MAKALAH BPKI
RIBA DALAM MASALAH
KEUANGAN
Makalah diajukan
untuk memenuhi syarat memperoleh tambahan Ilmu dan Nilai
pada Mata Kuliah
Bimbingan Penulisan Karya Ilmiah
Jurusan Syariah Prodi Ekonomi Syariah
Semester I
Oleh:
IRFAN SYAMDA
01.11.3194
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
WATAMPONE
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Evolusi konsep riba ke bunga tidak lepas dari
perkembangan lembaga keuangan. Lembaga keuangan timbul Karena kebutuhan modal
terutama berasal dari kalangan pedagang. Oleh karena, pada waktu itu para
bangkir umumnya dari pedagang. Pelopor berdirinya bank adalah orang Yahudi yang
diikuti orang-oang pribumi Itali.
Dalam menjalankan bisnis para pengusaha, pedagang
selalu membutuhkan modal. Bisnis kecil-kecilan biasanya pelakunya dapat
mengtasi modalnya sendiri. Tetapi, apabila bisnis sudah menunjukkan pada
perkembangan yang besar dan untuk mengmbngkn usahanyabiasanya membutuhkan
modalyang cukup besar. Dalam hal ini modal harus dicarikan dari sumber lain.
Tetapi siapa orangnya yang mau meminjamkan uangnya secara cuma-cuma, apalagi
dalam jumlah besar. Dari sinlah timbul ban sebagai pe rantara antara mereka an
membutuhkan kredit dengan mereka yang memiliki modal.
Bank harus mengenakan ongkos untuk peminjam, karena
bank pun harus membayar ongkos itu untuk bisa memberikan peminjaman. Disini dikenal
apa yang disebut sbagai modal murni, yaitu tingkat bunga nominal dikurangi
beberapa ongkos, seperti biaya-biaya administrasi, jaminan terhadap keamanan
hutang pokok maupun bunganya, kemungkinan merosotnya daya beli uang, baik karena
inflasi maupun nlai tukarnya terhaap mta uang asing, dan juga ongkos-ongkos
yang diperlukan untuk menjaga keutuhan uang karena pembayaran dengan angsuran.
Semua ongkos itu tentunya ditanggung oleh debitur. Bank menarik semua ongkos
itu dalam rangka menjaga amanat dari pemilik modal.
B. Rumusan dan Batasan
Masalah
Dari latar
belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
Islam memandang nilai waktu uang ?
2. Bagaimana
cara pengembangn uang yang dibenarkan dalam Islam?
3. Bagaimana
efek pengenaan riba pada pertumbuhan ekonomi?
Dari rumusan masalah di atas, maka penulis
menegaskan bahwa yang dibahas dalam makalah ini ialah pandangan Islam terkait
masalah nilai waktu uang, cara pengembangan uang yang dibenarkan Islam serta
efek pengenaan riba dalam pertumbuhan ekonomi.
C. Hipotesis
1. Islam
dalam padangannya terkait masalah nilai waktu uang sah-sah saja karena Islam
melarang nilai tambahan dari uang yang dipinjamkan karena termasuk riba.
2. Pengembangan
yang sesuai dengan syariah yaitu dengan system bagi hasil tanpa ada pihak yang
dirugukan.
3. Riba
dapat menzalimi orang lain karena dapat memberatkannya serta dipandang dri sisi
agama tidak di halalkan oleh Allah Swt.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui:
1. Pandangan
Islam mengenai nilai waktu uang.
2. Cara
pengembangan uang yang dibenarkan dalam Islam.
3. Efek
penggunaan riba terhadap pertumbahan ekonomi.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat
penulisan makalah ini yaitu:
1. Memberikan
pandangan kepada pembaca terhadap pandangan Islam terkait masalah nilai waktu
uang.
2. Agar
pembaca dapat memahami cara pengembangan uang yang sesuai dengan Islam agar
tidak terjebak dalam praktik-praktik riba dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memberikan
masukan sebagai acuan akibat efek penggunaaan uang riba yang berdampak terhadap
pertumbuhan ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan
Islam terhadap Nilai Waktu Uang
Berkenaan dengan uang, bahwa
dalam ekonomi konvensional timbul pemikiran nilai uang menurut waktu.
