur dan hasil perdukunan”. (HR. Bukhari dan Muslim)
c.       Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang dipercayakan kepadanya untuk dijual.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dia bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang seseorang yang datang ke tokonya untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak ada di tokonya, kemudian dia mengambil uang orang tersebut dan membeli barang yang diinginkan dari toko lain, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab:
لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
jangan engkau jual barang yang tidak engkau miliki!” (HR. Abu Daud)
Dan tidak boleh hukumnya menjual barang yang telah dibeli namun belum terjadi serah-terima barang.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, ia berkata, “aku bertanya kepada rasulullah, jual-beli apakah yang diharamkan dan yang dihalalkan? Beliau bersabda, “hai keponakanku! Bila engkau membeli barang jangan dijual sebelum terjadi serah terima”. (HR. Ahmad)
d.      Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan dalam jual beli.
e.       Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
4.      Hukum Jual Beli
Orang  yang  terjun dalam bidang usaha jual beli harus mengetahui hukum jual beli agar dalam jual beli tersebut tidak ada yang dirugikan, baik dari pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli hukumnya mubah. Artinya, hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu... .”QS.AnNisa:29
Hadis nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut:
" إنما البيع عن تراض "(رواه ابن ماجه)
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1.    Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;
2.    Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang;
3.    Sunah, misalnya menjual barang  kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual;
4.    Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.

E.  Hikmah QS.An-Nisa’:29
Pada ayat ini (QS.an-Nisa`: 29) merupakan salah satu gambaran kecil dari kesempurnaan Islam, dimana Islam menegaskan bahwa kita diajari oleh Allah bagaimana berbisnis dengan benar. Sehingga ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dalam ayat ini yaitu:
1.    Transaksi harta dibahas begitu rinci dalam Islam, karena:
a.       sebagaimana kita ketahui, harta adalah ruh kehidupan bagi siapapun dan kapanpun. Kalau tidak dibuat aturan main dengan benar, pasti akan timbul permusuhan, padahal Islam tidak menginginkan pertumpahan darah hanya karena harta. Karena itu dalam perdagangan ini Islam mengaturnya agar satu sama lain bisa hidup berdampingan secara rukun.
b.      hakekat harta ini pada dasarnya adalah hak bersama. Sehingga setiap individu punya hak untuk mendapatkannya dan mengelolanya. Asal dengan landasan adil dan kerelaan, jauh dari kedhaliman, manipulasi, kebohongan, kecurangan dan paksaan.
2.    Islam itu bukan liberal kapitalis, yaitu sebuah sistem perekonomian yang sekarang ini dilaksanakan oleh barat, dimana mereka memberikan kekuasaan mutlak kepada individu untuk mengeruk harta kekayaan alam semesta ini tanpa memperhatikan asas keadilan, kebersamaan dan kerelaan. Lawannya adalah komunis sosial, yang semua harta ini adalah milik negara, tidak ada individu yang berhak menguasai. Dua sistem ini berusaha saling menghancurkan dan mengambil pengaruh di ekonomi dunia. Walaupun diakui atau tidak, kedua sistem ini sudah terbukti kegagalannya, dengan banyaknya pegangguran, kemiskinan dan banyak negara-negara penganutnya yang bangkrut.
3.    Islam adalah sebuah sistem, manhaj, jalan kehidupan yang sangat lengkap, komprehensif, universal. Artinya Islam tidak hanya mengatur hubungan kita dengan Allah (ibadah atau ritual) tapi juga mengatur hubungan antarmanusia bahkan antara manusia dengan alam semesta ini, termasuk di dalamnya sistem perekonomian Islam. Mungkin baru sekarang ini kita dapat melihat munculnya banyak perbankan syariah. Itu adalah baru bagian kecil dari sistem Islam dalam perekonomian.
4.    Dalam Islam ada teori kepemilikan, yaitu manusia itu diberi oleh Allah hak kepemilikan harta. Tapi di samping itu dia diberi kewajiban mengeluarkan harta tatkala diperlukan, misalnya zakat untuk menolong kelompok masayarakat yang dalam keadaan kekurangan. Atau seperti di zaman khalifah Umar r.a, ketika terjadi paceklik, maka diambil-lah harta orang-orang kaya untuk dibagikan kepada rakyat, karena dalam harta tersebut ada hak untuk mereka. Dalilnya adalah karena muslimin itu bagaikan satu bangunan, saling menguatkan. Karena itu umat islam adalah ummatan wasatha (umat moderat, tidak kebarat atau ketimur, tidak ke kapitalis liberal juga tidak ke komunis sosialis).
Sistem ekonomi Islam itu sungguh luar biasa. Sebuah sistem yang mendasarkan kepada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, kejujuran, jauh dari kedhaliman dan riba. Karenanya, banyak pakar perekonomian dunia mulai melirik sistem perekonomian Islam, karena siapapun yang mempraktekkan sistem Islam dengan benar dan professional insya Allah ia akan sukses.
Menyadari hal itu, maka anak kita perlu kita didik setinggi-tingginya, di samping dasar keimanan dan keislaman yang kuat, anak juga perlu menguasai ilmu-ilmu dunia. Karena kemajuan umat ini tergantung pada pendidikan kita. Maka perlu kita waspadai pembodohan terhadap umat Islam, misalnya kita disibukkan dengan hal-hal yang tidak penting, perbedaan yang tidak prinsip dan isu-isu “murahan” yang sengaja dibuat oleh musuh Islam, sehingga kita dilupakan untuk memikirkan bagaimana seharusnya mengatur negara, mengusai ekonomi, melestarikan alam dan sebagainya. Kita menjadi umat yang tidak pernah berpikir bagaimana kita harus bangkit membangun peradaban dunia. Padahal Allah telah menjelaskan bahwa:”Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra`d: 11).


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Jual beli adalah perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepekati.
Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan tentang norma dan mekanisme dalam memperolah harta, yaitu khususnya dengan cara jual beli secara umum. Seperti dalam QS.An-Nisa’:29 yang menjelaskan tentang tata cara perniagaan (perdagangan) yang sesuai dengan syar’i atau tidak bathil.
Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam transaksi jual beli, seperti harus sempurna rukun dan syarat-syarat jual beli itu sendiri. Jika tidak sempurna rukun dan syaratnya maka jual beli tersebut dianggap tidak sah dan bathil di sisi Allah swt.

B.  Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari betul masih jauh dari kesempurnaan, karena rendahnya ilmu penulis itu sendiri. Maka kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima dengan lapang dada, demi lebih baiknya makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Jamal, Abu Karimah Askari. “Kebatilan Yang Tersamarkan Tafsir Ibnu Katsir”. Dikutip dari: www.asysyariah.com. Diakses pada Tanggal 20 Maret 2014
Majelis Kajian Interaktif Tafsir Al-Qur’an (M-KITA) Surakarta. “Tafsir Surah An-Nisa (4) Ayat 29. Dikuti dari www.mkitasolo.com. Dikses pada tangal 20 Maret 2014
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002
Zulfan, Royan. Tafsir Ayat dan Hadis tentang Jual Beli. Dikutip dari www.amronbadriza.com. Diakses pada tangal 20 Maret 2014

Comments

Popular posts from this blog

Khutbah Jumat Bahasa Bugis

Khutbah Bahasa Bugis

Khutbah Idul Adha Versi Bahasa Bugis