Asuransi Menurut Ulama



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk memberikan formulasi pengertian asuransi syariah, tidak ada salahnya penulis mengemukakan pengertian asuransi secara umum. Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance. Insurance  mempunyai pengertian: (a) asuransi, dan (b) jaminan. Kata asuransi dalam bahasa indonesia telah diadopsi ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan. Asuransi dimaksud, menurut Wirjono Prodjodikoro adalah suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.
Pengertian asuransi diatas, akan lebih jelas bila dihubungkan dengan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menjelaskan bahwa asuransi adalah "suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu."[1]
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Arti Asuransi Menurut Pendapat Ulama Yang Mengharamkan?
2.      Bagaimana Arti Asuransi Menurut Pendapat Ulama Yang Menghalalkan?
3.      Bagaimana Arti  Konsep At-Ta'min (Asuransi) Dalam Literatur Fiqih?
C.  Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Arti Asuransi Menurut Pendapat Ulama Yang Mengharamkan.
2.      Untuk Mengetahui Arti Asuransi Menurut Pendapat Ulama Yang Menghalalkan.
3.      Untuk Mengetahui Arti  Konsep At-Ta'min (Asuransi) Dalam Literatur Fiqih.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendapat Ulama Yang Mengharamkan Asuransi
Pertama, pendapat Syaikh Ibnu Abidin dari Madzhab Hanafi:
Orang yang pertama kali berbicara tentang asuransi di kalangan ahli fiqih Islam adalah Muhammad Amin Ibnu Umar, yang terkenal dengan sebutan Ibnu Abidin Addimasyqi. Dia adalah tokoh ulama dari aliran Hanafiyah yang mempunyai banyak karya Ilmiah yang tersebar di Dunia Islam (1784-1836).
Menurut Syaikh Ibnu Abidin, tidak boleh (tidak halal) bagi si pedagang itu mengambil uang pengganti dari barang-barangnya yang telah musnah, karena yang demikian itu iltizamu ma lam yalzam "mewajibkan sesuatu yang tidak lazim/wajib.". Dengan ungkapan inilah, sehingga Ibnu Abidin dianggap orang pertama di kalangan fuqaha yang membaha masalah asuransi.
Kedua, pendapat Syekh Muhammad Bakhit Almuthi'ie, Mufti Mesir (1854-1935).
Dalam kitabnya Risalah ahkam as-Sukurtah yang diterbitkan oleh Jami'iyah al-Azhar Al-Ilmiyah, 1310 H. Syekh Bakhit mengungkapkan bahwa dari sebagian ulama penduduk kota Slanik (Semenanjung Balkan) menyampaikan kepadanya pertanyaan sekitar penempatan seorang muslim akan harta bendanya di bawah penjaminan suatu perusahaan yang bernama Qumbaniyah as-Sukuriyah dengan membayar sejumlah uang kepada perusahaan itu.
Kemudian ia menjawab, "Menurut hukum syara', jaminan atas harta benda adakalanya dengan tanggungan (kafalah) atau dengan jalan ta'addy/itlaf. Adapun jaminan dengan jalan kafalah dalam persoalan ini tidaklah terjadi. Pasalnya, persyaratan kafalah ialah adanya al-makfulu bihi, utang yang benar tidak jatuh disebabkan pelunasan atau pembebasan; atau benda yang dieprtanggungkan dirinya. Bahkan al-makfulu anhu wajib menyerahkan bendanya itu sendiri untuk al-makfulu lahu. Kalau benda itu musnah, maka digantinya dengan benda semacamnya atau dengan harganya. Dan yang menjadi prinsip dalam hal ini ialah firman Allah surat Yusuf ayat 72: Siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.
Adapun penjaminan dengan ta'addy/itlaf suatu tindakan melawan hukum atau perusakan, maka yang menjadi prinsip dalam hal ini firman Allah surat al-Baqarah ayat 194:
