STUDI KRITIS PEMIKIRAN ILMU KALAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebagai
salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui oleh
seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan
tentang aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan
aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan yang
berkaitan dengan bagaimana seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu
sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak
terampunkan (syirik).
Memang,
Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya
masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi,
melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta
sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di
tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah
yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan
kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat
yang berbeda-beda.
Dalam
pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan
pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran
bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran
yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia.
Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagi mana di jumpai dalam
sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan
bersumber pada al-Quran dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan
masyarakat luas.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah perbandingan aliran-aliran ilmu kalam.
C. Tujuan
Penulisan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan nutuk
mengetahui perbandingan paham aliran-aliran ilmu kalam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN-ALIRAN ILMU
KALAM
Problematika
teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali
bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari
pendukung Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali
yang menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan
muawiyah bin abi Sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini
selanjutnya dikenal dengan Kelompok Khawarij.
Lahirnya
Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar
kemunculan kelompok baru yang dikenal dengan nama Murji’ah. lahirnya
Aliran teologi inipun mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi
lainnya. Dan dalam perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran
teologi yang masing-masing mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan
yang berbeda-beda.Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan
Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran nya masing-masing.
1. Aliran
Khawarij.
Pengertian
dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij
Aliran Khawarij
merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang muncul dalam
teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut
Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di
sepakati para jema’ah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin,
atau pada masa tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini
berasal dari kata “kharaja” yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada
mereka yang keluar dari barisan Ali.[1] Kelompok ini juga kadang kadang
menyebut dirinya Syurah yang berarti “golongan yang
mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini
adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama
suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa
penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan
Mu’awiyah.
Kelompok
khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri,
dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi
Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk
menyelesaikan persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan,
gubernur syam, pada waktu perang siffin.
Latar
belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan
penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Qur’an, tapi
ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan
al-quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan
merimanya adalah kafir.
Atas
dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik
menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya
yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu
mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta
sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.
Tokoh-tokoh
Khawarij
Diantara
tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
Abdullah bin
Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura
(pimpinan Khawarij pertama)
Urwah bin Hudair
Mustarid bin
sa’ad
Hausarah
al-Asadi
Quraib bin Maruah
Nafi’ bin
al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
Abdullah bin
Basyir
Zubair bin Ali
Qathari bin
Fujaah
Abd al-Rabih
Abd al Karim bin
ajrad
Zaid bin Asfar
Abdullah bin
ibad
Sekte-sekte
dan ajaran pokok Khawarij
Terpecahnya
Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat kehancurannya
dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-Sekte
tersebut adalah: [5]
Al-Muhakkimah
Al-Azariqah
Al-Najdat
Al-baihasyiah
Al-Ajaridah
Al-Sa’Alibah
Al-Ibadiah
Al Sufriyah
Secara umum ajaran-ajaran
pokok Khawarij adalah:
Orang
Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
Orang-orang yang
terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan
Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang menerima dan
mambenarkannya – di hukum kafir;
Khalifah harus
dipilih langsung oleh rakyat.
Khalifah
tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi
Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
Khalifah di
pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
Khalifah sebelum
Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman
r.a dianggap telah menyeleweng,
Khalifah Ali
dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).
2. Aliran
Murji’ah
Pengertian
dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah
ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya
kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal
itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena
hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang
mukmin yang melukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang
mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada
tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang
mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat
syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut
masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan
mereka itu terlihat pada kata murji’ah yang barasal dari kata arja-a
yang berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang
melatarbelakangi kehadiran murji’ah antara lain adalah : [9]
adanya perbedaan
pendapat antara Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin
merebut kekuasaan ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui
tahkim dalam perang siffin.
adanya pendapat
yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang
jamal.
adanya pendapat
yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan.
Ajaran-ajaran
Murji’ah:
Ajaran-ajaran
pokok murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut: .
Iman Hanya
membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
Orang islam yang
melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin
selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
Hukum terhadap
perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat.
Tokoh dan sekte
dalam murji’ah
Dalam
perkembangannya, Murji’ah mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan
pengikutnya yang mendasari lahirnya aliran-aliran selanjutnya, aliran murji’ah
ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat, ada pula yang
ekstrem.
Tokoh
murji’ah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib,
Abu Hanifah, Abu Yusufdan beberapa ahli hadits[12], yang berpendapat,
bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari tuhan
masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut
Jaham bin Shafwan. Kelompok ini berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan
dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.
3. Aliran
Qadariyah
Pengertian
dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah
berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki
kekuatan atau kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam,
qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan
terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di pandang mempunyai
qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan.