Konsep nilai uang menurut waktu
pada dasarnya merupakan intervensi konsep biologi dalam bidang ekonomi. Konsep
nilai uang menurut waktu muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan
barang yang hidup (sel hidup). Sel yang hidup, untuk satuan waktu tertentudapat
menjadi lebih besar dan berkembang.[1]
Formula ini kemudian
diadopsi dalam ilmu keuangan. Sehingga anggapan uang sebagai sesuatu yang hidup
terjadi. Dalam hal ini, harus dipaham sebagai orang muslim bahwa uang bukanlah sesuatu
yang hidup yang dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya.
Terori tersebut
bukanlah teori ekonomi, dalam teori ekonomi ada sesuatu yang mengecil dan
menjadi besar, yang disebabkan oleh upaya-upaya. “Dalam ilmu ekonomi dapat
muncul risk-return profile”.[2]
Dengan demikian, berkurang dan bertambahnya jumlah uang bagi seseorang bila
diupayakan secara wajar adalah sesuatu yang normal.
Di dalam system ekonomi
Islam, konsep nilai waktu uang tentunya tidak akan terjadi. “Untuk menganalisis
hal ini ada ajaran kuat dalam Islam, yaitu terdpat pada surah Al-Ashar: 1-3”.[3]
Dari surah Al-Ashr ini dijelaskan bahwa waktu buat semua orang adalah sama
kuantatisnya, yaitu 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu,. Namun,
perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang
memanfaatkan waktu. Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia
bagi siapa saja melaksanakannya. Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa
memandang suku, agama, dan ras, secara sunnahtullah, ia akan mendapatkan
keuntungan dunia.
Dengan demikian, uang
itu sendiri sebenarnya tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memliki
nilai ekonomi. Dengan catatan bahwa waktu tersebut memang di manfaatkan secara
baik. Dengan adanya nilai waktu tersebut, maka kemudian dapat diukur dengan
istilah atau batasan-batasan ekonomi.
B. Cara Penggunaan Uang
yang tidak Mengandung Riba
Ada dua perbedaan
mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Menurut Antonio,
Perbedaan tersebut dapat ditelaah
dari defenisi hingga makna masing-masing, yaitu:
1.
Investasi adalah kegiatan usaha yang
mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure ketidak pastian.
2.
Membungakan uang adalah kegiatan usaha
yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembalinya berupa bunga yang
relative pasti dan tetap.[4]
Islam mendorong
masyarakat keusaha nyata dan produktif. Islam mendorong umatnya untuk melakukan
investasi dan melarang membungakan uang. Oleh karena itu, “upaya memutar modal
dalam investasi, sehingga mendatangkan return
merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan.”[5]
Oleh karena itu, ajaran tentang mekanisme investasi bagi hasil harus
dikembangkan, sehubungan dengan masalah capital dan keahlian.
Ajaran Islam
mendorong pemeluknya untuk menginvestasikan tabungannya. Di samping itu, dalam
melakukan investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang akan datang.
Hasil investasi dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi banyak factor, baik
factor yang dapat diprediksikan maupun ang tidak dapat diprediksikan.
“Factor-faktor yang dapat dprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah:modal,
nisbah yang disepakati,dan berapa kali modal diputar”.[6] Sedangkan
menurut Adiwarman, “factor yang tidak dapat dihitung efeknya secara pasti atau
sesuai dengan kejadian adalah return (perolehan
usaha)”.[7]
Berdasarkan hal
di atas, maka dalam mekanisme investasi menurut Islam, persoalan nilai waktu
uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Dengan
demikian, prlu diperkirakan bagaimana formula pengganti yang seiring dengan
nilai dan jiwa Islam. Hubungan formula tersebut dilukiskan sebagai berikut:
Y= (QR) vW
dimana
Y =
Pendapatan
Q =
Nisbah bagi hasil
R =
Return Usaha
v =
Tingkat pemanfaatan harta
W =
harta yang ditabung[8]
Formula
ini dapat diterapkan sebagai pengganti nilai waktu uang. Karena formula ini
tidak menggunakan mekanisme bunga. Akan tetapi menggunakan dasar mekanisme bagi
hasil dan perolehan usaha secara riil. Dengan formula tersebut yang memberikan
nilai ekonomi ialah pemanfaatan waktu yang ada. “Sehingga di dalam Islam yang
ada hanyalah Economic Value of Time bukan
Time of Money”.[9]
C.