ãök¤9$# ãP#tptø:$# ̍ök¤9$$Î ÏQ#tptø:$# àM»tBãçtø:$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 Ç`yJsù 3ytGôã$# öNä3øn=tæ (#rßtFôã$$sù Ïmøn=tã È@÷VÏJÎ $tB 3ytGôã$# öNä3øn=tæ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÒÍÈ  
Artinya: "Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, Berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 194)
Perusahaan tidak melakukan ta'addy/itlaf atas harta orang tersebut. Bahkan, harta benda itu musnah disebabkan takdir semata. Seandainya ada orang yang merusakkannya, maka penjaminan itu harus dibebankan atas orang yang berbuat melakukan tindakan melawan hukum atau melakukan perusahaan itu, bukan kepada orang lain. Maka, dari jalan ini, penjaminan perusahaan itu tidak tepat.
Ketiga, Syekh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir.
Dalam kitabnya Al-Islam wal Munaahiji al-Isytiraakiyah (Islam dalam Pokok-Pokok Ajaran Sosialisme) ia menyatakan bahwa asuransi itu mengandung riba, karena beberapa hal:
1.      Apabila waktu perjanjian telah habis, maka uang premi dikembalikan kepada terjamin dengan disertai bunganya dan ini adalah riba
2.      Ganti kerugian yang diberikan kepada terjamin pada waktu terjadinya peristiwa yang disebutkan di dalam polis, juga tidak dapat diterima oleh syara'
3.      Maskapai asuransi dalam kebanyakan usahanya, menjalankan pekerjaan riba (pinjaman berbunga, dan lain-lainnya)
4.      Perusahaan asuransi di dalam usahanya mendekati pada usaha lotere, di mana hanya sebagian kecil dari yang membutuhkan dapat mengambil manfaat.
5.      Asuransi dengan arti ini merupakan salah satu alat untuk berbuat dosa.
Keempat, Syekh Muhammad Yusuf al-Qaradhawi, Ulama dan Dai terkemuka di dunia Islam saat ini, Guru Besar Universitas Qatar.
Al-Qaradhawi dalam kitabnya al-Halal wal Haram fil Islam (Halal dan Haram Dalam Islam) mengatakan bahwa asuransi (konvensional) dalam praktik sekarang ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Ia menontohkan dalam asuransi kecelakaan, yaitu seoarang anggota membayar sejumlah uang (x rupiah misalnya) setiap tahun. Apabila dia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang (hangus). Sedangkan, si pemilik perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan sedikit pun ia tidak mengembalikannya kepada anggota asuransi itu. Tetapi bila terjadi suatu kecelakaan, maka perusahaan akan membayar sejumlah uang yang telah diperjanjikan bersama.
Dan masih banyak lagi ulama yang mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya haram dan tidak boleh dilakukan, diantaranya:
1.      Syekh Abu Zahro, ulama fiqih termasyhur dan banyak menulis karya ilmiah tentang hukum Islam.
2.      Dr. Muhammad Muslehuddin, Guru Besar Hukum Islam Universitas London
3.      Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar Universitas Damaskus Syria
4.      Dr. Husain Hamid Hisan, ulama dan cendekiawan muslim dari  Universitas al-Malik Abdul Aziz Mekah al-Mukarramah
5.      Prof. KH. Ali Yafie, mantan Ketua MUI, mantan Rais Am NU, Guru Besar Ilmu Fiqih, salah satu ulama yang sangat independen pendapatnya di Indonesia dan berperan besar dalam proses pendirian BMI dan Asuransi Takaful, bank dan asuransi syariah pertama di Indonesia.
6.      Pandangan-Pandangan ulama yang dituangkan dalam pendapat lembaga Internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis, majma', dan atau ormas Islam.[2]

