TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Konsep
tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan
berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan
moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap,
budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat
diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan
oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah
dan tereksploitasi (kemiskinan struktural).
Tetapi
pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah kemiskinan
material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin
apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup
secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi.
Namun
miskin bukan hanya secara materialis saja dan cara menanganinya bukun hanya
cukup dengan bahan makanan yang memadai. Selain itu masih banyak yang perlu
diperhatikan dalam menangani kemiskinan yang ada di Indonesia.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep dan indikator kemiskinan versi
pemerintah indonesia?
2. Apakah penyebab tingginya tingkat kemiskinan di
Indonesia?
3. Bagaimanakah strategi penanggulangan kemiskinan?
Dari
rumusan masalah di atas maka penulis menegaskan bahwa yang dibahas dalam
makalah ini adalah kemiskinan yang ada di Indonesia serta penyebab dan strategi
penanggulangannya.
C.
Hipotesis
Dalam konsep pemerintah kemiskinan
di Indonesia mungkin hanya dianggap kekurangan dari bahan material sehingga
dengan pembagian bahan makanan yang memadai sudah dianggap cukup menurunkan
tingkat kemiskinan. Sehingga para pemimpin bangasa ini selalu menciptakan
program program baru untuk menekan tingkat kemiskinan di Indonesia.
D.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini ialah
untuk mengetahui:
1. Gambaran
keadaan kemiskinan di Indonesia.
2. Penyebab
tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia.
3. Strategi
penanggulan kemiskinan.
E.
Manfaat
penulisan
1. Pembaca
dapat mengetahui yang termasuk dari kategori miskin bukan hanya sekedar tidak
punya materi sehingga tidak ada lagi perselisahan tentang perbedaan persefsi
tentang miskin.
2. Dapat
mengetahui penyebab-penyebab sehingga tingkat kemiskinan di Indonesia tinggi.
3. Memberikan
stragi penanggulan kemiskinan yang dapat ditempuh untuk menekan tingkat
kemiskinan yang ada di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah
kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin,
pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian
bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan,dan ekonomi.[1]
Kemiskinan sebagai kondisi
di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu
memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan
pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik,
baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat
miskin ini, ada beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan
dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan
objektif dan subjektif.
Pendekatan kebutuhan dasar,
melihat kemiskinan sebagai “suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang,
papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi”.[2] Menurut pendekatan
pendapatan,
kemiskinan
disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan
lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi
pendapatan seseorang dalam masyarakat.[3]
Pendekatan ini, menentukan secara kaku
standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas
sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar “menilai kemiskinan sebagai keterbatasan
kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi
minimal dalam masyarakat”.[4] Keterbatasan kemampuan ini
menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam
pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai
pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang
harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. “Pendekatan subyektif menilai
kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri”.[5]
Indikator utama kemiskinan
berdasarkan pendekatan di atas dapat dilihat dari
(1) kurangnya pangan,
sandang, dan perumahan yang tidak layak;
(2) terbatasnya kepemilikan
tanah dan alat produksi;
(3) kurangnya kemampuan
membaca dan menulis;
(4) kurangnya jaminan dan
kesejahteraan hidup;
(5) kerentanan dan
keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi;
(6) ketakberdayaan atau
daya tawar yang rendah;
(7) akses terhadap ilmu
pengetahuan yang terbatas;
Indikator
kemiskinan menurut Bappenas adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan,
terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan
rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha,
terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap
air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya
kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman,
lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh
besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya
migrasi.[6]
B. Penyebab Tingginya
kemiskinan di Indonesia
Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan
dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin
dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu. Keterbatasan
akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan
mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar,
kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan
kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya
perawatan dan pengobatan yang mahal. Keterbatasan akses dan rendahnya mutu
layanan pendidikan ditunjukkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas
pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh
pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung
maupun tidak langsung. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha juga
ditunjukkan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta
lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan
seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
Berdasarkan berbagai
definisi tersebut di atas, maka indikator utama penyebab kemiskinan adalah :
1) terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan;
2) terbatasnya
akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan;
3) terbatasnya
akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan;
4) terbatasnya
kesempatan kerja dan berusaha;
5) lemahnya
perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah;
6) terbatasnya
akses layanan perumahan dan sanitasi;
7) terbatasnya
akses terhadap air bersih;
8) lemahnya
kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah;
9) memburuknya
kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses
masyarakat terhadap sumber daya alam;
10) lemahnya
jaminan rasa aman;
11) lemahnya
partisipasi;
12) besarnya
beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga;
13) tata
kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas
dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial
terhadap masyarakat.