Efek
Penggunaan Riba pada Pertumbuhan Ekonomi
“Ukuran
kesejahteraan masyarakat menurut Islam adalah dilihat dari berapa banyak
kemampuan masyarakat dapat memenuhi kewajiban membayar zakat”.[10] Pembayaran
zakat pembayaran zakat di samping sebagai ukuran tingkat ketakwaan kaum
muslimin terhadap ajaran agamanya juga dapat dijadikan ukuran tingkat
kemakmuran suatu masyarakat. Semakin banyak kaum muslimin membayar zakat,
berarti semkin tinggi tingkat kemakmuran mayarakat tersebut.melalui zakat
(waqaf) dapat mencapai pemenuhan kebutuhan politik.
Kalau dicermati
salah satu ayat al-quran surat al-Baqarah (276) menunjukkan suatu kondisi
hubungan terbalik antara infaq, zakat, dengan riba. Allah menegaskan dalam ayat
tersebut Allah menghapuskan riba dan menyuburkan sedekah.[11]
Ayat
ini mengindikasikan impikasi fungsi hubngan terbalik dari dua variable dapat
dilukiskan sebagai berikut:
Infak
= f (Riba)[12]
Fungsi ini
menunjukkan semakin besar riba, semakin kecil infak; sebaliknya semakin besar
infak, semakin kecil riba. Dalam suatu masyarakat dimana riba telah begitu
merajalela, maka tingkat infaknya akan kecil, bahkan kadng kala berusaha
menghindar untuk membayar zakat yang memang merupakan kewajibanya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Konsep
nilai waktu uang pada dasarnya
merupakan investasi konsep biologi dalam bidang ekononi. Konsep ini muncul
karena adanya anggapan uang disamakan dengan barang yang hidup. Tetapi dalam
Islam uang itu tidak memiliki nilai waktu. Namun waktulah yang memiliki nilai
ekonomi. Dengan catatan waktu memang digunakan secara baik.
Cara pengembangan uang yang
sesuai dengat syariat agam Islam yaitu terletak pada kerjasama antara pemilik
modal dengan peminjam dengan system bagi hasil. Karena pada system ini tidak
menggunakan mekanisme bunga. Dengan demikian, memberikan nilai ekonomi adalah
pemanfaatan waktu yang ada.
Ukuran kesjahteraan mayarakat
dapat dilihat seberapa besar kemampuannya dapat memenuhi kewajibanya dengan
membayar zakat. Karena semakin besar Infak, maka semakin kecil riba; begitupun
sebaliknya semakin besar riba, semakin kecil infak. Dengan merajalelanya
praktik riba kadang kala orang berusaha menghindar dari kewajibannya untuk
membayar zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio.
Economic
Value of Time, Jilid 1 Cet.2 ; Jakarta : Gema Insani Press, 2000
Hadi,
Abdul. Riba dalam Masyarakat, Jilid 1 Cet.3 ; Surabaya : Al-Ikhlas, 1993
Karim
,Adiwarman. Konsep Uang dalam Islam, Yogjakarta : FE UGM,1999
Mujali,
AR. Money Changer dalam Perspektif Hukum
Islam, Jilid 1 Cet.1 ; Yogjakarta : STIES, 2000
[1] AR.
Mujali, Money Changer dalam Perspektif
Hukum Islam, Jilid 1 (Cet.1 ; Yogjakarta : STIES, 2000), h.15
[2]
Adiwarman Karim, Konsep Uang dalam Islam,
(t.C ; Yogjakarta : FE UGM,
1999),
h.13
[3] Antonio,
Economic Value of Time, Jilid 1
(Cet.2 ; Jakarta : Gema Insani Press, 2000), h. 7
[4]
Ibid, h.11
[5]
Adiwarman, Lot. Cit
[6]
Antonio, Op. Cit, h.10
[7]
Adiwarman, Lot. Cit
[8]
Ibid, h.23
[9] Antonio,
Op. Cit, h.13
[10] Abdul
Hadi, Riba dalam Masyarakat, Jilid 1
(Cet.3 ; Surabaya : Al-Ikhlas, 1993), h.25
[11]Ibid
[12] Ibid
Comments
Post a Comment