B.     Pendapat Ulama yang Menghalalkan
Pertama, Syekh Abdur Rahman Isa.
Syekh Abdur Rohman Isa adalah salah seorang Guru Besar Universitas Al-Azhar. Dengan tegas ia menyatakan bahwa asuransi merupakan praktek muamalah gaya baru yang belum dijumpai imam-imam terdahulu, demikian juga para sahabat Nabi. Pekerjaan ini menghasilkan kemaslahatan ekonomi yang banyak. Ulama telah menetapkan bahwa kepentingan umum selaras dengan hukum syara' patut diamalkan.  Oleh karena asuransi menyangkut kepentingan umum, maka halal menurut syara'.
Kedua, Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo).
Yusuf Musa mengatakan bahwa asuransi bagaimanapun bentuknya merupakan koperasi yang menguntungkan masyrakat. Asuransi jiwa menguntungkan nasabah sebagaimana halnya menguntungkan perusahaan yang mengelola asuransi. Ia mengemukakan pandangan bahwa sepanjang dilakukan bersih dari riba, maka asuransi hukumnya boleh. Dengan pengertian, apabila nasabah maih hidup menurut jangka waktu yang ditentukan dalam polis, maka dia meminta pembayaran kembali, hanya sebesar premi yang pernah dibayarkan, tanpa ada tambahan. Tetapi manakala sang nasabah meninggal sebelum batas akhir penyetoran premi, maka ahli warisnya berhak menerima nilai asuransi, sesuai yang tercantum dalam polis, dan ini halal menurut ukuran syara'.
Ketiga, Syekh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo.
Ia mengatakan bahwa asuransi itu boleh sebab termasuk akad mudharabah. Akad mudharabah dalam syariat Islam ialah perjanjian persekutuan dalam keuntungan, dengan modal yang diberikan oleh satu pihak dan dengan tenaga di pihak yang lain. Demikian pula dalam asuransi, orang yang berkongsi (nasabah), memberikan hartanya dengan jalan membayar premi, sementara dari pihak lain (perusahaan asuransi) "memutarkan" harta tadi, sehingga dapat menghasilkan keuntungna timbal balik, baik bagi para nasabah maupun bagi perusahaan, sesuai dengan perjanjian mereka. Dalam hubungna ini, ada yang memandang bahwa pembagian keuntungan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan menetapkan (bunga teknik) sebesar misalnya 3% atau 4% (di Indonesia biasanya sekitar 7-9%) adalah mudharabah yang tidak sah.
Keempat, Prof. Dr. Muhammad Al-Bahi, Wakil Rektor Universitas al-Azhar Mesir.
Dalam kitabnya Nidlomut Ta'min fi Hadighi Ahkamil Islam wa Dlarurotil  Mujtamil Mu'ashir, ia berpendapat bahwa asuransi itu hukumnya halal karena beberapa sebab.
1.      Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong menolong
2.      Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta benda
3.      Asuransi tidak mengandung unsur riba
4.      Asuransi tidak mengandung tipu daya
5.      Asuransi tidak mengurangi tawakal kepada Allah
6.      Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah
7.      Asuransi memperluas lapangan kerja baru.
Dan masih banyak lagi ulama yang menjelaskan tentang bolehnya melakukan asuransi, diantaranya;
1.      Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasehat Pengadilan Tinggi Mesir.
2.      Syaikh Muhammad Dasuki
3.      Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq, berkebangsaan India, Pengajar Universitas King Abdul Aziz
4.      Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB, Sarjana dna Pakar Ekonomi Pakistan.
5.      Syaikh Muhammad al-Madni, seorang ulama yang cukup dikenal di al-Azhar Kairo.
6.      Prof. Mustofa Ahmad az-Zarqa, Guru Besar Universitas Syiria, cukup produktif dalam menulis seputar ekonomi Islam.[3]