Mazhab
qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini
banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah
ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak
pada kepercayaan kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan
tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia
ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.
Aliran
ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip
ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan
berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa
menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap
hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya
logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan
sebaliknya.
Tokoh
utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua tokoh ini
yang mempersoalkan tentang Qadar.
Pokok-pokok
ajaran Qadariyah
Menurut
Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298,
pokok-pokok ajaran qadariyah adalah :
Orang
yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang
fasikk itu masuk neraka secara kekal.
Allah SWT. Tidak
menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik
(surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka)
atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah
berhak disebut adil.
Kaum
Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah
tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan
melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu
mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
Kaum Qadariyah
berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang
buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada
yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya
terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak,
yang jelas di dalam Al-Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan
paham qadariyah .
Dalam surat Al
Ra’ad Ayat 11, di jelaskan
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan diri mereka sendiri”
Dalam
Surat Al-Kahfi ayat 29, allah menegaskan
“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
Dengan demikian
paham qadariyah memilki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan
jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau kelaur dari islam
4. Aliran
Jabariyah
Pengerian, dan
latar belakang Kemunculan jabariyah.
Nama
jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan
perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada
Allah. Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau
predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan
sejak semula oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut
catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama
Islam datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun
pasir sahara telah member kan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan
keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini
kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan
mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.
Munculnya
mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun
berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada
mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya.
Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini
terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
Pokok-pokok
paham jabariyah.
Selanjutnya,
yang menjadi dasar yang sejajar dengan pemahaman pada aliran jabariyah ini
dijelaskan Al-Qur’an diantaranya :
Dalam surat
al-saffat ayat 96 :
“Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”.
Dalam surat al
Insan ayat 30, dinyatakan
“Dan kamu tidak
mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah”.
Jaham bin
Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai pilihan
dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di
lakukannya. Allah SWT, telah mentakdirkan ats dirinya segala amal perbuatan
yang mesti di kerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah, sama
seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena
itu, jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam
arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala
dan allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga,
dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku
hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir
Allah semata-mata dan berusahapun tidak. Karena mereka telah berkeyakinan bahwa
allah telah mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu
itu.
Disisi
lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau
siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan
yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya
pahala dan siksa.
Berkenaan
dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin Shafwan
adalah paham yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang
moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al.Najjar dan Dirar
Ibn ‘Amr.
Menurut
Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik
perbuatan itu positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu
manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan,
mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang
diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut
Kasb atau acquisition.
Menurut
paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi
manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan
manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.
5. Aliran
Mu’tazilah
Pengertian dan
latar belakang munculnya Mu’tazilah
Perkataan
Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada
mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya,
Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan
al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh
pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi
mereka.
Aliran
mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota
basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah
muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para
sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa
politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang
kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik
tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi
lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mu’tazilah diatas tidaklah sama dan
tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik,
sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[21]
Dalam
perkembangannya, Mu’tazilah pimpinan Washil bin Atha’ lah yang menjadi salah
satu aliran teologi dalam islam.
Pokok-pokok
ajaran Mu’tazilah
Ada
lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini
untuk memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
al Tauhid
(keesaan Allah)
al ‘Adl
(keadlilan tuhan)
al Wa’d wa al
wa’id (janji dan ancaman)
al Manzilah bain
al Manzilatain (posisi diantara posisi)
amar mauruf dan
Nahi mungkar.
Tokoh-tokoh
Mu’tazilah
Diantara para
tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
Washil bin Atha’
Abu Huzail
al-Allaf
Al Nazzam
Al-Jubba’i
6. Ahlussunah
Wal- Jamaah
Pengertian dan
para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah
berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti
sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah
(ittikad) nabi dan para sahabat beliau.
Ahlussunnah
sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2
pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana
juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah
mazhab yang berada dalambarisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah.
Aliran
ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan
maturidiyah,dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Tokoh utama yang
juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asy’ari dan Abu Mansur
al Maturidi.
a. Abu al Hasan
al Asy’ari
Pokok-pokok
pemikirannya
Sifat-sifat
Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an,
yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat
tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
Al-Qur’an,
Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
Melihat Tuhan,
menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
Perbuatan
Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan
oleh manusia itu sendiri.
Antrophomorphisme
Keadlian
Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan
tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan
sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
Muslim yang
berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir
hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.[26]
Abu manshur
Al-Maturidi
Pokok-pokok
pemikirannya :
Sifat
Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
Perbuatan
Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu
sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.