Menurut Bank Dunia (2003),
penyebab dasar kemiskinan adalah:
1)
kegagalan kepemilikan terutama tanah dan
modal;
2)
terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan
dasar, sarana dan prasarana;
3)
kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan
bias sektor;
4)
adanya perbedaan kesempatan di antara anggota
masyarakat dan sistem yang kurang mendukung;
5)
adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan
antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern);
6)
rendahnya produktivitas dan tingkat
pembentukan modal dalam masyarakat;
7)
budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan
seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya;
8)
tidak adanya tata pemerintahan yang bersih
dan baik (good governance);
9)
pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
dan tidak berwawasan lingkungan.[7]
C.
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
trategi untuk mengatasi
krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan
ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik)
terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Berikut beberapa program
pengentasan rakyat miskin :
1. Era Presiden Soekarno :
~ Pembangunan Nasional Berencana 8 tahun (Penasbede)
2.
Era Presiden Soeharto :
~ Repelita I – IV melalui program Sektoral & Regional
~ Repelita IV – V melalui program Inpres Desa Tertinggal
~ Program Pembangunan Keluarga Sejahtera
~ Program Kesejahteraan Sosial
~ Tabungan Keluarga Sejahtera
~ Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
~ GN-OTA
~ Kredit Usaha Tani
3. Era Presiden BJ Habiebie :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan
~Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
~ Program Pengembangan Kecamatan
4. Era Presiden Gusdur :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Kredit Ketahanan Pangan
~ Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan
5. Era Presiden Megawati :
~ Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6. Era Presiden SBY :
~ Pembentukan Tim Koordinasi Penganggulangan Kemiskinan
~ Bantuan Langsung Tunai
~ Program Pengembangan Kecamatan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
~ Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.[8]
Untuk lebih memfokuskan
tujuan penanggulangan kemiskinan maka data penduduk miskin dikelompokkan:
a) “Usia
lebih dari 55 tahun (aging poor), yaitu kelompok masyarakat yang tidak
lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif)”.[9] Untuk kelompok tersebut
program pemerintah yang dilaksanakan adalah pelayanan sosial.
b) “Usia
di bawah 15 tahun (young poor), yaitu kelompok masyarakat yang belum
produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja)”.[10] Program pemerintah yang
dilakukan yaitu penyiapan sosial.
c) Usia
antara 15-55 tahun (productive poor), yaitu usia sedang tidak produktif
(usia kerja tetapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur), program yang
dilakukan adalah investasi ekonomi dan inilah sekaligus yang menjadi fokus penanggulangan
kemiskinan.[11]
Untuk mencapai sasaran
penurunan angka kemiskinan KPK menetapkan strategi pemberdayaan masyarakat
melalui 2 (dua) cara yaitu
pertama,
mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dan
kedua,
meningkatkan produktivitas masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatannya.[12]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Masalah kemiskinan bisa
ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan
(khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan
anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan,dan ekonomi. Untuk mewujudkan hak
dasar masyarakat miskin ini, ada beberapa pendekatan utama, antara lain
pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar,
dan pendekatan objektif dan subjektif. Berdasarkan pendakatan-pendakatan tersebut
dapat disimpulkan penyebab kemiskinan ialah terbatasnya kecukupan kebutuhan
hidup, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan dan pendidikan
serta terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha.
Namun, mulai dari
pemerintahan presiden Soekarno selalu ada kebijakan-kebijakan untuk menekan
tingkat angka kemiskinan yang ada di Indonesia, walaupun belum bisa menekan
secara dragtis angka kemiskinan di indonesia namun sudah dapat menekan sedikit
demi sedikit tingkat pengangguran di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Basu, Irawan Basu. Tingkat Kemiskinan di Indonesia ; Jakarta : Intermasa, 1992
Muhammad
dan Ridwan Mas’ud. Zakat dan Kemiskinan
Instrumen Pemberdayaan Umat Jilid 1, Cet.1 ; Yogjakarta : UII Press, 2005
Mustafa,
Nasution., Kebijakan Pemerintah terhadap
Tingginya Tinggat Kemiskinan di Indonesia ; Jakarta : Bangkit Daya Insana, 2008
[1] Muhammad
dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan
Instrumen Pemberdayaan Umat Jilid 1, (Cet.1 ; Yogjakarta : UII Press,
2005), h. 24
[2] Ibid
[3] Irawan
Basu, Tingkat Kemiskinan di Indonesia, (t.Cet
; Jakarta : Intermasa, 1992), h. 36
[4]Muhammad,
Lot.cit
[5] Irawan,
Op.cit, h. 38
[6] Ibid
[7] Muhammad,
Op.cit, h. 45
[8] Nasution
Mustafa, Kebijakan Pemerintah terhadap
Tingginya Tinggat Kemiskinan di Indonesia (t.Cet ; Jakarta : Bangkit Daya
Insana, 2008), h. 24
[9] Irawan,
Lot.cit
[10] Ibid,
h.39
[11] Ibid,
h.40
[12] Nasution,
op. cit, h.27
Comments
Post a Comment