C.    Konsep At-Ta'min (Asuransi) Dalam Literatur Fiqih
Dalam literatur fiqih klasik diangkat beberapa konsep yang mengarah kepada konsep At-Ta'min (asuransi) yang menurut penelitian para pakar perundang-undangan Islam dapat dijadikan dasar dalam mengakomodir konsep asuransi yang berdasarkan syariah Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Al-'aqidah, saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya.
2.      Al-Muwalat, perjanjian jaminan.
3.      Al-qasamah. Konsep perjanjian ini juga berhubungan dengan jiwa manusia.
4.      At-tanahud. Makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar kemudian dicampur jadi satu.
5.      Al-'umra
6.      Aqd-al-hirasah. Kontrak pengawal keselamatan.
7.      Dhiman khatr tariq, kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas.
8.      Al-wadi'ah biujrin, dalam kontrak wadiah ini jika kerusakan pada barang ketika dikembalikan, pihak penerima wadiah wajib menggantinya, karena ketika menitipkan, pihak penitip telah membayar sejulah uang kepada tempat penitipan.
9.      Nizam at-taqaud. Sistem pensiun yang sudah lama berjalan di dunia Islam.[4]


     


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, banyak perbedaan dari para ulama dalam menentukan hukum asuransi ada yang mengatakan boleh dan ada juga yang mengatakan haram. Diantara ulama yang mengatakan asuaransi itu haram antara lain:
1.      Syaikh Ibnu Abidin dari Madzhab Hanafi
2.      Syekh Muhammad Bakhit Almuthi'ie, Mufti Mesir (1854-1935).
3.      Syekh Muhammad al-Ghazali, ulama dan tokoh haraki dari Mesir.
4.      Syekh Muhammad Yusuf al-Qaradhawi, Ulama dan Dai terkemuka di dunia Islam saat ini, Guru Besar Universitas Qatar.
5.      Syekh Abu Zahro, ulama fiqih termasyhur dan banyak menulis karya ilmiah tentang hukum Islam.
6.      Dr. Muhammad Muslehuddin, Guru Besar Hukum Islam Universitas London
7.      Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ulama ahli fiqih, Guru Besar Universitas Damaskus Syria
8.      Dr. Husain Hamid Hisan, ulama dan cendekiawan muslim dari  Universitas al-Malik Abdul Aziz Mekah al-Mukarramah
9.      Prof. KH. Ali Yafie, mantan Ketua MUI, mantan Rais Am NU, Guru Besar Ilmu Fiqih, salah satu ulama yang sangat independen pendapatnya di Indonesia dan berperan besar dalam proses pendirian BMI dan Asuransi Takaful, bank dan asuransi syariah pertama di Indonesia.
10.  Pandangan-Pandangan ulama yang dituangkan dalam pendapat lembaga Internasional maupun nasional, muktamar atau fatwa oleh majelis, majma', dan atau ormas Islam.
Kemudian diantara para ulama yang mengatakan bahwa asuransi itu halal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Syekh Abdur Rahman Isa
2.      Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Universitas Kairo).
3.      Syekh Abdul Wahab Kholaf, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo.
4.      Prof. Dr. Muhammad Al-Bahi, Wakil Rektor Universitas al-Azhar Mesir.
5.      Ustadz Bahjah Ahmad Hilmi, Penasehat Pengadilan Tinggi Mesir.
6.      Syaikh Muhammad Dasuki
7.      Dr. Muhammad Najatullah Shiddiq, berkebangsaan India, Pengajar Universitas King Abdul Aziz
8.      Syaikh Muhammad Ahmad, MA, LLB, Sarjana dna Pakar Ekonomi Pakistan.
9.      Syaikh Muhammad al-Madni, seorang ulama yang cukup dikenal di al-Azhar Kairo.
10.  Prof. Mustofa Ahmad az-Zarqa, Guru Besar Universitas Syiria, cukup produktif dalam menulis seputar ekonomi Islam.

B.     Saran
     Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis membuka seluas-luasnya kepada pembaca atas saran dan kritik terhadap kekurangan pada makalah ini. Setiap kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis terima secara lapang dada.




DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional. Gema Insani, Jakarta.  2004
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Sinar Grafika. Jakarta. 2008








[1] Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah, Sinar Grafika. Jakarta. 2008, hlm. 1
[2] Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Konsep dan Sistem Operasional. Gema Insani, Jakarta.  2004, hlm. 58-66
[3] Ibid, hlm. 71-75
[4] Ibid, hlm. 82-84

Comments

Popular posts from this blog

Khutbah Jumat Bahasa Bugis

Khutbah Bahasa Bugis

Khutbah Idul Adha Versi Bahasa Bugis