Al Quran. Pendapatnya
sejalan dengan al Asy’ari
Kewajiban tuhan.
Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
Muslim yang
berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
Janji tuhan.
Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan
yang tidak mungkin di pungkirinya.
Antrophomorphisme.
7. Aliran
Syiah
Pengertian dan
kemunculannya Syi’ah
Secara
bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para
pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada
kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada
keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya,
istilah yiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali
(syi’ah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut
ali yang disebut syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin
Al aswad dan Ammar bin Yasir.
Mengenai
latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu
Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin
Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan
antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan
ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan
Mu’awiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok
mendukung sikap Ali –kelak di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak
sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.
Pokok-Pokok
Pikiran Syi’ah[30]
Kaum
Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya.
Kelima prinsip itu adalah :
al Tauhid
Kaum
Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat
bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada
seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat
Allah.
al ‘adl
Kaum
Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan
perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena
ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
al Nubuwwah
Kepercayaan
Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim
yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk
membimbing umat manusia.
al imamah
Menurut
Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia
pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan
mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
al ma’ad
Ma’ad
berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya
akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.
8. Aliran
Salafiyah
Pengertian dan
latar belakang munculnya Salafiyah
Secara
bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud
terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para
sahabat, para tabi’in, dan tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti orang-orang
yang mengikuti salaf.
Istilah
salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat,
yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Qur’an dan
hadits tanpa ta’wil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari
ayat-ayat al-Qur’an sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak
bagi Allah SWT.
Orang
yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300
hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
Tokoh-tokoh
ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.
Tokoh terkenal
ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad, bin Muhammad bin
Hambal, beliau juga di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab Hambali. .
Tokoh
salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin Abdul
Halim bin Abd al salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali, atau
yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang teolog
dan ahli Hukum yang banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di bidang
tafsir dan hadist.
Dalam
perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini,
selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam
Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara
Spodaris.
Pada
abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah
Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru
al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
Keyakinan
bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka kembali
kepada ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran Islam yang masih
murni, dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan
satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.
perlwanan
terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun
kebudayaan. Pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Al Afgani dapat di katakan sebagai penganut salafiyah modern
karena dalam rumusan pahamnya yang banyak meletakkan unsur-unsur
moderenismesebagai mana terlihat pada komponen 2 dan 3 diatas.
Syekh
Muhammad Abduh adalah murid Al afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha adalah murid
dari Muhammad Abduh, meskipun dalam beberapa hal antara dengan guru berbeda
dalam banyak hal mereka sama.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Dari
uraian diatas, dapat kita pahami bahwa Islam telah hadir sebagai pelopor
lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita
jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam
sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada
umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al—Quran dan As-Sunnah dapat
berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
Sekarang,
bagaimana kita menaggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki
titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat
mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber pada al-Qur’an dan
Hadits. Namun pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling
baik, tidaklah bisa kita nilai sekarang. Kerana penilaian sesungguhnya ada pada
sisi Allah yang akan diberikanNya di akhirat nanti.
Penilaiaan
baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin di lakukan dengan
mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang
berkembang dalam sejarah. Disisi lain, kita juga bisa menilai baik tidaknya
suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada kenyataan yang
berlaku dimasyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga
pendapat tersebut banyak di ikuti oleh Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Al Baghdadiy, Abu mansur Abd al-Qahir ibn Tahir
al-Tamimi. Kitab Ushul al-Din, 1 st. cd. Maktabah al-Hahiyyat,
Constantinopel, 1928
Al-Bazdawi, Ushul al-Din, Dar al-Ihya’al-Kutub
al-arabiah, Kairo, 1963
al-Bazdawiy, Abu al-Yusr Muhammad, Kitab Ushul
al-Din, Hans Petter Lins, Isa al-Baby al-Halaby, Kairo, 1963
Al-Ghazali, al-Iqtishad ti al-I’tiqad, Dar
al-Amanah Beirut, 1969
Al-Juwaini, al-Syamil fi ushul al-Din, Al-Maarif.
Iskandariyah, 1969
al-Maturidi, Abi Mansur, Kitab al-Tauhid,
Makhtabah al-Islamiyah, Istambul, 1979.
Asy-shidiqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta. 1954
Hanafiy, A. Pengantar Teologi Islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1987
Nasution, Harun, Akal dan Wahyu, Jakarta: UI-Press,
1986
Shubhi, Ahmad Mahmud, Fi Ilm al-Kalam
al-Asy’ariyah, Tsaqafah, Iskandariyah, 1982
Comments
Post a Comment